WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Selasa, Juni 30

Kejaksaan Manokwari Perlu Belajar dan Dievaluasi"

Semuel H. Yensenem (Doc Pribadi)
Peran kejaksaan Negeri Manokwari dalam penindakan tindak pidana korupsi di Propinsi Papua Barat mendapati tamparan keras mengenai profesionalitas kinerja, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Manokwari terhadap Gugatan Praperadilan dari tersangka Ir. Silas Kapisa melalui perkara Nomor : 02/Pra.Pid/2015/PN.MNK yang diajukan oleh Pemohon Yan Christian Warinussy, S.H dan Rekan melawan Kejaksaan Negeri Manokwari memberi fakta bahwa "ada kesalahan memalukan yang secara terbuka terungkap di sidang mengenai, indikasi tindakan oknum Jaksa yang justru tidak menegakan hukum dalam menyidik tindak pidana korupsi". Hakim tunggal pada sidang Praperadilan tersebut, Vabianus Watimena, S.H memutus menerima permohonan pemohon untuk sebagian. Pada amar putusan (vonis) Hakim menyebutkan "penetapan tersangka oleh Termohon (Kejaksaan Negeri Manokwari) tidak sah dan melanggar undang-undang".

Ir. Silas Kapisa dalam kasus ini, adalah mantan pejabat Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Pemerintah Propinsi Papua Barat, pada tahun 2013 ada beberapa item kegiatan LPI (Liga Pendidikan Indonesia) di Balikpapan dari delegasi atlit Propinsi Papua Barat, kegiatan ini versi Kantor Kejaksaan Negeri Manokwari terdapat temuan yang merugikan keuangan Negara setara Rp. 900 juta rupiah. Jusak Ayomi, Kasi-Intel Kejaksaan Negeri Manokwari yang sangat antusias untuk melidik dan menyidik kasus ini, Ayomi sempat memeriksa tiga orang saksi dan langsung menetapkan Ir. Silas Kapisa yang kini menjabat assisten II Setda Propinsi Papua Barat sebagai tersangka. Penyidik Kejari Manokwari, Ayomi menyebutkan bahwa "prakiraan perhitungan kerugian negara dapat dibuat oleh penyidik sendiri, tanpa permintaan audit kerugiaan negara ke kantor BPKP dan BPK RI perwakilan Papua Barat", demikian klaim pihak Kejari Manokwari.

Penetapan tersangka terhadap Ir. Silas Kapisa inipun akhirnya disebut dalam amar putusan hakim, "tidak sah" dan tersangka harus dibebaskan dari statusnya sebagai tersangka  dan memulihkan nama baiknya, terutama sebagai seorang pejabat. Beberapa fakta yang paling pokok dalam pengamatan sidang praperadilan ini yakni, Jaksa Yusak E. Ayomi tidak mampu membuktikan alibi penyidik mengenai perhitungan kerugian negara dari dana LPI 2013 pada Dispora Propinsi Papua Barat, atau paling tidak memperlihatkan berita acara perhitungan kerugian negara yang disebut penyidik jaksa. 

Salah seorang Jaksa (Maaf tidak bisa menyebut nama), yang sempat dilontarkan pernyataan pasca putusan sidang Praperadilan ini, mengatakan secara singkat bahwa "..kasus itu (Silas Kapisa,red), terlalu buru - buru mau dinaikan status menjadi tersangka, padahal harus tunggu dulu".

Kalangan aktifis LSM pun akhirnya memiliki pandangan terhadap putusan praperadilan kasus ini, dari kantor LP3BH Manokwari, Kepala Divisi Pendidikan Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia, Semuel H. Yensenem, S.H mengatakan, "ini memperlihatkan kegagalan penyidik Jaksa dalam melakukan penanganan kasus korupsi, korupsi sangat bersentuhan dengan kepentingan masyarakat banyak, maka paling tidak sebelum menetapkan seorang menjadi tersangka, penyidik mesti mempelajari terduga, juga perlu memperhatikan peraturan - peraturan terkait terutama mengenai audit". 

