Prosesi Pemakaman Alm T. Blessia Foto Belantara |
Menjelang malam pada hari 30 April 2013, pasca ibadah pesta yang dilakukan dirumah Isak Kalabin, kelompok perempuan atau para mama-mama mulai beraktifitas di dapur seperti menyiapkan bumbu-bumbu dan mengatur menu masakan untuk makan bersama pada esok paginya yaitu, Rabu, 1 Mei 2013. Sementara itu Kelompok laki-laki sedang memasang tenda dan menimbun permukaan tanah di halaman yang tergenang air akibat hujan selama beberapa hari sebelumnya. Sementara yang lain menyiapkan kayu bakar dan air untuk keperluan memasak.
Saat yang bersamaan di malam itu, gabungan aparat TNI/Polri yang berjumlah 27 personil juga sedang bersiap-siaga di Mapolres Aimas (Markas Kepolisian Resot Sorong) yang berjarak kurang lebih sekitar 750 meter dari kediaman Isak Kalabin. Perssiapan operasi pada malam itu bertajuk Operasi Keamanan, menurut Wakapolres Sorong, operasi keamanan saat itu disebut “Operasi Dilogis”. Diperkirakan pada malam itu delapan kendaraan disiapkan untuk mobilisasi pasukan gabungan TNI/Polri untuk kepentingan operasi masing-masing, lima unit type avanza, dua unit type pick-up Ranger dan satu unit kendaraan patrol polisi.
Sekitar pukul 20.00 Wpb, diketahui operasi itu digelar dengan target “pertemuan masyarakat yang dilakukan di jalan Klalin tepatnya di kediaman Isak Kalabin. Wakapolres Sorong pada malam itu bertindak sebagai pimpinan operasi (leaders operation) dengan kendaraan yang ditumpangi yaitu minibus Avanza No. Pol. BK 129 GW. operasi bermulai dari satu unit kendaraan avanza mulai masuk di jalan Klalin sekitar pukul 20.30. Wpb dari Mapolres Sorong yang berjarak kurang lebih 750. Meter. kedatangan kendaraan ini mulai membuat situasi tidak nyaman bagi masyarakat, menurut masyarakat tidak seperti biasa malam begini ada kendaraan avanza masuk di jalan Klalin. Di jalan Klalin hanya terdapat dua rumah yaitu rumah kediaman Isak Kalabin dan rumah warga suku timor yang ada diujung Kampung, merasa tidak nyaman dengan kehadiran mobil yang masuk Sekitar empat orang pemuda kemudian keluar menghadang mobil tersebut dengan bermaksud menanyakan mau ke-mana, dan apa tujuannya pengemudi mobil masuk di jalan Klalin. Saat menghadang dan bertanya, tidak pernah ada tanggapan justru terlihat pengendara dan penumpang yang ada di dalam mobil tidak menanggapi, ke-empat pemuda inipun kembali menghadang dan memaksakan mobil misterius ini untuk kembali akhirnya mobil ini kembali ke jalan raya Aimas lalu membuntuti empat kendaraan lainnya yang sudah mendahului masuk ke lokasi kediaman Isak Kalabin melalui rute arah selatan, di belakang kantor Distrik Aimas.
