Kementrian Keuangan RI menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 22/PMK.07/2013 tentang alokasi tambahan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas (DBH SDA Migas). sesuai Peraturan Menteri tersebut, Propinsi Papua Barat akan memperoleh Rp. 415.619.459.000.00, menurut siaran pers yang dirilis situs www.setkab.go.id yang dipublish melalui siaran pers, kepala biro dan layanan informasi Kemenkeu Yudi Pramadi, penyaluran DBH SDA Migas untuk Propinsi Papua dilaksanakan dalam rangka Otonomi Khusus dilakukan per-triwulan.
the posting for this blog taken by the principles, "everyone have the rights to freedom on expression and opinion ".. Posting blog ini mengambil prinsip, setiap orang berhak untuk berbicara dan menyampaikan pendapat" (ICCPR, UUD 45 article 28, UU RI No. 12 tahun 2005, UU RI. No. 9 tahun 1998 dan UU RI No. 39 tahun 1999)
Rabu, Februari 27
Selasa, Februari 26
PERANG KEPENTINGAN DBH PAPUA BARAT
Dana Bagi Hasil (DBH) Oleh Gubernur Propinsi Papua Barat, Abraham O. Atururi di sebut di makan (Korupsi) oleh PNS Propinsi Papua Barat sendiri. Harian lokal Manokwari, Media Papua (26/02/2013) Menuliskan Judul "Gubernur Akui Banyak Oknum PNS Suka Gelapkan DBH".
"....... Mau bicara soal bagi hasil ?, ya,. barang itu sudah ada. hanya saja banyak oknum PNS Papua Barat yang tukang tipu dengan terus menerus memakan uang bagi hasil itu, kata Gubernur.
Kondisi demikian menjadi sarat kepentingan, mengingat pernyataan Gubernur tersebut keluar pada saat yang bersamaan tengah dibahas Raperdasus Dana Bagi Hasil. hal ini mengindikasikan Draft Raperdasus tersebut yang mengalami stagnasi sekian lama. DBH sejatinya merupakan wacana hangat yang terkesan ditutupi dari perhatian publik termasuk pembahasan soal prosentasi maupun regulasi terkait DBH.
apa, yang diutarakan Gubernur Papua Barat di atas sebelumnya DPR Papua barat nampak getol dalam mensosialisasi Draft Raperdasus DBH, Jimy Demianus Itje salah satu anggota Pimpinan DPR PB Periode 2009 - 2014 pada kesempatan Sosialisasi Raperdasus DBH di Kabupaten Teluk Bintuni beberapa bulan lalu mengatakan, "Kami di Dewan siap mundur dari jabatan, jika Raperdasus ini gagal, kami juga akan menyampaikan ke rakyat jika ada anggota dewan yang menolak menyetujui Draft Raperdasus ini.
DBH secara politis adalah sumbuh pemicu perang kepentingan war of the interest menjelang Pemilu 2014, banyak tangan akan ikut masuk menjamah isu bagi hasil yang dikemas dalam wacana pro rakyat. Hal ini memperlihatkan benang kasut soal maju mundurnya pembahasan Raperdasus DBH supaya menguntungkan dan tidak menguntungkan sangat ditentuntan kepentingan alias bukan lagi Prolegda tahunan dewan.
Senin, Februari 25
RAPERDASUS PERSYARATAN CALON KEPALA DAERAH PROPINSI PAPUA BARAT
LEGAL OPINION
Terhadap
Rancangan Peraturan Daerah
Khusus Provinsi Papua Barat
Nomor …… Tahun 2012
Tentang Persyaratan Calon
Kepala Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi Papua Barat
Serva
ordinem et ordo servabit te :
“layanilah
peraturan maka peraturan pun akan melayanimu”
I.
Pengantar
Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus bagi Propinsi Papua yang telah pula diberlakukan sebagai payung hukum
bagi Propinsi Papua Barat berdasarkan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang [Perpu] Nomor 1 Tahun
2008 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus Bagi Propinsi Papua Menjadi Undang Undang. Dengan demikian rujukan
juridis bahwa Otonomi Khusus [Otsus] yang merupakan kebijakan Afirmatif Action bagi orang asli Papua
di Tanah Papua telah sah berlaku sebagai landasan yuridis tidak saja di
Propinsi Papua, tetapi juga di Propinsi Papua Barat.