Om Sem, sapaan akrab melanjutkan, bahwa "kegagalan jaksa membuktikan Negara gagal memberi keadilan dan kepastian hukum, terutama terkait dengan kewenangan jaksa dalam melidik dan menyidik yang diduga terhadap seorang Silas Kapisa. "Kejaksan perlu belajar dan penting untuk benahi kembali system penyidikan di kejaksaan". 

Andris Wabdaron (Doc. Pribadi)
Sementara koordinator JAV LSM Papua Barat, Andris Wabdaron, via social media/facebook, menyebut, banyak dugaan telah terjadi kriminalisasi, yang dilakukan Jaksa terhadap tersangka, sidang praperadilan memperlihatkan beberapa keterangan saksi yang justru tidak ada kaitannya dengan penetapan status tersangka (Silas Kapisa,red)", kalau kondisi institusi penegak hukum sudah seperti begini maka keadilan akan menjauh, "akan ada banyak tersangka-tersangka baru yang belum tentu bersalah".

Andris menambahkan, bahwa beberapa pernyataan kepala Kejaksaan Negeri Manokwari tanpa bantuan BPK RI maupun BPKP adalah sangat disayangkan, "terbukti dipersidangan Jaksa tidak dapat membuktikan berita acara perhitungan kerugian keuangan negara. dari kasus ini, JAV LSM Papua Barat mendesak agar kejaksaan negeri manokwari perlu dievaluasi dan juga dapat mempertanggungjawabkan pernyataan - pernyataan yang dilontar di media lokal.

Kantor JAV LSM Papua Barat sebelumnya menilai, Kejaksaan Negeri Manokwari sengaja menghilangkan laporan penyimpangan anggaran pada KONI Pemprov. Papua Barat yang disampaikan JAV LSM Papua Barat kepada Kejaksaan Negeri Manokwari pada Oktober 2014 silam, laporan tersebut dirincikan oleh JAV LSM Papua Barat meliputi proyek pembangunan kantor KONI Papua Barat di kampung Susweni, Manokwari, sekitar Rp. 35 Miliyar dan biaya kontinggen PON XVIII Propinsi Papua Barat ke Riau sekitar Rp. 95 Miliyar. Selang waktu kemudian, Herman Harsono, S.H, kepala Kejaksaan Negeri Manokwari saat itu digantikan dengan Timbul Tamba, S.H, laporan kasus ini senyap, dan tidak pernah ditindaklanjuti oleh Kejari Manokwari hingga saat ini. ***black_fox

Sumber Posting : Sekretariat LP3BH Manokwari dan JAV LSM Papua Barat.
   

Kamis, Juni 25

"Kota Layak Anak, Pepesan Kosong Wakil Bupati Manokwari"

Manokwari, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise dalam dalam lawatan kerja ke Manokwari Propinsi Papua Barat, pada 22 – 23 Juni 2015 menyebut “Kota Manokwari belum bisa disebut Kota Layak anak”. Menteri menyebut ada 31 indikator yang harus dipenuhi oleh satu daerah (kota) baru bisa disebut sebagai kota layak anak.

Statement menteri Perempuan Papua ini menepis fakta bahwa rezim Bastian Salabai dan Roberth Hammar di Pemda Manokwari pernah mendengungkan Manokwari sebagai kota layak anak via media lokal, pada tahun 2013 silam, namun kenyataanya rezim pemerintahan ini gagal membuat sesuatu ke arah kota layak anak. Pada waktu itu, wakil Bupati Manokwari bahkan pernah diinformasikan menjadi ketua untuk proyek kota layak anak di Manokwari. 

Pada Juni 2013, Wakil Bupati Manokwari memakai anggaran daerah sempat ke Nepal guna studi mengenai kota layak anak tersebut, melanjut dari tour Nepal, pada Oktober di tahun yang sama Pemda Manokwari juga terlibat pada Rakornis kota Layak anak bersama Bapenas RI di Bandung Jawa Barat, Bapenas RI saat itu telah merekomendasikan kota layak anak di Indonesia di berbagai daerah termasuk Kabupaten Manokwari, proyek ini dalam rekomendasi Bapenas RI didanai melalui dana alokasi khusus dan dana tugas pembantuan daerah dari pusat ke daerah, “alhasil Manokwari sebagai kota layak anak hingga kini hanya pepesan kosong”.