Setelah mobil pertama tadi gagal, tak lama kemudian muncul lagi dua mobil minibus avanza akan melewati jalan yang sama. Salomi Klaibin (almarhum) dengan beberapa orang lagi keluar dari rumah isak kalabin dan bergabung dengan empat pemuda yang sudah ada di jalan, mereka kemudian menghadang dua mobil tersebut. Ketika itu ternyata sudah ada beberapa anggota TNI/Polri yang berdiri di sepanjang pinggir jalan Klalin, saksi mata mengatakan aparat TNI/Polri yang sudah lebih dulu berada di sebelah selatan dengan menggunakan mobil patroli polisi dan dua mobil Ranger pick-up, mereka mulai ber-gerak mengepung massa. Saat itu Ibu Salomina Kalabin (almahrum) dengan nada keras berkata “…..kalau tujuan kamu datang untuk kami di sini, kenapa tidak turun dari mobil untuk berbicara dengan kami”. Walaupun begitu, pintu dan jendela mobil tetap saja tertutup. Salomi dan teman-temannya mulai memukul-mukul dinding (body) mobil dengan tangan sambil berteriak “…….kenapa kamu tidak mau turun, ayo turun..!! untuk apa kamu datang ke sini?....”. Akhirnya, jendela mobil sempat dibuka sebentar lalu kemudian ditutup kembali. Sewaktu terbukan, ternyata orang-orang yang ada di dalam mobil itu diketahui berseragam Polisi dan TNI, masing-masing memegang senjata. Wakapolres Sorong, Kompol Yudhi Pinem, S.IK, yang bertindak sebagai Komandan Operasi Dialogis pada malam itu berada di dalam mobil pertama duduk di jok depan, samping sopir.
Korban Mama Salomina Sebelum Meninggal Dunia |
Pada hari Rabu, 1 Mei 2013, Jenasa Almahrum Thomas Blessia dan Abner Malagawak dimasukan untuk disemayamkan sementara dirumah Isak Kalabin, sementara korban lainnya Herman Lokdem, Andreas Safisa, Martinus Mili dilakukan pertolongan pertama oleh warga dengan pengobatan seadannya saja secara tradisional. Sekitar pukul. 09.00 Wpb, korban Almarhuma Salomina Kalabin dievakuasi oleh ibu kandung dan ipar perempuannya ke RSUD Sele be Solu, Sorong. Pada siang harinya Jenasa Almahrum Abner Malagawa dijemput oleh keluarganya dan dibawah untuk dimakamkan di Makbon, Sorong, sementara Jenasa Almahrum Thomas Blessia di Makamkan di Aimas.
Pasca empat hari, pada hari Sabtu, pagi, 4 Mei 2013 Satu mobil truck polisi memuat satu regu anggota Brimob bersenjata lengkap, satu mobil Dragon Hitam Labfor Polisi memuat tim olah TKP, dua unit avansa dengan dua angkutan kota memuat anggota reskrim Polisi dan wartawan menuju jalan klalin dan tiba di TKP dalam insiden penembakan. Kehadiran anggota Bromob Detacemen C yang lengkap bersenjata ini disambut protes oleh dua pendeta, Paulus Safisa dan Lena Burdam bersama warga setempat. Mereka minta supaya jangan ada anggota yang dating membawa senjata karena sudah trauma dengan kematian akibat penembakan dengan senjata oleh aparat Polisi dan TNI 3 hari sebelumnya. Salah satu anggota Polwan yang masih bersaudara juga (semarga) dengan Isak Klaibin, berusaha untuk menanangkan warga. Tak lama kemudian Wakapolda Papua, Bigjen Pol Paulus Waterpauw bersama Kapolres dan Ketua Klasis Sorong tiba. Semua yang hadir di tempat sebenarnya siap untuk