WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Rabu, Februari 27

PERATURAN MENTERI KEUANGAN DBH MIGAS UNTUK PAPUA BARAT

Kementrian Keuangan RI menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 22/PMK.07/2013 tentang alokasi tambahan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas (DBH SDA Migas). sesuai Peraturan Menteri tersebut, Propinsi Papua Barat akan memperoleh Rp. 415.619.459.000.00, menurut siaran pers yang dirilis situs www.setkab.go.id yang dipublish melalui siaran pers, kepala biro dan layanan informasi Kemenkeu Yudi Pramadi, penyaluran DBH SDA Migas untuk Propinsi Papua dilaksanakan dalam rangka Otonomi Khusus dilakukan per-triwulan.


Selasa, Februari 26

PERANG KEPENTINGAN DBH PAPUA BARAT


Dana Bagi Hasil (DBH) Oleh Gubernur Propinsi Papua Barat, Abraham O. Atururi di sebut di makan (Korupsi) oleh PNS Propinsi Papua Barat sendiri. Harian lokal Manokwari, Media Papua (26/02/2013) Menuliskan Judul "Gubernur Akui Banyak Oknum PNS Suka Gelapkan DBH".

"....... Mau bicara soal bagi hasil ?, ya,. barang itu sudah ada. hanya saja banyak oknum PNS Papua Barat yang tukang tipu dengan terus menerus memakan uang bagi hasil itu, kata Gubernur.

Kondisi demikian menjadi sarat kepentingan, mengingat pernyataan Gubernur tersebut keluar pada saat yang bersamaan tengah dibahas Raperdasus Dana Bagi Hasil. hal ini mengindikasikan Draft Raperdasus tersebut yang mengalami stagnasi sekian lama. DBH sejatinya merupakan wacana hangat yang terkesan ditutupi dari perhatian publik termasuk pembahasan soal prosentasi maupun regulasi terkait DBH.

apa, yang diutarakan Gubernur Papua Barat di atas sebelumnya DPR Papua barat nampak getol dalam mensosialisasi Draft Raperdasus DBH, Jimy Demianus Itje salah satu anggota Pimpinan DPR PB Periode 2009 - 2014 pada kesempatan Sosialisasi Raperdasus DBH di Kabupaten Teluk Bintuni beberapa bulan lalu mengatakan, "Kami di Dewan siap mundur dari jabatan, jika Raperdasus ini gagal, kami juga akan menyampaikan ke rakyat jika ada anggota dewan yang menolak menyetujui Draft Raperdasus ini.

DBH secara politis adalah sumbuh pemicu perang kepentingan war of the interest menjelang Pemilu 2014, banyak tangan akan ikut masuk menjamah isu bagi hasil yang dikemas dalam wacana pro rakyat. Hal ini memperlihatkan benang kasut soal maju mundurnya pembahasan Raperdasus DBH supaya menguntungkan dan tidak menguntungkan sangat ditentuntan kepentingan alias bukan lagi Prolegda tahunan dewan.







Senin, Februari 25

RAPERDASUS PERSYARATAN CALON KEPALA DAERAH PROPINSI PAPUA BARAT


LEGAL OPINION
Terhadap
Rancangan Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Barat
Nomor …… Tahun 2012
Tentang Persyaratan Calon Kepala Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi Papua Barat




Serva ordinem et ordo servabit te :
“layanilah peraturan maka peraturan pun akan melayanimu”

I.            Pengantar
Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua yang telah pula diberlakukan sebagai payung hukum bagi Propinsi Papua Barat berdasarkan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang [Perpu] Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua Menjadi Undang Undang. Dengan demikian rujukan juridis bahwa Otonomi Khusus [Otsus] yang merupakan kebijakan Afirmatif Action bagi orang asli Papua di Tanah Papua telah sah berlaku sebagai landasan yuridis tidak saja di Propinsi Papua, tetapi juga di Propinsi Papua Barat.