Praktis disimpulkan bahwa, kota layak anak hanya untuk kepentingan proyek, atau sebagai euforia pribadi pejabat. Ini daftar kegagalan rezim Basaro Periode 2010 – 2015 dalam memimpin Kabupaten Manokwari.

Terakhir ini menteri Yembise dalam kunjungan ke beberapa tempat di Manokwari menyesali Lembaga Pemsyarakatan (Lapas) Manokwari yang digabungkan antara tahanan anak dan tahanan orang dewasa, RSUD Manokwari paling tidak layak untuk anak. Beberapa wilayah lain nampak juga dinilai Yembise tidak ramah terhadap anak.

Menteri Yembise rupanya tidak mengunjungi pengadilan Negeri Manokwari, padahal volume kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur meningkat tiap tahun, beberapa anak yang sebenarnya korban diseret secara paksa oleh kejaksaan untuk disidang di pengadilan dalam tuduhan penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang. ***black_fox


Sumber Posting ini diolah dari berbagai sumber, untuk kepentingan wawasan dan pengetahuan, serta wahana kemerdekaan warga untuk menyampaikan pendapat.



Minggu, Juni 21

“Kejari Manokwari Kalah Dalam Sidang Praperadilan Dugaan Korupsi”

Pengadilan Negeri Manokwari (Doc Pribadi)
Manokwari, Gugatan Praperadilan mengenai sah tidaknya penetapan tersangka yang diajukan oleh Kuasa Pemohon Ir. Silas Kapisa, Advokat Yan Christian Warinussy, S.H dan Jimmy E. Ell, S.H berhasil dimenangkan di Pengadilan Negeri Manokwari, Papua Barat.

Silas Kapisa, sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi anggaran LPI pada Dinas Pemuda dan Olahraga Propinsi Papua Barat (Dispora) tahun anggaran 2013.  Menurut Kejaksaan Negeri Manokwari, telah terjadi kerugiaan negara dari beberapa item kegiatan pada pelaksanaan LPI Perwakilan Propinsi Papua di Balikpapan.  Kerugiaan negara diduga menembus angka Rp. 900 juta rupiah.

Dalam sidang praperadilan ini, Pemohon melalui kuasa menghadirkan saksi masing-masing, Vincen Romela, Maniani, Saksi Yohanes Nauw dan Saksi Emy Yabel sementara Termohon, dari Kejaksaan Negeri Manokwari menghadirkan saksi yang sempat memberi keterangan pada penyidikan kasus ini, masing-masing, saksi Yohosua Ajai, Saksi Saflina Lambolo dan Saksi Petrosina A. Tulus.

Pada amar putusan, sidang Praperadilan ini, Majelis Hakim mengabulkan sebagian permohonan pemohon dan menolak permohonan termohon (Kejari Manokwari). Majelis hakim tunggal, Vabianus Watimena, S.H menyebutkan dalam amar putusan bahwa “penetapan tersangka oleh termohon tidak sah”, karena Jaksa tidak pernah menyertakan berita acara perhitungan kerugian negara dari penyidikan kasus ini untuk menetapkan Silas Kapisa sebagai tersangka.
  

Sementara perihal mengenai rekaman yang diduga percakapan antara oknum jaksa kejari berinisial YEA dan oknum PNS tertentu yang sempat diperdengarkan pada sesi pembuktian dari sidang ini, ditolak oleh Majelis Hakim karena bukan bagian dari pemeriksaan pokok sidang Praperadilan.***black_fox   

Jumat, Juni 19

“Bola Panas, Raperdasus Pilkada dan Ketua DPR PB Definitif”

Gedung DPR PB. (Doc Pribadi)
Manokwari, Ketua fraksi Otsus DPR Propinsi Papua Barat, Yan A. Yoteni mengeluarkan statement yang frontal terhadap sesama pejabat DPR Papua Barat lainnya, Yoteni menyebut ada “politik dagang sapi di DPR Papua Barat”, maksud dagang sapi ini untuk pembahasan Raperdasus Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Papua Barat dan Pengangkatan Ketua DPR Papua Barat definitif yang hingga kini menuai pro-kontra dikalangan elit politik itu sendiri.