Tujuan diberlakukannya Undang Undang Otonomi Khusus
bagi Propinsi Papua dan Papua Barat adalah untuk memberikan Perlindungan,
pemberdayaan serta pemberpihakan secara hukum terhadap Orang-orang Asli Papua
sebagai subjek hukum dan sekaligus objek utama dari tujuan pelaksanaan
kebijakan yang bernuansa afirmatif tersebut.
Peraturan
Daerah Khusus sebagaimana diketahui adalah Perdasus, merupakan bagian integral
dari peraturan pelaksana pasal – pasal tertentu dalam Undang – Undang Nomor 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua atau yang diperbaharui
kemudian melalui Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 1 Tahu 2008 tentang
Perubahan atas Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Propinsi Papua menjadi Undang – Undang.
Perdasus
dalam rangka pelaksanaan pasal – pasal khusus sebagaimana pengertiannya mengacu
pada kententuan Undang – Undang Nomor 21 tentang Otsus pasal 1 huruf I yang
menerangkan ; “Peraturan Daerah Khusus, yang selanjutnya disebut Perdasus,
adalah Peraturan Daerah Propinsi Papua dalam rangka pelaksanaan pasal – pasal
tertentu dalam undang – undang ini”.
Perdasus
merupakan legislasi daerah disamping Perdasi (Peraturan Daerah Propinsi) sesuai
ketentuan pasal 29 ayat (1) UU Otsus yang menerangkan bahwa “Perdasus dibuat
dan ditetapkan oleh DPRP bersama – sama dengan Gubernur dengan pertimbangan dan
persetujuan MRP. Sehingga demikian juga
adanya Rancangan Perdasus tentang “tentang Persyaratan Calon Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Propinsi Papua, Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua Barat”,
adalah produk rancangan legislasi dari dalam kerangka implementasi Otonomi
KHusus di Propinsi Papua Barat.
Dalam
draft rancangan substansi, Raperdasus dimaksud terdiri dari empat belas (14)
pasal dan enam (6) BAB serta pasal penjelasan Raperdasus. Secara garis besar
Raperdasus terdiri dari dua pokok pengaturan yaitu, BAB II yang mengatur
“Penduduk Masyarakat Asli Papua” dan BAB III yang mengatur “Persayaratan Calon Kepala Daerah dan Calon
Wakil Kepala Daerah”
II.
Legal Essence (Esensi Hukum)
Esensi
Hukum menurut, www.artikata.com adalah hakikat atau inti dari pada hukum yang
dalam arti ini dimaksudkan pada peraturan perundang – undangan, esensi hukum
dimaksudkan untuk menjelaskan suatu keadaan sesungguhnya dari penerapan
(implementasi) hukum termasuk Raperdasus dalam legal opinion ini.
Mencermati
dengan serius Raperdasus tentang Persyaratan Calon Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Propinsi Papua, Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua Barat”, maka
dapat mengantarkan kita pada dua esensi hukum yang harus dibenahi.
Pertama menyangkut substansi
pengaturan (isi) sebagai syarat materill Raperdasus. Hal ini tidak lepas dari
mencermati dari sudut pandang hukum materi muatan Raperdasus. Materi muatan
(substansi) ini menjadi penting mengingat pasal 6 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004
yang mengatakan “Materi muatan peraturan
perundang – undangan mengandung asas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan,
kekeluargaan, kenusantaraan, kebhinekaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam
hukum dan pemerintahan, ketertibaan dan kepastian hukum dan/atau keseimbangan,
keserasian dan keselarasan” dan materi muatan Raperdasus adalah dalam
rangka pelaksanaan Otonomi Daerah atau Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf I yang menjelaskan materi muatan Perdasus “dalam rangka pelaksanaan pasal – pasal
khusus” materi muatan ini tentunya menjadi mesin penggerak yang pada
akhirnya akan menentukan peraturan tersebut terutama akan digerakan seperti apa
dan ke arah (tujuan) mana.
Kedua, Organ pembentuk (Legislator)
sebagai syarat formal yang menghasilkan suatu produk perundang – undangan atau
Perdasus. Menurut UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua pasal 6 ayat (1)
“Kekuasaan legislative propinsi Papua dilaksanakan oleh DPRP” atau selanjutnya
DPRPB sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2008. Selanjutnya pada pasal 7 ayat (1)
mengatakan DPRP juga DPRPB bersama – sama dengan Gubernur membahas
Raperdasus/Raperdasi (huruf f) dan pasal 20 ayat (1) MRP mempunyai tugas dan
wewenang memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rancangan Perdasus
yang diajukan oleh DPRP bersama – sama dengan Gubernur (huruf c) juga pada
Bagian ke tiga pasal 38 ayat (1) sampai dengan ayat (3) PP No. 54 Tahun 2004
tentang MRP.
