Doc Pribadi |
Saya
kira penggila sejarah, pengamat Politik, keamanan dan Hak Asasi Manusia, khususnya
tentang West Papua pasti tidak akan menghindari buku yang satu ini, “Bayang Bayang Intervensi”, terjemahan
dari “the incubus of intervention conflicting
indonesia strategies of Jhon f. Kenedy and Allen Dules”, karya Greg Poulgrain, Penerjemah :
Philip Mahnken, Halim Nataprawira dan Dian, Buku setebal kurang lebih 254
halaman ini mengulas mengenai, apa yang saya pilih (menurut saya) secara
praktis untuk menyebutnya “Membaca Jejak Sejarah Rahasia CIA atas West Papua”.
Sesungguhnya ada
banyak fakta menarik diungkap Poulgrain dalam buku ini, misalnya saja yang
paling heboh, motif terbunuhnya Dag Hammarskjold (Sekjen PBB) melalui celeste operations di Kongo 1961,
terbunuhnya Kenedy (US President) Di Dallas US, November 1963, hingga
tergulingnya Soekarno dari kursi Presiden, Oktober 1965, dan banyak lagi yang
disebut ”semua berkaitan erat dengan efek gunung emas, Tembagapura yang
dikuasai Freeport 1967”.
Saya tidak
melihat dari scope yang lain, tetapi
begitu menarik untuk melihat dari sudut spionase, maklum saya paling tertarik
dengan hal-hal berbau Intelijen, bagi saya hal spionase (intelijen/ agency) adalah berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan cerdas dan kejeniusan, disini tak lagi menggunakan alutsista
entah kuno maupun mutakhir melainkan bagaimana kecerdasan sebuah otak untuk
berpikir, dalam bertaktik and strategi yang benar-benar sa bilang jitu…!
Dulles, adalah
orangnya. Dia salah satu orang paling cerdas dijagat ini saat itu, untuk
terlibat melewati perang dunia I hingga perang dunia II. Dulles, saya
mengetahui berdasarkan Wikipedia pemilik nama lengkap Allen Welsh Dules, dia
lahir pada 7 April 1893 di Watertown, New York (US), dia tamatan Princeton
University, sebelum bergabung ke CIA, Dulles adalah Advokat paling hebat di
Amerika dan Eropa, dia bekerja untuk Sullivan & Cromwell, firma hukum dari
Wall-street yang bertugas mengadvokasi perusahan minyak, didirikan oleh
penguasaha Amerika, Rockfeller. dari sinilah dia kemudian direkrut untuk
menjadi ikon dalam sejarah dinas intelijen AS sepanjang empat decade (1916 –
1962).
Sewaktu berusia
23 tahun, Dulles sudah terlibat dalam kerja Intel tingkat tinggi, Kejeniusanya
tidak berjalan sendirian disatu sisi, melainkan ditopang dengan biaya, Kolonel
Flietcher Prouty mengatakan “operasi CIA di Indonesia (termasuk untuk
kepentingan emas Papua) adalah operasi dengan ongkos paling besar selain
Vietnam”, sebagian besar dana rupanya untuk operasi pemberontakan PRRI/Permesta
1958. Dia amat cerdas, membantu pemberontak tanpa menciptakan pemberontakan
dibawah kendalinya, scenario PKI,
PRRI/Permesta dikemas dalam strategi besarnya untuk mengusir Belanda keluar
dari Papua, dalam menata pemberontakan – pemberontakan ini, dulles berdiri
didua kaki, satu di Perusahan Standar oil dan satunya di Intel, Dulles berhasil
memadukan aspek militer dan politik dengan rapih di Indonesia, Kolonel Zulkifli
Lubis bahkan cukup menyesal usai belakangan menyadari terlibat dalam (membantu)
operasi CIA, ”Dulles-lah yang menetapkan profile Negeri itu (Indonesia) dan
memilih bagaimana melukiskannya”.
