Perkataan ini muncul dari
seorang Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Manokwari, yang juga sebagai anak
negeri Papua. Pak Isir, biasa dikenal Masyarakat Manokwari sebagai Kapolres
Manokwari, ia menjabat sebagai Kapolres Manokwari sejak akhir Januari 2014 lalu
menggantikan AKBP. Riko Taruma Mauruh, Kapolres Manokwari sebelumnya.
Kapolres yang memiliki nama
lengkap AKBP. Jhonny Edison Isir SIK ini membuat suatu pernyataan yang menjadi
breaking news media local Manokwari, Tabura Post edisi senin, 24 Maret 2014
melansir pernyataan Pak Kapolres yang mengatakan bahwa “...... Terkutuk Jika tanah sudah dibayar, tetapi pemilik gugat lagi..”
Kapolres membuat pernyataan tersebut pada sesi pembayaran tanah RSUD Kabupaten
Manokwari yang dilakukan oleh pihak Pemkab Manokwari sebesar 1,5 Miliyar
rupiah, Pak Isir yang hadir pada sesi pembayaran tanah RSUD Manokwari
mengatakan “Kalau kita punya moyang melakukan pelepasan tanah adat, seperti
yang dilakukan saat ini, besok-besok jangan ada anak cucu yang mengklaim, TERKUTUK.
Pernyataan Kapolres di itu
diulas oleh harian lokal Manokwari bertolak dari keprihatinan peluang investasi
yang menurun drastis ke kabupaten Manokwari, daerah yang sedang diproyeksikan
untuk menjadi Kota Madya. Investor
menurut informasi yang sudah berkembang di mass media sebelumnya sangat ragu
untuk mengembangkan investasi di Manokwari, hal berkaitan dengan masalah
pelepasan tanah yang seringkali terjadi tarik-menarik di dalam masyarakat,
contohnya tanah yang sudah dijual lepas, kemduian dipalang dan dilakukan
penuntutan kembali, hal ini seperti telah dikatakan oleh salah seorang pejabat
teras Pemkab manokwari sebelumnya.
Apabilah investor masuk
menanamkan modal di Manokwari, maka PAD Kabupaten akan meningkat dengan tujuan
untuk meningkatkan pembangunan yang dapat mensejahterakan masyarakat. Mungkin ini
adalah pencitraan mengenai tanah di papua atau manokwari secara khsus, supaya
tanah itu bisa dilepas dari penguasaan masyarakat, tanah itu kemudian di kuasai
dan dimonopoli oleh pemerintah daerah kemudian hanya uang yang bisa diperoleh
oleh masyarakat untuk dibagi dan menjadi masalah didalam keluarga yang tidak
mendapat pembagian merata.
Akibatnya tanah hilang,
hubungan keluarga hilang uang mungkin akan segera hilang juga sampai tidak ada
yang tersisah di dalam masyarakat.
Anak- cucu mungkin adalah
generasi mendatang yang kemudian mengalami keadaan keterhilangan terhadap tanah
dan hubungan kekerabatan dalam kekeluargaan, mungkin ini salah satunya dari
kehilangan hal-hal lain. Dorang akan mengenal sejarah yang tidak lengkap,
terutama sejarah keturunan, sejarah kepemilikan maupun sejarah perkawinan.
Apalagi berbicara soal tanah, dalam klan generasi hal ini akan menjadi kutukan,
pantas saja isu hak-hak masyarakat adat terhadap penguasaan tanah oleh aparat
keamanan identik dengan isu keamanan, sampai pada keamanan investasi.
Akankah masyarakat menjadi
objek, ? tentu bisa, sebab masyarakat sudah dikondisikan apa yang menjadi nilai
sebagai jati diri mereka dengan uang, mereka dikutuk bukan karena menerima
sesuatu yang bukan haknya tetapi dikutuk karena jati diri mereka sendiri.****[end]