Tentunya
dalam hal ini pisau analisisnya yaitu Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua dan atau Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2008
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 1 Tahun
2008 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus bagi Propinsi Papua menjadi Undang – Undang juga Undang – Undnag nomor
10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undang.
Adapun
substansi sebagai legal materiil
yang menjadi esensi hukum terutama termaktub dalam Bab II dan Bab III dari
Raperdasus dimaksud antara lain sebagai berikut :
1.
Penduduk Masyarakat Asli Papua
Menurut
Raperdasus ini, Penduduk masyarakat asli Papua dibagi secara sederhana ke dalam
tiga bagian masing – masing :
o
Bagian
Kesatu tentang asas genetika ras Melanesia Papua (Raperdasus : Pasal 2),
asas genetika yang berasal dari suku – suku di tanah Papua, orang yang berasal
dari perkawinan silang (asas patrilinear) ayah orang Papua dan ibu non-Papua
serta orang yang berasal dari perkawinan silang yang berbasis keturunan ibu
(asas matrilinear)
o
Bagian
kedua orang yang diterima masyarakat adat (Raperdasus : Pasal 3) artinya
orang yang diadopsi menjadi orang asli Papua berdasarkan putusan pengadilan dan
atau akta kelahiran sebagai pembuktian.
o
Bagian
ketiga, orang yang diakui masyarakat adat (Raperdasus : Pasal 4) orang
yang diakui masyarakat adat Papua, disakralkan secara adat oleh kepala
Masyarakat Adat Propinsi Papua Barat pada 10 Sepuluh tahun yang lalu dan
menetap sekurang – kurangnya 12 Tahun di Wilayah Propinsi Papua Barat dan
membuktikan surat pengakuan dari Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Propinsi Papua Barat.
Sementara
itu jika menyimak relefansi Raperdasus dengan UU Otsus terdapat pada pasal 1
huruf t UU No. 21 Tahun 2001, orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari
rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku
– suku asli di Propinsi Papua dan atau
orang yang diterima dan diakui
sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Selanjutnya
menurut pasal 12 huruf a UU No. 21 Tahun 2001, yang dapat dipilih menjadi
Gubernur dan Wakil Gubernur adalah Warga Negara Republik Indonesia dengan
syarat – syarat “orang asli Papua”.
Penyebutan
“Penduduk masyarakat asli Papua” tidak diuraikan akan tetapi terdapat beberapa
penyebutan di dalam pasal 1 UU Otsus seperti pasal 1 huruf p menyebutkan “Masyarakat Adat, Adalah Warga masyarakat
asli Papua yang hidup dalam wilayah yang terikat, setia tunduk kepada adat
tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi diantara para anggotanya”,
pasal 1 huruf t menyebutkan “Orang Asli
Papua adalah orang yang berasal dari rumpun Ras Melanesia yang terdiri dari
suku – suku asli di Propinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui
sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua” dan pasal 1 huruf u
menyebutkan “Penduduk Propinsi Papua,
yang selanjutnya disebut penduduk adalah semua orang yang menurut ketentuan
yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Propinsi Papua”.
Demikian
penjabaran yang dapat ditemui dalam UU Otsus Papua tentang Penduduk Masyarakat
Asli Papua, sementara [dimaksud juga dalam UU Otsus dalam hal ini yaitu masih tentang
“Kependudukan yaitu pasal 61 ayat (2) yang mengatakan “untuk mempercepat terwujudnya pemberdayaan, peningkatan kualitas dan
partisipasi penduduk Asli Papua dalam semua sektor Pembangunan Propinsi Papua
memberlakukan kebijakan kependudukan” dan pasal 62 ayat (2) mengatakan
bahwa “Orang Asli Papua berhak memperoleh
kesempatan dan diutamakan untuk mendapatakan pekerjaan dalam semua bidang
pekerjaan di wilayah Propinsi Papua berdasarkan bidang pendidikan dan
keahliannya”.
2.
