Oleh Simon Banundi
Tulisan sederhana ini, yang terutama hanya
sekedar pandangan salah seorang (Papua) terhadap buku Freeport catatan pribadi Chappy
Hakim, dan berikutnya saya sendiripun hanya civil community yang coba
membaca Freeport menurut beberapa pandangan orang yang terlibat langsung maupun
tak langsung di Freeport. Saya merasa perlu mengkonstruksikan dalam setiap
narasi demi narasi yang pada akhirnya tercipta solusi, bukan polusi masalah dan
konflik yang terus berkepanjangan di bumi amungsa dan sekitar Kawasan di Papua.
Di blog saya (banundisimon.blogspot.com) sebelumnya
ada beberapa tulisan saya terkait Freeport, saya perlu jujur bahwa saya bukan
pengamat atau ahli tertentu terkait operasional perusahan ini dan berbagai
aspeknya, tetapi saya cuma melepaskan saja apa yang ada dipikiran saya ke
tulisan, agar tidak lenyap dan berlalu akibat berbagai kesibukan saya. termasuk
salah satunya tulisan kali ini “Freeport, versi Chappy Hakim” yang
diambil dari judul asli buku “Freeport Catatan pribadi Chappy Hakim”,
coretan-coretan yang hanya untuk meringkas secara singkat apa sesungguhnya materi
dari buku sang mantan Presiden Direktur PT Freeport ini. Dan tentunya hanya dua
hal saja, kelebihan dan kelemahan buku ini, saya kira para literatur lainnya
jika memiliki buku ini, mungkin bisa menyediakan resensi dan penilaian yang
lebih akurat dari saya.
Saya mulai dari kelebihan buku ini sebelum
membahas kelemahannya, buku terbitan PT. Kompas Media Nusantara ini yang paling
unggul yaitu penulisnya sendiri Chappy Hakim, seorang purnawiran TNI AU yang
pernah menjabat posisi nomor satu di PTFI, lalu dua tahun kemudian pasca resign
dari cuma tiga bulan jabatannya (November 2016 – Februari 2017), ia menulis
Kembali apa yang dialaminya di PTFI. Bagi saya, entahlah, sebab dari sekian
banyak Mantan Presiden Direktur Freeport jarang ada yang mau luangkan waktu menulis
pengalamannya memimpin perusahan yang paling banyak kontroversinya di Papua.
Chappy Hakim menulis apa yang dia sebutnya “menceritakan pengalaman, dengan
fokus pada realitas, fakta serta data yang dialaminya sendiri di Freeport”,
dia juga mengaku untuk tidak membantah kesan negative Freeport yang berkembang
selama ini, disinilah kelebihan paling utama dari Buku ini.
Salah satu tugas yang diemban Chappy Hakim dari
pengalamannya yang berkesan yaitu gelombang perpanjangan kontrak antara Freeport
Mc-Morran (FCX) dan RI, Chappy Hakim rupanya seperti sosok paling labil yang
diutus untuk menetralisir suasana Jakarta dan Freeport, padahal setahun
sebelumnya baru terjadi heboh kasus “Papa Minta Saham”. Chappy Hakim
menuliskan, penugasan dirinya sesungguhnya cuma mengatarkan PTFI dalam
perpanjangan kontrak bersama Indonesia dengan hasilnya win-win [hal 27].
Gelombang perpanjangan kontrak ditandai dengan
penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang pelaksanaan usaha
pertambangan mineral dan batu bara, turunan dari UU Nomor 4 tahun 2009 tentang
Minerba. Dititik ini, Chappy Hakim memilih menempatkan dirinya sebagai
negarawan sejati yang bukan job seeker (lamar kerja) atau pemburu rente,
dia berkomitment tidak akan berkhianat lawan negara jika kebuntuan negosiasi
Freeport dan Jakarta mengalami dispute (sengketa) yang kemudian berakhir
di meja Arbitrase Internasional. Indonesia bakal kalah, Chappy Hakim
mengakui hal itu terang-terangan [Hal 49 - 51].
Kelebihan lainnya lagi, Chappy Hakim justru
menyebutkan salah persepsi jika menyebutkan “Tembagapura sebagai tambang emas
terbesar di dunia” pengertian ini salah, sebab Tembagapura adalah tambang tembaga
yang di dalam tembaga memang mengandung emas dan perak, komposisi sederhana
untuk melihat keadaan ini adalah misalnya, 1 ton bongkahan tanah (ore) yang
digali di Tembagapura terdiri dari 97% tailing atau sampah, 3% ore tersebut,
itulah yang mengandung tembaga, di dalam tembaga 3% itu diperoleh nol koma
sekian persen emas dan nol koma sekian persen perak, sehingga kalau beredar
penjelasan bahwa Tembagapura merupakan tambang emas terbesar di dunia maksudnya
adalah tambang tembaga yang memiliki kandungan emas terbesar di dunia, tambang
tembaga yang memiliki kandungan emas dan perak. [Hal 42]
Seperti itu, kelebihan dari buku ini, saya
lanjut pada kelemahan dari buku ini, pertama, saya justru bertanya bagaimana
mungkin seorang Chappy Hakim bisa tidak mengetahui
latar belakang dikeluarkan PP Nomor 1 tahun 2017 menjelang perpanjangan kontrak
yang sudah didepan mata ? kalaupun ini menjadi syarat tambahan karena indonesia
merugi selama ini, mengapa mereka tidak sadar jika PTFI bisa membawa Indonesia
ke arbitrasi seandainya ada dispute, sebab klausul itu ada pada Kontrak
sebelumnya.
Berikutnya Chappy Hakim, mungkin tahu sedikit
detil mengenai Kasus Papa Minta Saham, tapi itu bukan urusannya sehingga
memilih no comment di buku ini, padahal dia bisa tulis sebagai sumbangan
positif kepada masyarakat sipil. Mengapa bagi saya dia mungkin tahu, karena dia
mengganti koleganya sesama mantan orang TNI AU Maroef Syamsudin yang terlibat
“Kasus Papa Minta Saham” bersama Setya Novanto, Ketua DPR RI saat itu. Atau setidaknya
dia memahami mengapa tidak ada orang lain, sehingga ia yang dipilih menggantikan
Maroef di PTFI.
Kelemahan ketiga, Chappy Hakim terlihat cukup
jelas digeser arus kepentingan, sehingga dia sendiri tidak mampu bagaimana cara
memulai menulisnya, dia kemudian membatasi diri dalam tulisannya catatan
pribadi seorang mantan Presdir PTFI. Misalnya, kalau saya di posisi Chappy
Hakim, saya justru akan menulis bagaimana saya dihubungi oleh siapa untuk
diangkat menjabat Presdir PTFI dan Ketika saya merasa oleh karena apa maka
pilihan pengunduran diri saya adalah jalan terbaik, sejarah mencatat kalau Ali
Budiharjo merupakan orang Indonesia yang paling terlama (13 tahun) menduduki
kursi Presiden Direktur Freeport, sebaliknya Chappy Hakim adalah orang paling
singkat yang menduduki kursi Presiden Direktur PTFI yaitu hanya selang tiga
bulan. Semoga saja ada yang bisa menulis sedikit kekurangan dari Chappy Hakim.
Terakhir, patut dan layak berterima kasih juga
kepada Chappy Hakim yang berani
menyediakan catatan pribadinya ke dalam buku yang akan menjadi konsumsi public seluruh
Indonesia dan masyarakat Papua. @Mnst
Menjelang senja, awal Februari 2021