Saya
bukan orang pebisnis juga bukan kalangan politisi, tapi dalam artikel ini bagi saya
menarik untuk membaca secara awam dan sederhana dan singkat perusahan yang
beroperasi di tanah Amungsa melalui thema “Soekarno Jokowi
dan Freeport”.
Langsung
saja ..! kumpulan catatan-catatan sejarah terdahulu rupanya telah menyingkap
dan seakan menubuatkan penggenapan thema diatas untuk hari ini, “Soekarno
Jokowi dan Freeport.
kita sebelumnya
juga sudah tahu hubungan Coorporate Freeport dan Jakarta selama 50 tahun (1967
– 2017) terakhir ini paling harmonis, tapi kini keceriaan relasi mesra itu telah
diiringi irama desakan mengubah Kontrak Karya Freeport menjadi Ijin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) dan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) puluhan
ribuan pekerja Freeport yang dapat berdampak pada beban pemerintah daerah
(Papua) dan pemerintah Jakarta (Indonesia).
Lintasan
sejarah, fakta memang memperlihatkan keberadaan Freeport semacam kerikil tajam
dalam sepatu yang terus menusuk sepenjang kaki terus melangkah. Pasca Soekarno
lengser dari jabatan (Presiden), Freeport boleh dikata ibarat duri dalam
daging. Maret 1967, Ir. Soekarno turun dari kursi kepresidenan, lalu sebulan
kemudian Jenderal Soeharto yang belum sah/resmi sebagai Presiden secepatnya
langsung menerima penandatangan kontrak karya Freeport. Penandatanganan ini
sendiri paling kontroversial, pertama : mengingat kapasitas Jenderal
Soeharto saat itu hanyalah sebagai Ketua Presidium Kabinet Ampera, belum resmi menjabat sebagai Presiden menggantikan Soekarno, semestinya penandatangan
kontrak investasi dengan pihak asing seharusnya selevel kepala Negara atau
Presiden.
Kontoversi
Kedua, yaitu pada April 1967, Irian Barat tidak ada dalam Peta Wilayah Propinsi
di Indonesia, tetapi penandatangan Kontrak Karya yang didasari Undang-Undang
PMA No.1/1967 tetap saja dilaksanakan oleh Jakarta bersama Freeport selama 30
tahun (1967 – 1991). Kontrak Karya
Kontroversial diatas akhirnya memberi akses bagi Freeport untuk dengan leluasa
masuk ke tanah adat masyarakat Amungsa dan menyingkirkan mereka dengan
racun-racun tailing sejak 1967 hingga hari ini.
Kembali
pada konteks, ketika Selepas I yang dilanjutkan dengan Kontrak Karya II, Tahun
1991 sepuluh tahun kemudian, Juli 2001 putri mendiang Ir. Soekarno, Megawati
berhasil merebut kursi kekuasaan yang ditinggal sang ayah 30an tahun silam.
Megawati Soekarno Putri selama 3 tahun (2001 – 2004) menduduki poisis 01 di
Negara tetapi, anehnya tidak banyak mengorek Freeport yang pernah ditolak dan
menyingkirkan mendiang ayahnya sendiri tahun 1967 silam, nanti dengan tahun
2017 barulah rezim berikutnya, Jokowi yang mulai bangkit mengeluarkan moncong banteng
untuk mengamuki Freeport.
Segera, kurang dari lima tahun sebelum
Kontrak berakhir, perbaiki Kontrak Karya dengan Ijin Usaha Pertambangan Khusus
(IUPK)
- · Segera dibangun smelter.
- · Segera divestasi saham hingga 51% secara bertahap
Kalau
Freeport sulit diajak berunding, saya akan ambil sikap… demikian amukan banteng atas Freeport yang tidak ingin patuh pada undang-undang Indonesia, Freeport
sebelumnya juga mengumbar ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) puluhan ribu
pekerja tambang atau mengarbitrasekan Pemerintah Jakarta.
Kembali
ke Sejarah diatas, perseteruan ini sesungguhnya lagu lama yang dinyanyikan
ulang dalam lyric yang berbeda.
Ir.
Soeakrno mungkin menyadari bahwa Irian Barat bukanlah wilayah yang tepat atau
masih berstatus daerah perwalian UNTEA sehingga tidak layak disediakan meja
penandatangan Kontrak Karya dan Ia, Soekarno paling selektif, agar dana asing
harus menguntungkan Indonesia diatas 50%. Jokowi menyanyikannya kembali dalam
lyric IUPK, Smelter dan Divestasi Saham 51% secara bertahap.
Berbeda
dengan tahun 1960an, Freeport kini membalas, bak sebuah pantun, Pemutusan
hubungan kerja 30an ribu tenaga kerja dan Persidangan Arbitrase Internasional
Pemerintah RI terhadap sikap mereka atas kenyamanan Freeport.
Siapa
yang akan salah dan siapa yang benar? Siapa yang akan kalah dan siapa yang akan
menang? Jikalau jujur, Freeport dan Indonesia pernah salah, Grasberg Amungme
bukanlah wilayah Indonesia, Jenderal Soehartopun belumlah Presiden yang resmi
terhadap wilayah yang juga belum resmi bergabung (Integrasi) ke Indonesia.
Soekarno
– Jokowi dan Freeport siapakah yang akan tersingkir di episode kedua ini…Black_fox
Tulisan
ini diolah, melanjutkan dari artikel sebelumnya http://banundisimon.blogspot.co.id/2017/02/freeport-jakarta-dalam-pusaran-kisruh.html