Tujuan diberlakukannya Undang Undang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua dan Papua Barat adalah untuk memberikan Perlindungan, pemberdayaan serta pemberpihakan secara hukum terhadap Orang-orang Asli Papua sebagai subjek hukum dan sekaligus objek utama dari tujuan pelaksanaan kebijakan yang bernuansa afirmatif tersebut.

Peraturan Daerah Khusus sebagaimana diketahui adalah Perdasus, merupakan bagian integral dari peraturan pelaksana pasal – pasal tertentu dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua atau yang diperbaharui kemudian melalui Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 1 Tahu 2008 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua menjadi Undang – Undang.

Perdasus dalam rangka pelaksanaan pasal – pasal khusus sebagaimana pengertiannya mengacu pada kententuan Undang – Undang Nomor 21 tentang Otsus pasal 1 huruf I yang menerangkan ; “Peraturan Daerah Khusus, yang selanjutnya disebut Perdasus, adalah Peraturan Daerah Propinsi Papua dalam rangka pelaksanaan pasal – pasal tertentu dalam undang – undang ini”.

Perdasus merupakan legislasi daerah disamping Perdasi (Peraturan Daerah Propinsi) sesuai ketentuan pasal 29 ayat (1) UU Otsus yang menerangkan bahwa “Perdasus dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama – sama dengan Gubernur dengan pertimbangan dan persetujuan MRP.  Sehingga demikian juga adanya Rancangan Perdasus tentang “tentang Persyaratan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Propinsi Papua, Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua Barat”, adalah produk rancangan legislasi dari dalam kerangka implementasi Otonomi KHusus di Propinsi Papua Barat.

Dalam draft rancangan substansi, Raperdasus dimaksud terdiri dari empat belas (14) pasal dan enam (6) BAB serta pasal penjelasan Raperdasus. Secara garis besar Raperdasus terdiri dari dua pokok pengaturan yaitu, BAB II yang mengatur “Penduduk Masyarakat Asli Papua” dan BAB III yang mengatur  “Persayaratan Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala Daerah”
  

II.           Legal Essence (Esensi Hukum)
Esensi Hukum menurut, www.artikata.com adalah hakikat atau inti dari pada hukum yang dalam arti ini dimaksudkan pada peraturan perundang – undangan, esensi hukum dimaksudkan untuk menjelaskan suatu keadaan sesungguhnya dari penerapan (implementasi) hukum termasuk Raperdasus dalam legal opinion ini.
 
Mencermati dengan serius Raperdasus tentang Persyaratan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Propinsi Papua, Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua Barat”, maka dapat mengantarkan kita pada dua esensi hukum yang harus dibenahi.

Pertama menyangkut substansi pengaturan (isi) sebagai syarat materill Raperdasus. Hal ini tidak lepas dari mencermati dari sudut pandang hukum materi muatan Raperdasus. Materi muatan (substansi) ini menjadi penting mengingat pasal 6 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 yang mengatakan “Materi muatan peraturan perundang – undangan mengandung asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, kebhinekaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertibaan dan kepastian hukum dan/atau keseimbangan, keserasian dan keselarasan” dan materi muatan Raperdasus adalah dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah atau Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf I yang menjelaskan materi muatan Perdasus “dalam rangka pelaksanaan pasal – pasal khusus” materi muatan ini tentunya menjadi mesin penggerak yang pada akhirnya akan menentukan peraturan tersebut terutama akan digerakan seperti apa dan ke arah (tujuan) mana.  

Kedua, Organ pembentuk (Legislator) sebagai syarat formal yang menghasilkan suatu produk perundang – undangan atau Perdasus. Menurut UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua pasal 6 ayat (1) “Kekuasaan legislative propinsi Papua dilaksanakan oleh DPRP” atau selanjutnya DPRPB sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2008. Selanjutnya pada pasal 7 ayat (1) mengatakan DPRP juga DPRPB bersama – sama dengan Gubernur membahas Raperdasus/Raperdasi (huruf f) dan pasal 20 ayat (1) MRP mempunyai tugas dan wewenang memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rancangan Perdasus yang diajukan oleh DPRP bersama – sama dengan Gubernur (huruf c) juga pada Bagian ke tiga pasal 38 ayat (1) sampai dengan ayat (3) PP No. 54 Tahun 2004 tentang MRP.