mendengarkan apa yang hendak di-sampaikan oleh Waterpauw tentang tujuan kedatangan Tim, tapi karena begitu melihat pasukan tiba dengan senjata lengkap, masyarakat protes, berteriak histeris dan minta supaya jangan ada lagi anggota polisi atau militer yang datang membawa senjata. Mereka trauma dengan kejadian empat hari sebelumnya di tempat yang sama. Mereka trauma dan tidak mau lagi melihat senjata, alat Negara yang telah digunakan untuk membunuh masyarakat sipil tak bersenjata. Dalam suasana gaduh Waterpauw dengan nada keras menghimbau: “coba diam dulu..!! Bisa diam dulu sebentar..?” Karena suasana masih gaduh, nada suaranya makin keras: “Kamu mau apa e……? Mau apa kamu, …..eech? Berikan kesempatan kepada kami juga untuk bicara”. Kemudian nada suaranya diturunkan lalu menyam-paikan: “Kami datang ke sini dengan tujuan mau olah TKP. Tim harus mengidentifikasi dengan baik dan tepat bagaimana terjadinya peristiwa 4 hari lalu. Orang yang meninggal di tempat dan yang terluka itu posisi berdiri persisnya di mana, dan arah tembakannya dari mana. Sehingga bisa dilihat, apakah orang yang menembak itu dari aparat polisi dan TNI atau dari pihak lain. “Kami minta keterbukaan warga masyarakat untuk mendukung kerja TIM olah TKP..!!”, kata Paulus Waterpau. Akhirnya suasana jadi redah, pihak polisi mulai menyiapkan alat-alat untuk rekonstruksi. Salah satu orang dari warga, YM, yang dianggap mengetahui persis kejadian diminta kesediaan-nya sebagai actor berperan sebagai korban. Sang actor berdiri di titik dimana korban tertembak dan posisi saat jatuh tersungkur di atas tanah. Ketika memperagakan posisi korban saat tertembak, actor diminta oleh polisi untuk menyesuaikan posisi ber-dirinya dengan arah tembakan dari atas sebuah bukit kecil di depan (arah Barat) dari rumah Izak Klaibin, menurut versi polisi. Rekonstruksi versi polisi seperti ini boleh jadi sekaligus mengindikasikan bahwa pihak Polisi sebenarnya sudah tahu pelaku penembakan dan posisi berdirinya. Sendangkan menurut versi masyarakat, mereka hanya tahu kalau para pe-nembak itu berada pada posisi di depan (mengikuti arah jalan, atau sebelah Selatan), sekitar 12 meter dari rumah Isak Klabin. Memang diakui pula oleh para saksi, kalau sudah terjadi penembakan pertama yang menewaskan Thomas Blessia, yang diduga berasal dari arah depan. Penembakan pertama inilah yang menyebabkan massa kemudian mengamuk me-mecahkan kaca mobil bagian belakang. Setelah penembakan pertama ini baru diikuti bunyi rentetan penembakan kedua yang diketahui berasal dari arah depan, sebelah Selatan. Sementara perhatian masyarakat terarah pada proses rekonstruksi di sepanjang jalan Klalin dan di halaman rumah Izak Klaibin, satu regu dari Satuan Brimob Detacemen C bergerak dari tempat lain di sebelah Utara menuju ke daerah di belakang rumah Isak Klaibin, dengan target mencari barang bukti, yang diduga akan digunakan untuk mendukung kegiatan yang telah direncanakan oleh kelompok Isak. Salah satu warga masyarakat yang tinggal di rumah kost sekitar 30 meter berhadapan dengan rumah Isak Kalabin.