Dulles move-on terus usai menjabat sebagai DCI,
dua menteri luar Negeri Indonesia, Roeslan Abdulgani dan Sunario menyebut
“sejumlah duit telah diterima dari AS untuk menaikan tuntutan mereka atas
kedaulatan Indonesia di west Papua” hanya saja sumber dana ini belum jelas dari
CIA atau perusahan minyak AS (kemungkinan informasi ini disensor saat ini). Demi
memuluskan misi ini, Dulles kadang kala membypass
laporan-laporan dari kantor Kedubes AS Jakarta ke Washington melalui laporan
tandingannya, akibatnya Washington lebih memihak pada laporan-laporan CIA ketimbang
laporan Kedubes.
Dia juga
memainkan tingkat kemahirannya dibidang intelijen untuk menyebrang ke Australia
dan meyakinkan Negeri kanguru itu agar tidak mendukung Belanda di west Papua
dengan dalih ancaman komunisme.
Sayangnya
Belanda tidak menyadari, AS telah diseret Dulles untuk berpihak ke Indonesia
dalam proyek pengusiran Belanda dari west Papua, pada 24 April 1962, Josef Luns
(Menlu Belanda) mengunjungi Washington dan membahas status west Papua dengan
JFK, Luns benar-benar kaget sikap sekutunya berubah.
Padahal “Luns merasa
perlu dukungan AS karena Belanda telah menginvestasikan lebih dari 1 miliyar
guilden untuk mendidik dan menyiapkan rakyat Papua menentukan nasib sendiri”,
Belanda selanjutnya berjalan sendirian berupaya mendorong Proposal West Papua ke PBB namun selalu mengalami penolakan melalui voting . Efek El Dorado, sebegitunya mempengaruhi perebutan west
Papua pada masa itu, perusahan-perusahan Belanda yang beroperasi di Indonesia
termasuk minyak (Shell), pertambangan, perkapalan, penerbangan, perkebunan demi kepentingan
pasar akhirnya mendukung klaim Indonesia atas West Papua.
Sekitar tahun
1961 – 1963, kedudukan Belanda di West Papua benar-benar dilucuti oleh jaringan
Dulles di Perusahan minyak dan CIA, akhirnya act of free choice (Pepera) 1969 hanya formalitas belaka dari sang
sekutu AS untuk menyelamatkan muka Belanda ditingkat global.
Mundur ke
belakang, yang melatari sejarah bagaimana Dulles bisa berambisi atas west
Papua, dia rupanya bukan intel tulen. Profite oriented tentu adalah sasarannya
sebab Dulles adalah bussines-man, saya perkirakan dia telah menggunakan
gabungan duit dari CIA dan perusahan minyak untuk membayar operasi yang mahal
atas West Papua.
Jean Jaques Dozy
karyawan NNGPM (Nederlandsche Niew Guinea Petroleum Maatscappij), mungkin
menyimpan hasil temuannya di Grasberg, west Papua bersama Wissel dan Collijn
(1936), iya, walaupun perusahan ini bernama Belanda namun 60% sahamnya dikuasai Standar Oil perusahan minyak AS yang melibatkan Dulles, Ia lantas praktis
mengetahui temuan gunung emas di west Niew Guinea. sejak tahun 1950an hingga 1960an,
Dulles sang intel CIA ini kemudian mengerahkan segenap kejeniusannya bekerja
melakukan takeover wilayah west Papua dari Belanda, ada dua alasan yang pertama
Dulles akan merasa rugi andai Freeport harus berbagi saham emas 60/40 seperti
halnya NNGPM – Standard Oil, dan kedua seperti yang sudah disebutkan sebelumnya
bahwa ongkos pengeluaran yang teramat besar telah dihabiskan untuk biaya
operasi intelijen ini mengharuskan perlu adanya pemasukan dari gunung emas ini.
Disinlah Belanda kemudian dipaksa keluar entah dengan cara apapun dari west
Papua.
Josef Luns,
Menlu Belanda berkali-kali mengatakan dalam wawancara bersama Poulgrain “Belanda
dipaksa keluar dari west Papua, lalu menyerahkannya ke Indonesia”.
Sa mo bilang .. Good Job, sang jenius Allen Welsh
Dulles, Jejak sejarah rahasia CIA atas west Papua. ***black_shark
Sumber Posting diakses dari Buku Bayang Banyang Intervensi