Tentunya dalam hal ini pisau analisisnya yaitu Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua dan atau Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua menjadi Undang – Undang juga Undang – Undnag nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undang.  

Adapun substansi sebagai legal materiil yang menjadi esensi hukum terutama termaktub dalam Bab II dan Bab III dari Raperdasus dimaksud antara lain sebagai berikut :
   
1.       Penduduk Masyarakat Asli Papua
Menurut Raperdasus ini, Penduduk masyarakat asli Papua dibagi secara sederhana ke dalam tiga bagian masing – masing :
o   Bagian Kesatu tentang asas genetika ras Melanesia Papua (Raperdasus : Pasal 2), asas genetika yang berasal dari suku – suku di tanah Papua, orang yang berasal dari perkawinan silang (asas patrilinear) ayah orang Papua dan ibu non-Papua serta orang yang berasal dari perkawinan silang yang berbasis keturunan ibu (asas matrilinear)
o   Bagian kedua orang yang diterima masyarakat adat (Raperdasus : Pasal 3) artinya orang yang diadopsi menjadi orang asli Papua berdasarkan putusan pengadilan dan atau akta kelahiran sebagai pembuktian.
o   Bagian ketiga, orang yang diakui masyarakat adat (Raperdasus : Pasal 4) orang yang diakui masyarakat adat Papua, disakralkan secara adat oleh kepala Masyarakat Adat Propinsi Papua Barat pada 10 Sepuluh tahun yang lalu dan menetap sekurang – kurangnya 12 Tahun di Wilayah Propinsi Papua Barat dan membuktikan surat pengakuan dari Lembaga Masyarakat Adat  (LMA) Propinsi Papua Barat.

Sementara itu jika menyimak relefansi Raperdasus dengan UU Otsus terdapat pada pasal 1 huruf t UU No. 21 Tahun 2001, orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku – suku asli di Propinsi Papua dan atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Selanjutnya menurut pasal 12 huruf a UU No. 21 Tahun 2001, yang dapat dipilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur adalah Warga Negara Republik Indonesia dengan syarat – syarat “orang asli Papua”.

Penyebutan “Penduduk masyarakat asli Papua” tidak diuraikan akan tetapi terdapat beberapa penyebutan di dalam pasal 1 UU Otsus seperti pasal 1 huruf p menyebutkan “Masyarakat Adat, Adalah Warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah yang terikat, setia tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi diantara para anggotanya”, pasal 1 huruf t menyebutkan “Orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun Ras Melanesia yang terdiri dari suku – suku asli di Propinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua” dan pasal 1 huruf u menyebutkan “Penduduk Propinsi Papua, yang selanjutnya disebut penduduk adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Propinsi Papua”.

Demikian penjabaran yang dapat ditemui dalam UU Otsus Papua tentang Penduduk Masyarakat Asli Papua, sementara [dimaksud juga dalam UU Otsus dalam hal ini yaitu masih tentang “Kependudukan yaitu pasal 61 ayat (2) yang mengatakan “untuk mempercepat terwujudnya pemberdayaan, peningkatan kualitas dan partisipasi penduduk Asli Papua dalam semua sektor Pembangunan Propinsi Papua memberlakukan kebijakan kependudukan” dan pasal 62 ayat (2) mengatakan bahwa “Orang Asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatakan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Propinsi Papua berdasarkan bidang pendidikan dan keahliannya”.         