Dalam olah TKP dan rekonstruksi ini, aparat kepolisian menyita barang bukti dari rumah dan juga dari halam sekitar kediaman Isak Kalabin antara lain yaitu, anak panah berjumlah puluhan, yang sudah diikat rapi dan diisi di dalam karung, selanjutnya pisau dapur, parang dan kapak sebagai peralatan dapur tradisional masyarakat juga disita, juga terdapat penyitaan terhadap bendera bintang kejora dan satu pestol revolver rusak serta sebuah senjata api rakitan dan satu magasin peluru. Seorang warga berinisial DK, juga memberi petunjuk terhadap aparat keamanan untuk menyita Box document yang terkubur dalam tanah.Setelah menemukan sejumlah dokumen yang dianggap sebagai barang bukti, salah satu anggota Polisi mencari YK dan YM yang sadang berada di dalam rumah, diminta ke lokasi penemuan barang bukti untuk menanda-tangani Berita Acara Serah Terima Barang Bukti kepada pihak Polisi. Barang-barang bukti tersebut kemudian digelar di atas halaman rumah, disaksikan oleh Bupati, Ketua Klasis, wartawan dan warga setempat. Setelah itu semua anggota Polisi kembali ke markas Polres.Pada sore harinya, sekitar pukul 16.00 Wpb. anggota polisi kembali ke TKP. Mereka kembali menggeladah rumah-rumah sekaligus menangkap setiap orang yang ada di tempat. Kebetulan saja, sebelum kedatangan kedua kali ini, sebagian besar warga kelompok yang datang dari ber-bagai kampung sudah pulang ke kampungnya masing-masing, hanya ada beberapa yang masih tetap tinggal di tempat. Aparat kepolisian empat buah batang busur dan 30 anak panah setelah diketahui pemilik barang bukti adalah Bapak Klemens Kodimko aparat kemudian menangkap yang bersangkutan, selanjutnya ditemukan satu buah KTA (kartu anggota,red) atas nama Klemens Kodimko, aparat kemudian menangkap Bapak Klemens Kodimko dan Bapak Antonius Sarop atas kepemilikan 121 anak panah yang terbuat dari lidi daun sagu. Aparat keamanan pada soreh hari itu membawa mereka beserta tiga orang warga lainnya ke kantor Polres Sorong.
Tiga hari kemudian, Selasa, 7 Mei 2013 di RS Sele be Solu, Direktur Rumah sakit Dr. Pahima yang mengunjungi Salomina Kalabin di ruang HCU mengatakan, kondisi Salomina sudah membaik pasca operasi pengeluaran proyektil peluru lima hari yang lalu, “…selang infuse sudah bisa dicabut, dan boleh turun dari tempat tidur untuk kembali jalan menggerakan kaki dan tangan”. Kondisi fisik Salomina sudah Nampak pulih dan membaik. Dr. Kennedy, juga mengatakan, “selang infuse dan kateter boleh dilepas agar dapat bergerak bebas.
Sekitar jam 10.00 – 11.00 Wakapolda Papua, Paulus Waterpauw dengan rombongan anggota Polisi sekitar 10 anggota mengunjungi Salomina. Sebelum masuk ke Ruang ICU, mereka Nampak sedang serius membicarakan satu hal dengan dr. Kennedy di ujung bangsal wanita, demikian kata EK, anak kandung Salomina yang sempat melihat rombongan anggota Polisi itu berdiri mengelilingi dr. Kennedy. Salah satu anggota dari Tim Polisi disuruh oleh Waterpauw untuk mengantar buah-buahan dalam dua keranjang parcel, masing-masing satu paket diserahkan kepada korban Hermanus Lokdem di Ruang Bedah pria. Saat rombongan Polisi masuk Ruang HCU, kedua anak Salomina, EK dan IK dan ibu kandung Salomina, Damares Osok diminta oleh Waterpauw untuk keluar dari ruangan, “…. Mama terlihat (pura-pura) tidur, dia tidak mau berkomunikasi dengan Tim Polisi”.
Sekitar jam 14.00 siang, tim Komnas HAM menjenguk Salomina, dan selanjutnya sekitar pukul 16.00 Wpb, Pdt. Burdam datang berdoa dengan Salomina di Ruang HCU. Salomina dengan wajah ceriah menceritakan kunjungan tim Polisi dan Komnas HAM siang harinya kepada Ibu Pendeta. Sambil senyum sinis Salomina menunjuk ke kerangjang parcel berisi buah-buahan dari Tim Polisi itu. Kata Salomina “…itu pasti mereka suntik racun ke dalam buah-buah itu jadi saya tidak akan makan. Tadi waktu mereka begitu masuk ruangan saya pura-pura tidur. Saya tidak mau bicara dengan mereka”. Pendeta Burdam Nampak senang mendengar karena terlihat kondisi kesehatan Ibu Salomina membaik. Sekitar jam 18.00, Pdt. Paulus Safisa dan Ibu Ruth Osok datang berdoa dengan Salomina, menurut Safisa dan Ibu Ruth, kondisi terakhir Salomina sudah lebih baik dari sebelumnya.