Sementara itu kalangan Majelis Rakyat Papua Barat sempat mengeluh mengenai Raperdasus Pemilihan Kepala Daerah ini, mengingat Raperdasus ini berdasarkan informasi yang berkembang ada muatan norma (pasal) mengenai prasyarat keaslian orang Papua bagi kandidat yang akan maju Pemilukada, tidak hanya Pemiluakada Propinsi melainkan Kabupaten/Kota di Papua Barat pun demikian.

Menurut kabar media lokal Manokwari, Raperdasus ini tengah dibahas di Balegda DPR Papua Barat, tapi belum ada deal mengenai persetujuan di internal dewan sendiri, ada berbagai alasan yang berkembang misalnya alat kelengkapan dewan belum ada sehingga proses pembahasan Raperdasus harus molor, ada juga alasan dari beberapa kalangan DPRPB lainnya yang langsung mengambil sikap abstain terhadap Raeprdasus ini, beberapa pejabat MRP Papua Barat menuding situasi ini terhadap anggota DPR PB non-asli Papua yang punya maksud terselubung menghambat pembahasan Raperdasus untuk kepentingan kelompok mereka, termasuk pula jabatan ketua DPR Papua Barat yang tarik ulur sampai saat ini.

Padahal hasil pileg 2014 lalu menempatkan partai Demokrat sebagai partai pemenang pemilu di Propinsi Papua Barat, ironisnya pasca Robbert M. Nauw mantan pimpinan DPR PB periode 2009 – 2014 dipersiapkan untuk menjabat ketua DPR Papua Barat periode 2014 – 2019, yang bersangkutan didera kasus korupsi pinjaman keuangan PT. Padoma senilai Rp. 22 Miliyar.  Robby. Nauw, sapaan akrabnya dan beberapa pejabat DPR-PB lainnya diputus hakim pengadilan tingga Papua terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan dihukum pidana penjara antara antara 1 sampai 2 tahun pidana penjara. Meski belum sempat masuk lapas Manokwari lantaran kasus mereka tengah kasasi ke Mahkamah Agung RI.
Pengisian kursi ketua DPR Papua Barat yang menjadi milik partai demokrat itu kemudian  menjadi polemik berkepanjangan antar elit politik di Propinsi Papua Barat, polemik ini merujuk pada siapa orang asli Papua yang harus diusung partai Demokrat. Sebab diketahui Demokrat memiliki kursi yang diisi oleh anggota legislatif yang tersangkut kasus pidana korupsi, adapun salah satu pejabat demokrat yang lolos dari masalah pidana ternyata bukanlah orang asli Papua, inilah benang merah dari konstelasi politik yang berkembang di Papua Barat. Kabar angin menginformasikan bahwa DPD Demokrat Papua Barat telah mengajukan Rekomendasi melalui Gubernur Papua Barat tapi nampaknya Gubernur Atururi tidak mengambil sikap melainkan kandidat yang direkomendasikan Demokrat bukanlah orang asli Papua.

Merujuk pada UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, tidak pernah ada ketentuan pasal yang mengatur mengenai Ketua DPR Papua barat mesti orang asli Papua, Pasal 6 ayat (5) UU Otonomi Khusus Papua justru menyebut “Kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab, keanggotaan, pimpinan dan alat kelengkapan DPRP diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan”, ketentuan ini secara otomatis mengikuti mekanisme Undang-undang Susduk alias UU No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) untuk menentukan siapa yang sah menduduki kursi ketua DPR Papua Barat 2014 - 2019.***Black_Fox


Sumber posting ini diolah dari berbagai sumber media cetak lokal Manokwari

Rabu, Juni 10

"Sasi Adat Mbaham Matta Terhadap PT. Arfak Indra"

Fakfak,West Papua: "Kami orang MBAHAM MATTA, Kabupaten Fakfak terpaksa harus melakukan upacara adat (sasi sumpah adat) terhadap aktifitas HPH. PT. Arfak Indra karena kinerjanya (operasi perusahan) menghancurkan dusun-dusun pala milik masyarakat adat".