2.       Persyaratan Calon Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua Barat
Sebagai persyaratan menurut Draft Raperdasus ini calon Kepala Daerah adalah ;
o     Orang asli papua
o     Beriman dan bertaqkwa kepada Tuhan yang maha esa
o     Berpendidikan sekurang – kurangnya sarjana (S1)
o     Sehat  jasmani dan rohani
o     Setia kepada Negara kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada rakyat  Penduduk Propinsi Papua
o     Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana, kecuali dipenjara karena alasan – alasan politik 
o     Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, kecuali di penjara karena alasan – alasan politik.

Dalam kaitannya dengan Undang – Undang Otsus, Persyaratan demikian juga telah dituangkan dalam pasal 12 huruf “a” sampai dengan huruf “h”. Sementara itu Raperdasus demikian memformulasikan persayarat tersebut kepada calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur pada bagian kesatu (pasal 5 dan pasal 6 RAPERDASUS), kepada Bupati dan Wakil Bupati Bagian kedua (Pasal 7 dan pasal 8), dan kepada Walikota dan Wakil Walikota bagian ketiga (pasal 9 dan pasal 10).

            
Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksudkan dalam draft Raperdasus dalam hal ini yaitu :


Menjadi entrypoint untuk dilihat dan memastikan relasi yuridis yang tepat, tentunya Raperdasus adalah Peraturan pelaksana Otsus atau Perdasus. jika menyimak pada Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua bahwa Perdasus adalah instrument peraturan yang mengatur tidak pada semua pasal dari pada Undang – Undang Otsus. Menurut pasal 1 huruf i Undang – Undang No 21 Tahun 2001 bahwa “Peraturan Daerah Khusus, yang selanjutnya disebut Perdasus, adalah peraturan daerah Propinsi Papua (juga Papua Barat) dalam rangka pelaksanaan pasal – pasal tertentu dalam Undang – Undang ini”… Ide pasal ini, telah memberikan arah yang jelas bahwa sekitar tiga belas PERDASUS wajib dibuat oleh Legislator (DPR PB) dan Eksekutif (Gubernur) adalah pasal – pasal tertentu yang mengakomodir kepentingan – kepentingan affirmative action bagi secara khusus orang asli Papua. Sedikitnya, ada sekitar tiga belas (13) Perdasus yang harus menjabari implementasi dari pada Otsus Papua Barat sehingga kepentingan affirmative action terwujud.

Namun dalam prosesnya Undang – Undang Otsus memberikan ruang pelibatan MRP untuk menjadi mitra DPR Papua Barat dalam membahas Raperdasus sebelum Raperdasus itu diparipurnakan oleh DPR PB bersama Gubernur Papua Barat. “Juga termasuk dalam hal ini tata cara memberikan persetujuan oleh MRP harus lebih dahulu ada melalui PERDASI” (lihat pasal 29 ayat (1), (2), (3) dan ayat (4) UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua.

Adanya Raperdasus tentang “Persyaratan Calon Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua Barat” harus menjadi rujukan yang memperkuat implementasi Otsus dalam mencapai target – target affirmative actionPertama, Sebagaimana dalam hal ini pasal 11 ayat (3) UU No 21 Tahun 2001 mengatakan bahwa “Tata Cara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur ditetapkan dengan Perdasus sesuai dengan peraturan perundang – undangan”. Kedua, selaras dengan UU No. 21 Tahun 2001 pasal 4 ayat (4) menerangkan bahwa “Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daeah Kota mencakup kewenangan sebagaimana telah di atur dalam peraturan perundang – undangan. Dan ayat (5) “selain kewenangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4), Daerah Kabupaten dan Daerah Kota memiliki kewenangan berdasarkan Undang – Undang ini yang diatur lebih lanjut dengan Perdasus dan Perdasi”.   Substansi pokok pasal di atas menerangkan mengenai regulasi tata cara penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Propinsi Papua (Papua Barat) juga Kabupaten/Kota yang diatur lebih lanjut. Perdasus demikian guna menyelaraskan mekanisme hukum dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta PP No. 6 Tahun 2005 yang disempurnakan dengan PP No. 17 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah.  

