TOFOI (TELUK BINTUNI) : Puluhan Ribu
Hektar lahan milik masyarakat adat Sumuri di Pesisir Barat Teluk Bintuni boleh
jadi saksi bisu ganasnya politik reboisasi lahan. Awalnya lahan sawit ini
adalah hutan, oleh masyarakat disebut padang agoda, lahan ini membentang dari
Agoda hingga Tomage (Sumuri). Pertama kalinya, kedatangan perusahan ke wilayah
ini hanya melakukan penebangan pada kayu Agatis, antara tahun 1980, sekitar
tahun 1990-an operasi berubah dan menyasar berbagai macam kayu yang ada
disekitar hutan masyarakat adat sumuri tersebut.
Kampung Tofoi, Distrik Sumuri |
Kayu merbau, damar
dan –lain lain telah dirobohkan oleh alat-alat berat milik perusahan, kayu-kayu
ini telah dipasok (ekspor) oleh perusahan PT. Agodawaihitam Jobsite ke luar
negri baik dalam potongan kayu bulat maupun log. Meluasnya operasi kayu yang
masif dalam jangka waktu yang lama akhirnya stok pohon penghasil kayu-kayu tersebut
berkurang bahkan habis di tahun 1996. menurut informasi seorang tokoh
masyarakat adat Sumuri Yan Ateta, “Agodawaihitam melancarkan operasi pada tahun
1981an hanya fokus pada kayu agatis, selanjutnya tahun 1990an Jayanti Group
masuk dan membabat semua kayu yang ada dilahan- lahan tersebut, tidak hanya
agatis, kayu merbau, damar dan-lainnya juga jadi sasaran operasi Jayanti Group”.
Puluhan
ribu lahan inipun akhirnya menjadi lahan yang hampa akibat laju deforestasi
tanpa kendali oleh perusahan pemegang HPH tersebut. Akhirnya untuk melaksanakan
amanat peraturan dan ijin oleh pemerintah terhadap penebangan hutan kayu,.
Perusahan yang kala itu lakukan investasi kayu di hutan masyarakat adat sumuri
akhirnya berpikir untuk dilakukan reboisasi (penanaman ulang pepohonan) hutan
yang telah mengalami deforestasi itu.
Upaya
reboisasi akhirnya membelit masalah bagi perusahan, yaitu soal pengadaan
pembibitan pohon. Mahalnya ongkos reboisasi ini, akhirnya membuat perusahan ambil
jalan pintas dalam politik reboisasi. “Reboisasi lahan diubah dengan penanaman
sawit pada puluhan ribu hektar lahan yang mengalami kerusakan”, sekitar tahun
1998 sawit ini tumbuh dan dikelolah tanpa rancangan AMDAL terhadap lahan
tersebut. Kondisi ini makin memprihatinkan, puluhan tahun masyarakat adat
sumuri Teluk Bintuni diduga dibohongi dengan politik lahan sawit ini.
Dorisara,
Inanosa, Ateta, Bayuni, Siwana, Muerena dan Sodefa adalah marga marga yang
seharusnya berhak atas kompensasi hutan tersebut, sayangnya marga-marga ini sampai saat ini hanya menjadi penonton yang dengan sedih melihat hutan mereka dibabat habis dan
diubah dengan sawit sebagai politik reboisasi.
Sumber : Ditulis dari perjalanan ke Tofoi.