WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Minggu, Oktober 30

"Wajah Calon Gubernur Papua Barat Untuk Pilgub 2017"

Doc Gambar by. kpupb
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Barat, pada Senin, 24 Oktober 2016, resmi telah mengumumkan tiga orang pasangan kandidat Gubernur Propinsi Papua Barat, masing-masing yakni : Dominggus Mandacan dan Mohamad Lakatoni, Pasangan Irene Manibuy - Abudalah Manaray, dan pasangan Stepanus Malak - Ali Hondom. Para kandidat ini dipastikan akan bertarung untuk memperebutkan kursi Papua Barat 1 untuk masa periode 2017 - 2022, pertarungan diatur ke dalam Pemilukada serentak secara nasional jilid II pada, 15 Februari 2017 mendatang, Pemiluakada ini diumumkan KPU RI mengikutsertakan 7 Propinsi, 18 Kota dan 76 Kabupaten Se-Indonesia. 

Di Propinsi Papua Barat, wajah ketiga kandidat ini tidak asing oleh masyarakat awam, meskipun kandidat wakil jarang dikenal meluas tetapi tiga putra - putri terbaik Papua Barat ini (Dominggus Mandacan, Irene Manibuy dan Stepanus Malak) cukup dekat dan dikenal oleh masyarakat wilayah kepala burung, Papua Barat.

Dominggus Mandacan

Dominggus Mandacan (Doc Foto Ist)
Dominggus Mandacan, Mantan Bupati Manokwari dua periode ini dikenal sebagai kepala suku besar arfak, suku yang paling besar dan tersebar di sekitar 8 Kabupaten di Propinsi Papua Barat, Mandacan juga mantan penjabat Bupati Pegunanungan Arfak dan pernah maju sebagai calon Gubernur Propinsi Papua Barat Periode 2011 - 2016 silam. Kebanyakan masyarakat mengungkap salah satu prestasi Dominggus Mandacan semasa memimpin Manokwari, diantara Perda Miras, Raperda Kota Injil dan juga Raperda Logo dan Lambang Daerah Kabupaten Manokwari yang dihasilkan pada tahun 2007 silam, namun masih membekas hingga hari ini. 

akhirnya, Partai partai politik ini kemudian memilih untuk mengusung Dominggus Mandacan dan Muhammad Lakatoni (DOAMU) untuk maju tahun 2017.
- Partai Nasdem
- Partai PDIP
- Partai PAN

Irene Manibuy

Irene Manibuy (Doc Foto Ist)
Dia menjadi perempuan Papua pertama yang maju mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Propinsi Papua Barat pada tahun 2017 mendatang. Manibuy adalah mantan anggota DPD [Dewan Perwakilan Daerah] asal Papua Barat periode 2009 - 2014, dia juga kader Golkar. Pada tahun 2015, dia ditunjuk melalui mekanisme partai politik menggantikan Almahrum Wakil Gubernur Papua Barat saat itu, Rahimin Katjong yang meninggal dunia untuk menjabat sebagai Wakil Gubernur Propinsi Papua Barat untuk sisa masa bakti, 2015 - 2017.

Dia petahana yang maju sendirian setelah Gubernur Propinsi Papua Barat saat ini Abraham O. Atururi dipastikan tidak mencalonkan diri untuk tahun 2017. Wanita yang lahir di Bintuni pada, 19 Februari 1962 ini kemudian memilih berpasangan dengan Abdulah Manarai disebut (sink:IMAN) ini kemudian diusung oleh parati-partai berikut :
- Hanura
- PKB
- PPP
- dan PKS

Stevanus Malak

Stevanus Malak. (Foto Ist)
Seorang pria asal Sorong ini, pernah menduduki kursi wakil Bupati Sorong dan juga 2 periode kursi Bupati Sorong. semasa menjabat, dia disebut -sebut oleh berbagai kalangan di Sorong berprestasi dalam meningkatkan pendapatan perkapita Kabupaten Sorong yang cukup besar. Malak adalah sosok yang paling akrab dengan keluarga Kawanua Sorong, sehingga dipastikan tahun 2017 nanti kantong suara sulawesi uatara dapat direbutnya.

Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB) memberi penilaian, Malak termasuk Kepala Daerah yang sukses memajukan daerahnya. Malak adalah sosok yang melakukan terobosan pendidikan gratis/bersubsidi bagi anak SD - SMA di wilayah Kabupaten Sorong. 