Persyaratan
Calon Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota di
Propinsi Papua Barat
Sebagai
persyaratan menurut Draft Raperdasus ini calon Kepala Daerah adalah ;
o
Orang
asli papua
o
Beriman
dan bertaqkwa kepada Tuhan yang maha esa
o
Berpendidikan
sekurang – kurangnya sarjana (S1)
o
Sehat
jasmani dan rohani
o
Setia
kepada Negara kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada rakyat Penduduk Propinsi Papua
o
Tidak
pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana, kecuali dipenjara karena
alasan – alasan politik
o
Tidak
sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap, kecuali di penjara karena alasan – alasan politik.
Dalam
kaitannya dengan Undang – Undang Otsus, Persyaratan demikian juga telah
dituangkan dalam pasal 12 huruf “a” sampai dengan huruf “h”. Sementara itu
Raperdasus demikian memformulasikan persayarat tersebut kepada calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur pada bagian kesatu (pasal 5 dan pasal 6 RAPERDASUS),
kepada Bupati dan Wakil Bupati Bagian kedua (Pasal 7 dan pasal 8), dan kepada
Walikota dan Wakil Walikota bagian ketiga (pasal 9 dan pasal 10).
Calon
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksudkan dalam draft
Raperdasus dalam hal ini yaitu :
Menjadi entrypoint untuk dilihat dan memastikan relasi
yuridis yang tepat, tentunya Raperdasus adalah Peraturan pelaksana
Otsus atau Perdasus. jika menyimak pada Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2001
tentang Otsus Papua bahwa Perdasus adalah instrument peraturan yang mengatur
tidak pada semua pasal dari pada Undang – Undang Otsus. Menurut pasal 1 huruf i
Undang – Undang No 21 Tahun 2001 bahwa “Peraturan Daerah Khusus, yang
selanjutnya disebut Perdasus, adalah
peraturan daerah Propinsi Papua (juga Papua Barat) dalam rangka pelaksanaan
pasal – pasal tertentu dalam Undang – Undang ini”… Ide pasal ini, telah
memberikan arah yang jelas bahwa sekitar tiga belas PERDASUS wajib dibuat oleh
Legislator (DPR PB) dan Eksekutif (Gubernur) adalah pasal – pasal tertentu yang
mengakomodir kepentingan – kepentingan affirmative
action bagi secara khusus orang asli Papua. Sedikitnya, ada sekitar tiga belas (13) Perdasus
yang harus menjabari implementasi dari pada Otsus Papua Barat sehingga
kepentingan affirmative action
terwujud.
Namun dalam prosesnya Undang – Undang Otsus
memberikan ruang pelibatan MRP untuk menjadi mitra DPR Papua Barat dalam
membahas Raperdasus sebelum Raperdasus itu diparipurnakan oleh DPR PB bersama
Gubernur Papua Barat. “Juga termasuk
dalam hal ini tata cara memberikan persetujuan oleh MRP harus lebih dahulu ada
melalui PERDASI” (lihat pasal 29 ayat (1), (2), (3) dan ayat (4) UU No. 21
Tahun 2001 tentang Otsus Papua.
Adanya Raperdasus tentang “Persyaratan Calon Kepala
Daerah dan wakil Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua
Barat” harus menjadi rujukan yang memperkuat implementasi Otsus dalam mencapai
target – target affirmative action. Pertama,
Sebagaimana dalam hal ini pasal 11 ayat (3) UU No 21 Tahun 2001 mengatakan
bahwa “Tata Cara Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur ditetapkan dengan Perdasus sesuai dengan peraturan perundang –
undangan”. Kedua, selaras dengan UU No. 21 Tahun 2001 pasal 4 ayat (4) menerangkan
bahwa “Kewenangan Daerah Kabupaten dan
Daeah Kota mencakup kewenangan sebagaimana telah di atur dalam peraturan
perundang – undangan. Dan ayat (5) “selain kewenangan sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (4), Daerah Kabupaten dan Daerah Kota memiliki kewenangan berdasarkan
Undang – Undang ini yang diatur lebih lanjut dengan Perdasus dan Perdasi”. Substansi pokok pasal di atas
menerangkan mengenai regulasi tata cara penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah
Propinsi Papua (Papua Barat) juga Kabupaten/Kota yang diatur lebih lanjut. Perdasus
demikian guna menyelaraskan mekanisme hukum dalam penyelenggaraan Pemilihan
Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah serta PP No. 6 Tahun 2005 yang disempurnakan dengan PP No. 17 Tahun 2005
tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah.