III.                  Konklusi Legal Opinion (Pendapat Hukum)
Dengan mengacu pada legal essence di atas maka, kami berpendapat bahwa Raerdasus tentang “Persyaratan Calon Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua Barat” sangat berpotensi menyalahi prosedur perundang – undangan. Meskipun Raperdasus tersebut miliki pijakan yuridis yang memadai terutama pasal 1 huruf t dan pasal 11 ayat (3) UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus akan tetapi masih terdapat celah penyalahgunaan – penyalahgunaan aturan yang sebagaimana tidak diperkenankan menurut asas – asas pembuatan peraturan perundang – undangan.

Perdasus seyognya menurut hukum adalah dalam rangka pelaksanaan pasal – pasal tertentu dalam Undang – Undang Otsus, terutama berkaitan dengan kewenangan – kewenangan khusus yang dimiliki Propinsi Papua berdasarkan amanat UU Otsus pasal 4 ayat (2) yang mengatakan, “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud (pada ayat (1)) dalam rangka pelaksanaan Undang – Undang Otsus, Propinsi Papua diberi kewenangan khusus berdasarkan Undang – Undanga ini” dan selanjutnya pasal 4 ayat (3) mengatakan “pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud diatur lebih lanjut dengan Perdasus/Perdasi”

Berkenaan dengan hal ini, maka sepatutnya Raperdasus ini sebelum direncanakan terlebih dahulu dibahas regulasi mengenai kewenangan organ – organ yang nantinya terlibat dalam setiap tahapan proses, seperti misalnya pelibatan MRPB (Majelis Rakyat Papua Barat), Pelibatan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Suatu produk regulasi idealnya dibentuk oleh organ yang legal dan lengkap dalam pelibatan, Perdasus tentang “Persyaratan Calon Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua Barat” harus didukung dengan syarat formal yang sesuai dengan Hukum.  Ketidaan terpenuhnya syarat dimaksud sama halnya menghindarkan suatu produk regulasi dari keabsahan, sebagaimana sesuai dengan pasal 5 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan.

Sedangkan dalam konteks Implementasi Otsus, menurut kami Perdasus “Persyaratan Calon Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua Barat” sangat berpotensi memicu tumpang tindih peraturan antara kewenangan MRPB dalam memberikan verifikai keaslian orang asli Papua terhadap calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Papua Barat.        

IV.                 Rekomendasi
Berangkat dari pandangan hukum kami, banyak hal yang perlu dilengkapi dan ditinjau kembali terhadap Raerdasus tentang “Persyaratan Calon Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua Barat”, maka kami merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut :
1). Perdasus demikian  patut dijelaskan dalam scope naskah akademik kepada publik sehingga dengan demikian dapat diniliai secara mandiri tanpa campur tangan kepentingan (politik).




Sumber : Tulisan Ini (Legal Opinion) Adalah Saya Sendiri.


Rabu, Februari 20

PANORAMA INDAH DI JALAN MENUJU KOKAS

Panorama - panorama itu mewujudkan Fak - fak sebagai Kabupaten di Selatan Propinsi Papua Barat tengah membangun ditengah isu - isu kemiskinan dan korupsi yang cukup marak terjadi di wilayah itu. 

Menurut, sumber jalan - jalan ini direnovasi beberapa tahun lalu dari sebelumnya jalan - jalan hamparan terkait kunjungan Presiden RI ke areal wilayah pengembangan ternak sapi di Bomberay, Fak Fak.

Proyek ini juga menurut info yang diperoleh akan menyerupai proyek MIFEE Merauke, namun sejauh ini proyek pengembangan ternak sapi masih simpang siur operasinya terutama tidak jelas pelibatan orang kampung sekitar yang jauh membutuhkan kesejahteraan ekonomi rumah tangga. 

Padahal warisan - warisan budaya masih alami terdapat di fak - fak, seperti cerita kisah Rumah Wiritumtumba pada gambar di samping kiri ini.