Malak kemudian diusung oleh partai partai politik berikut ini untuk maju di tahun 2017 :
- Partai Demokrat
- Partai Golkar.

Demikian wajah calon Gubernur Papua Barat, periode 2017 - 2022.***Black_Fox

Sumber Posting ini diolah dari berbagai sumber media cetak dan media on-line.


  




Kamis, Oktober 13

“Mengenal Marshall Islands, Negara Yang Peduli West Papua”


Flag of the Marshall Islands
Terdiri dari 29 atol dan 5 pulau, Marshall Islands merupakan Negara kecil di gugus kepulauan Micronesia, Samudera Pasific. Marshall Islands (Kepulauan Marshal) adalah nama yang berikan oleh British Naval Captain (Kapten AL Inggris) Jhon Marshall pada tahun 1788, tetapi Marshall Islands tidak terus diokupasi menjadi daerah koloni inggris.

Pada tahun, 1885 Jerman pernah terlibat konfrontasi militer dengan Spanyol di Pulau ini, Spanyol takluk dan Jerman sempat menguasai Marshall Islands. 

Di tahun 1914 ketika mulai pecah World War I [Perang dunia pertama], Jepang masuk dan mengokupasi kepulauan Marshall, Jepang membangun based military di pulau ini yang mengakibatkan konflik militer harus pecah antara Jepang dan Armada tempur Amerika yang menggeserkan armada pertahanan ke pacific untuk dikuasai, nanti di tahun 1944 barulah US/Amerika sukses menggusur Jepang keluar dari Marshall Islands.

 
map_of_marshall_islands

Sewaktu Amerika menduduki Marshall Islands, berbagai kegiatan militer dioperasikan di kepulauan ini, terutama selama berlangsung perang dunia I – II bahkan hingga sampai saat ini, berbagai uji coba program senjata nuklir, bom hidrogen dan misil penghancur milik militer Amerika menjadi saksi bagi kepualan ini, terutama di pulau Bikini dan Eniwetok, kemungkinan juga Bom Atom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasakhi Jepang 1945 dipasok dari Marshall Islands. 

Ditahun 1947, Marshall Islands resmi menjadi wilayah control administrasi Amerika sampai dengan tahun 1979 barulah US melepas control secara longgar untuk memerdekakan Marshall Islands menjadi state sougvernity Negara berdaulat.  dan seterusnya 1986, Pemerintah US dan Marshall Islands terlibat dalam penandatanganan “a compact of free association, yang mengisyaratkan Amerika tetap menggunakan beberapa pulau dari Marshall Islands sebagai basis untuk program – program militer dan pangkalan militer termasuk di pulau Kwajelin tetap dapat dimiliki oleh Amerika.     

Marshal Islands menjalankan ibu kota pemerintahannya di Atol Ebeye, yang berlokasi di pulau Majuro, bentuk pemerintahan Republik, mata uang US Dollar dan English sebagai bahasa resmi Negara serta lagu kebangsaan “Forever Marshal Islands”, Penduduk Negara ini diprediksi sekitar 25.500 jiwa.

Masalah Internal dan Kepedulian Terhadap West Papua
Marshall Islands adalah Negara yang cukup parah menghadapi masalah climate chances perubahan iklim yang dewasa ini menerpa bumi, sebagaian dari atol-atol kepulauan dari Negara ini terancam hilang dari peta dunia, beberapa pakar mengungkap diatas 2040 sebagian besar atol di Marshal Islands dapat lenyap. Tetapi pemerintah Negara ini mempunyai kepedulian yang besar sekali terhadap penduduk west Papua yang mengalami pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Ms. Hilda C. Heine (Foto IST.)
Hilda C. Heine, Presiden Marshall Islands adalah pemimpin yang mewakili kepulauan ini untuk bersuara terhadap United Nation terhadap apa yang dialami penduduk pribumi west Papua.
“karena pentingnya Human Rights bagi Negara kami, saya meminta dewan HAM PBB untuk menginisiasi investigasi yang kredibel atas pelanggaran HAM di West Papua....”

 

Demikian kutipan teks pidato, presiden Marshall Islands, secara prinsip mungkin saja Marshall Island berpandangan bahwa climate chances yang dihadapi negaranya bisa saja akibat dari pelanggaran hak-hak masyarakat di Papua terutama penebangan liar, perluasan hutan konservasi dan APL dari hutan lindung di Papua telah menimbulkan masalah mencairnya es dikutub yang lalu membawa bagi Negara-negara kepulauan di pacific.