III.
Konklusi
Legal Opinion (Pendapat Hukum)
Dengan mengacu pada legal essence di atas maka, kami berpendapat bahwa Raerdasus
tentang “Persyaratan Calon Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah Propinsi,
Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua Barat” sangat berpotensi menyalahi
prosedur perundang – undangan. Meskipun Raperdasus tersebut miliki pijakan
yuridis yang memadai terutama pasal 1 huruf t dan pasal 11 ayat (3) UU No. 21
Tahun 2001 tentang Otsus akan tetapi masih terdapat celah penyalahgunaan –
penyalahgunaan aturan yang sebagaimana tidak diperkenankan menurut asas – asas
pembuatan peraturan perundang – undangan.
Perdasus seyognya menurut hukum adalah dalam rangka
pelaksanaan pasal – pasal tertentu dalam Undang – Undang Otsus, terutama
berkaitan dengan kewenangan – kewenangan khusus yang dimiliki Propinsi Papua
berdasarkan amanat UU Otsus pasal 4 ayat (2) yang mengatakan, “Selain
kewenangan sebagaimana dimaksud (pada ayat (1)) dalam rangka pelaksanaan Undang
– Undang Otsus, Propinsi Papua diberi kewenangan khusus berdasarkan Undang –
Undanga ini” dan selanjutnya pasal 4 ayat (3) mengatakan “pelaksanaan kewenangan
sebagaimana dimaksud diatur lebih lanjut dengan Perdasus/Perdasi”
Berkenaan dengan hal ini, maka sepatutnya
Raperdasus ini sebelum direncanakan terlebih dahulu dibahas regulasi mengenai
kewenangan organ – organ yang nantinya terlibat dalam setiap tahapan proses,
seperti misalnya pelibatan MRPB (Majelis Rakyat Papua Barat), Pelibatan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
Suatu produk regulasi idealnya dibentuk oleh organ
yang legal dan lengkap dalam pelibatan, Perdasus tentang “Persyaratan Calon
Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota di Propinsi
Papua Barat” harus didukung dengan syarat formal yang sesuai dengan Hukum. Ketidaan terpenuhnya syarat dimaksud sama
halnya menghindarkan suatu produk regulasi dari keabsahan, sebagaimana sesuai
dengan pasal 5 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang – Undangan.
Sedangkan dalam konteks Implementasi Otsus, menurut
kami Perdasus “Persyaratan Calon Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah Propinsi,
Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua Barat” sangat berpotensi memicu tumpang
tindih peraturan antara kewenangan MRPB dalam memberikan verifikai keaslian
orang asli Papua terhadap calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Papua Barat.
IV.
Rekomendasi
Berangkat
dari pandangan hukum kami, banyak hal yang perlu dilengkapi dan ditinjau
kembali terhadap Raerdasus tentang “Persyaratan Calon Kepala Daerah
dan wakil Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota di Propinsi Papua Barat”, maka kami merekomendasikan
beberapa hal sebagai berikut :
1). Perdasus
demikian patut dijelaskan dalam scope
naskah akademik kepada publik sehingga dengan demikian dapat diniliai secara
mandiri tanpa campur tangan kepentingan (politik).
Sumber : Tulisan Ini (Legal Opinion) Adalah Saya Sendiri.
Rabu, Februari 20
PANORAMA INDAH DI JALAN MENUJU KOKAS
Panorama - panorama itu mewujudkan Fak - fak sebagai Kabupaten di Selatan Propinsi Papua Barat tengah membangun ditengah isu - isu kemiskinan dan korupsi yang cukup marak terjadi di wilayah itu.
Menurut, sumber jalan - jalan ini direnovasi beberapa tahun lalu dari sebelumnya jalan - jalan hamparan terkait kunjungan Presiden RI ke areal wilayah pengembangan ternak sapi di Bomberay, Fak Fak.
Proyek ini juga menurut info yang diperoleh akan menyerupai proyek MIFEE Merauke, namun sejauh ini proyek pengembangan ternak sapi masih simpang siur operasinya terutama tidak jelas pelibatan orang kampung sekitar yang jauh membutuhkan kesejahteraan ekonomi rumah tangga.
Padahal warisan - warisan budaya masih alami terdapat di fak - fak, seperti cerita kisah Rumah Wiritumtumba pada gambar di samping kiri ini.
Langganan:
Postingan (Atom)