Sekitar jam 19.00 – 22.00, kondisi Ruang HCU sepi, tidak ada lagi keluarga atau orang lain yang menjenguk Salomina, karena waktu besuk sudah ditutup jam 18.00. Hanya tinggal kedua anak EK dan IK dan ibu kandung Damares yang selalu menjaga Salomina dalam ruangan HCU, selain petugas jaga dari Rumah Sakit. Anatara pukul 20.00 Wpb tiba-tiba suasana ruangan HCU menjadi sepih, tidak ada petugas jaga di loket HCU. Sekitar pukul 22.15 dua orang laki-laki. Mengetahui ada orang dipintu IK terbangun dari tidur juga ibu kandung Salomina, dalam keadaan terbaring ditidur mereka berusaha untuk memastikan apakah itu petugas medis atau bukan dan apa yang akan mereka lakukan, berseragam kemeja putih masuk ke dalam ruangan. Satu diantaranya memegang alat suntik tanpa botol obat, IK melihat salau seorang masuk langsung memancapkan suntik ke dalam selang infus Ibu Salomina dan orang tidak dikenal tersebut membelakangi IK. Saat keluar, orang tersebut kembali menoleh memperhatikan Ibu Salomina, ia mengetahui ada yang melihat langsung tanpa memakai sepatu dengan baik ia langsung secepatnya pergi seperti berlari.
Sekitar 5 menit sesudah kejadian tersebut, Salomi mulai mengeluh sakit kepala dan badan-nya terasa makin hangat. Dia memanggil Ibunya yang belum tidur nyenyak. “Mama, obat yang baru disuntik tadi itu mungkin tidak cocok. Saya tiba-tiba rasa badan hangat dan sakit kepala”. Tidak lama lagi dengan nada menjerit Salomina sampaikan kepada Ibunya: “maaa…mamaaa…, saya mo buang airrr…..”. Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, tiba-tiba seluruh badannya jadi kejang, kedua tangannya terangkat tinggi bergetar tak terkontrol dan kakinya menendang-nendang. Dalam detik-detik terakhir menyadari kondisi dirinya seperti itu, Salomina dengan nada tinggi berteriak: “Adooooh…… mama, ini saya sudah mo mati…..”. itulah kata-kata yang terakhir diucapkannya, dan seketika itu pula Salomina terdiam untuk selamanya, tepat jam 10.30.
Petugas jaga dan tim medis terpaksa dicari disekitar rumah sakit, karena tidak berada di tempat tugas, beberapa waktu kemduian akhirnya petugas medis datang membawa tabung oxigen untuk memberi pertolongan nafas buatan, tapi terlambat. Nyawa Salomina tidak bisa diselamatkan. Jenasah Salomina dipindahkan ke Ruang Mayat, hanya dengan ditutup selembar kain milik-nya sendiri, bukan dengan kain putih milik Rumah Sakit yang biasa dipakai untuk menutupi jenazah selama disemayamkan di Ruang Mayat. Setelah di ruang mayat, Tim Medis segera meninggalkan jenasah, tanpa melakukan tindakan autopsy untuk mengetahui tanda-tanda penyebab kematian, selanutnya tim medis mendesak keluarga untuk segera membawa pulang jenasah Salomi, dengan alasan fasilitas persemayaman jenasah di ruang mayat terbatas. Jadi segera dikosongkan untuk bakal jenasah berikutnya.
“Pesta mama” itupun berakhir dengan selimut tragedy untuk “mama”, rintihan untuk sang mama sebagai tanah leluhur hutan, gunung, lembah, laut juga danau yang abadi warisan sang pujangga bumi west papua.
Sumber : Tulisan Ini diambil dari BELANTARA Papua, TRITON Sorong, LP3BH Manokwari dan Team Pengacara BPAM Sinode GKI di tanah Papua.