Thank you Ms Heine and also our brothers and sisters in Marshall Islands, we always prayer for God to protect and blessed you all everytime, your support for the human rights who was make us to feels we are the realy brotherhood.***Black_Fox

Sumber Posting ini diolah dari berbagai sumber on-line media
hanya untuk persahabatan dan hak asasi manusia.



Kamis, Oktober 6

“Tak Ada Musyawarah Mufakat Untuk Kasus HAM Papua”


(Gambar Cover Buku DR. Suparman Marzuki)
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Jenderal Wiranto, pada kamis, (6/10) membuat pernyataan bahwa “penyelesaian masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanah akan dapat ditempuh dengan jalan musyawarah dan mufakat”. 

Pernyataan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan ini kemudian di kecam oleh sejulah aktifis melalui medsos diantanranya, akun Facebook, Frederika Korain menyebut, “wah, musyawarah mufakat demi melestarikan kejahatan Negara? Apakah sudah tidak ada ahli hukum Hak Asasi Manusia di Indonesia lagi yang bisa kasi pandangan ke pemerintahnya ? makin kalap dan gagal. Paham#.

Diposting yang sama akun @Denny Jigibalom mengatakan “di depan bicara musyawarah mufakat, tapi dibelakang intimidasi, penculikan dan pembunuhan berjalan lancer, Indonesia negeri dongeng seh..  Akun @Eliakim Sitorus, “ini bahasa bahasa pengecut, berani berbuat, takut bertanggungjawab”. Melalui akun Sonia Parera-Hummel mengatakan, “He ? enak aja, nyawa manusia dijadikan tema mufakat ? apa yang bisa disepakati ?

Diposting @Ferderika Korain juga akun blog ini, @Moneste Mon memberi pernyataan, “dasar hukumnya (undang-undang) apa musyawarah ? atau seblaiknya Negara yang lebih dulu bermusyawarah untuk melakukan pelanggaran HAM ? Pak Wiranto, orang TNI tahu, bagaimana perintah komando bukan sebuah musyawarah, ini justru keadaan yang akan membuat Nara Marsista putar otak untuk pake tuduhan apa lagi ke pacific.

Advokat senior dan pembelah Hak Asasi Manusia di Tanah Papua, Yan Christian Warinussy, S.H dalam release mengecam keras pernyataan Menkopolhukam, Wiranto. Pak Yan menyebut, “persoalan pelanggaran hak asasi manusia di dalam konteks Negara hukum Indonesia tidak bisa diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat, apalagi secara adat. Ditegaskan juga bahwa penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua harus ditempuh melalui jalan yudisial, yaitu proses hukum sampai ke pengadilan HAM, dengan didasarkan kepada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan pasal 44 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua.***Black_Fox


Rabu, Oktober 5

"Mengenal Tuvalu, Negara Yang Ikut Berbicara Tentang West Papua Di UN"

(The National Flag of Tuvalu) Doc.Ist
Tuvalu, adalah state (negara) berdaulat dengan bentuk pemerintahan "monarkhi konstitusional", ini merupakan salah satu negara kepulauan di Samudera Pasifik. Penduduk Tuvalu berasal dari kelompok  ras Polinesia, diperkirakan saat ini penduduk pribumi (indigenous peoples) di Tuvalu sekitar 10 ribu jiwa. Pulau Funafuti menjadi pusat pemerintahan Negara yang disebut sebagai Ibu Kota Negara Tuvalu.

Tuvalu adalah bekas jajahan Britania Raya/Inggris (UK),  yang baru memperoleh kemerdekaanya sebagai state berdaulat pada 1 Oktober 1978. Tuvalu memiliki mata uang (Kurs) yaitu, Dollars Australia (AUD) Tuvalu, lagu "Tuvalu Mo Te Atua" menjadi lagu kebangsan negara ini, dan bahasa resmi negara adalah "English" dan bahasa lokal penduduk Tuvalu.


Funafuti Atoll Intl Airport (IATA CODE: FUN)
Tuvalu dalam sejarah World War II, adalah wilayah yang pernah dipakai oleh US (America) sebagai basis tempur menghadapi kekuatan Jepang. tercatat pada bulan Oktober 1942, US Army menggunakan Funafuti island dan membangun lapangan terbang, bunker dan berbagai fasiliter militer lainnya disitu untuk menghadapi Jepang yang pada saat bersamaan tengah menguasai wilayah utara, Gilbert Islands (sekarang Negara Kiribati).