Menurut informasi dari sejumlah media on-line, keberadaan PT. Arfak Indra pada 1 april 2015 telah di protes melalui demosntrasi masyarakat adat ke DPRD Kabupaten fakfak. masyarakat mendesak agar operasi Arfak Indra segera dihentikan secara total. masyarakat juga mengungkap bahwa Arfak Indra melalui pasukan Brimob telah melakukan intimidasi terhadap masyarakat sekitar, praktis tindakan ini membangkitkan reaksi masyarakat untuk tidak menerima operasi PT. Arfak Indra di dusun mereka. Laporan Elsham Fak-fak membenarkan tindakan intimidasi oknum Brimob perusahan tersebut, awalnya Brimob hanya mengawal alat berat dari Wagura (Kaimana) ke Fakfak, Goras tetapi kemudian mulai berkuasa dan mnegintimidasi masyarakat sekitar terutama di Goras. 

Laporan Pusaka juga mengungkap, sekitar 6 - 7 hektar lahan pala milik marga wenan - weripang terancam digusur oleh PT. Arfak Indra, rubuan pepohonan pala bahkan telah digusur oleh perusahan HPH Arfak Indra untuk mengambil kayu dan terutama lalulintas alat berat dalam mengangkut kayu, ini kemudian menjadi alasan masyarakat terutama marga weripang tidak bersepakat terhadap perusahan tersebut.

Pemasangan Sumpah Sasi Adat (Doc. Tuan Mbahammatta's post)








Sumber Posting : diambil dari http://pusaka.or.id/ dan dokuemntasi foto via facebook : Guivere dan Tuan Mbahammatta's post 


Kamis, Juni 4

"Memperdasuskan Hak Masyarakat Adat Papua Untuk Tanah dan Hutan"

Bogor, Jawa Barat: Hak hak dasar masyarakat adat Papua disektor pertanahan dan hutan kini mendapati perhatian serius dari lembaga Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), lembaga MRPB giat dengan serius mendorong agar regulasi hak masyarakat adat Papua terhadap tanah dan hutan dapat direalisasi melalui adanya payung hukum Perdasus (Peraturan Daerah Khusus), sebagaimana dimaksud di dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 atau yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Perpu No. 1 Tahun 2008 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua Barat.

Berkaitan dengan rencana rancangan Perdasus tersebut di atas, MRPB bersama Yayasan Penelitian Invoasi Bumi menggelar Bimbingan Teknis (Bintek) Persiapan Perdasus Hak atas Tanah Komunal Propinsi Papua Barat di Hotel - Novotel, Bogor - Jawa Barat, selama dua hari, dari tanggal 2 - 3 Juni 2015. Bintek ini menghadirkan keynote speaker, yakni Bupati Kabupaten Fakfak Bapak M. Uswanas dan Bupati Kabupaten Sorong Selatan, Drs. Otto Ihalauw, MA. 

Bupati Fakfak pada kegiatan ini kepada MRPB lebih banyak mencurahkan pendapat terkait dengan kondisi lokal Kabupaten Fakfak yang kerap dirugikan akibat investasi perusahan - perusahan kayu yang mengakses ijin melalui kementrian pusat. Bupati Uswanas juga menyinggung masalah tapal batas antara Pemerintah Kabupaten Fakfak dan Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni yang tidak kunjung tuntas.

Berbeda dengan Bupati Fakfak, Bupati Kabupaten Sorong Selatan lebih banyak mengungkap prospek investasi sagu yang dikembangkan di wilayah Kabupaten Sorong Selatan dan beberapa capain Pemda Kabupaten Sorong Selatan di sektor pendidikan terutama kampus Aknes. Bupati Otto Ihalauw menyambut baik kegiatan Bintek dan sangat mendukung realisasi dari rencana Raperdasus pada bintek tersebut.

Kegiatan Bintek ini juga melibatkan Koalisi LSM di Manokwari - Papua Barat, tim Koalisi LSM banyak memberi andil melalui pokok-pokok pikiran strategis yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat adat kepada Yayasan Inovasi Bumi dan Majelis Rakyat Papua Barat.

Sesi akhir dari Kegiatan Bintek ini, disepakati pembentukan tim independen yang akan merumuskan rencana penyusunan konsep Raperdasus pada kegiatan Bintek ini dan akan mendiskusikan dengan Majelis Rakyat Papua Barat.***Black_Fox