Nauty Primary School/Siswa SD Di Tuvalu (Foto Ist)
Tuvalu adalah negara yang memiliki atols paling menawan di dunia, dengan terdapatnya paling kurang enam atolls di wilayah ini.

Pada, 23 September 2016, Di New York, US, dalam UNGA (United Nation General Assembly), Tuvalu termasuk salah satu dari negara-negara lainnya tetangga west papua di pasific yang dengan tegas menyatakan keprihatinan mendalam atas pelanggaran HAM yang terjadi di West Papua sepanjang bergabung dengan RI.


Berikut kutipan teks pidato Perdana Menteri Tuvalu, Enele Sesene Sopoaga tentang West Papua di UN :

"Pelanggaran HAM Di West Papua dan kehendak mereka untuk mendapatkan Hak Penentuan Nasib Sendiri, adalah kenyataan. Kenyatan itu tidak boleh terus menerus diabaikan oleh Negara besar dan aula hebat ini. Badan ini harus memperhitungkan, tidak boleh mmebiarkan tindakan-tindakan yang bersembunyi dibalik topeng "non-intervensi" dan kedaulatan, sebagai alasan untuk tidak bertindak apa-apa".


Thank you, Ms Enele S. Sopoaga, we always pray for your country, your peoples as our brothers who lived in Tuvalu. God Blessed your sea, islands, the governance and all peoples. ***Black_Fox.

Notes: This posting taken from the source, wikipedia.org and the other on-line media.


Selasa, Oktober 4

"Phobia Isu Human Rights West Papua"


 




Phobia berasal dari bahasa Yunani "Phobos", yang mengandung pengertian, "lari, ketakutan, atau panik yang hebat". Sedangkan untuk penjelasan phobia sendiri, "adalah keadan ketakutan atau kepanikan yang sangat hebat, tanpa sebab kepada sesuatu, bisa berupa benda, orang, ataupun sesuatu kegiatan yang sebenarnya tidak berbahaya jika dipandang oleh orang lain. 

Pendefinisian diatas inilah yang dicobai oleh blog ini untuk menggambarkan isu Human Rights (HAM) di West Papua, oleh Pemerintah Indonesia terhadap adanya pidato - pidato Human Rights di United Nation.

Human Rights sesungguhnya isu yang biasa bahkan menjadi bagian dari sistem law enforcement, termasuk kegiatan public service dari Pemerintah ke rakyat. Membuat berbagai produk hukum di Indonesia bahkan mdiharuskan memperhatikan adanya jaminan Human Rights pada sistem hukum, entah vertikal ataupun horizontal. apalagi Indonesia yang dinyatakan sebagai state of democracy, tentunya prinsip negara demokrasi sangat mengharusnya adanya to protect and to respect against the human rights.

Lantas,....
so why, Isu HAM West Papua at the international level menjadi Phobia bagi Indonesia ? sehingga dengan berbagai pola dikemas untuk meredam this issues from the local, national and the internationals.  

For the example, social media (Facebook) mengulas pro-kontra yang hebat dalam suasana Phobia mengenai this issues,  berbagai media on-line lainnya sangat senang memakai headline "DIPLOMAT CANTIK INDONESIA TAMPAR 6 PEMIMPIN NEGARA" dan lainnya lagi jenis headline yang menyebut soal kecantikan diplomat wanita, layaknya kontes missworld digelar oleh Deplu RI. inilah Phobia yang dimaksudkan disini sangat nampak, media berdasarkan undang-undang Pers yang seharusnya memberitakan fakta disetting ikutan Phobia Human Rights sehingga tidak memberitakan report Pidato yang dialamatkan pada Pemerintah RI.

Padahal tidak akan terjadi apa-apa pada West Papua jika ke-enam, ke-tujuh atauke-delapan pemimpin Negara yang mempidatokan Human Rights situation di west Papua. Pemberitaan-Pemberitaan Diplomat cantik justru menampilkan irasional terhadap sesuatu, atau humant rights situation.

Suatu irasionalitas tindakan akibat phobia ditemukan dalam pengertian bahwa hal ini terjadi lebih cenderung diakibatkan pada trauma masa lalu, and So, jika itu masalahnya, the next question, apa yang menjadi trauma masa lalu about human rights situation di Papua ? ada hal danger apa ? yang pernah terjadi hingga menimbulkan Phobia kini.***Black_Fox