Pemerintah Indonesia dikabarkan akan memberikan Jawaban to the Universal Periodic Review (UPR) mechanism, berkaitan dengan kemajuan situasi Hak Asasi Manusia Di Indonesia. Berdasarkan tentavies time table for the 27th session, Indonesia dijadwalkan mendapati giliran setelah Bahrain dan Tunisia.
Ini adalah siklus UN UPR ketiga partisipasi Indonesia dibidang Human Rights, setelah tahun 2008 dan 2012 pernah diikuti Indonesia. ... silahkan ikuti rekomendasi UPR kepada Indonesia tahun 2012 lalu pada link blog dibawah ini . http://svaxnet.blogspot.co.id/2012/05/upr-geneva-empat-belas-negara-respon.html
Saat ini, Pemerintah Jakarta sedang sangat siap untuk mengikuti kegiatan ini, menurut rencana via media on-line Menlu Retno Marsudi dan Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly akan terlibat secara langsung di Geneva pada 3 Mey 2017. Direktur HAM, Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral Kemlu Dicky Komar menyebut, ada lima isu besar yang akan diantisipasi Indonesia yakni ; Isu Papua, Pelanggaran HAM Masa lalu, kelompok minortas, Hukuman Mati, dan Kelompok Perempuan.
Pertanyaan berikutnya adalah, apa jawaban Indonesia ? untuk Papua, Jokowi ketika menduduki kursi Presiden memberi jawaban akan membebaskan seluruh Tahanan Politik di Papua dan Papua Barat, memberi kebebasan bagi akses jurnalis asing untuk masuk meliput Papua dan membuka ruang demokrasi (hak menyampaikan/menyatakan pendapat yang seluas-luasnya kepada rakyat sipil di Papua.
Namun, pada kenyataannya misalnya, Pasal makar (subversif) tidak pernah dihilangkan dari KUHP (Kitab Hukum Pidana) Indonesia, artinya kapanpun pasal ini bisa terus dipergunakan oleh penegak hukum Indonesia, berikutnya saat ini, ruang tahanan (Lembaga Pemasyarakatan) Di Papua dan Papua Barat masih menyimpan para tahanan-tahanan yang diputus bersalah oleh pengadilan akibat dakwaan makar.
Jurnalis asing juga demikian, berbelitnya proses perijinan masih didapati, bahkan deportasi masih sering dilakukan kepada jurnalis asing yang dituduh berafiliasi dengan kelompok masyarakat pribumi yang dianggap berseberangan pandangan politik dengan Negara Indonesia.
Hak menyatakan pendapat the freedom of expression and opinion also mendapati perlawanan dan penolakan dengan dasar surat ijin dari Kepolisian.
Kasus Wamena berdarah tahun 2000 dan Wasior berdarah tahun 2001 serta Paniai blooded on december 2014 belum mendapati kemajuan signifikan, walaupun kasus-kasus ini dipastikan saat ini ada diatas meja istana.
Ini adalah UPR third session for the Indonesian Governance, seharusnya pemerintah lebih maju dari session UPR ke-dua (tahun 2012) dan session pertama (tahun 2008). Indonesia harus memastikan tidak ada pertanyaan yang sama dan melangkah pada pertanyaan atau rekomendasi berikut dari Negara-Negara anggota.
Jakarta, tidak seharusnya paranoid terhadap Hak Asasi Manusia di Papua Barat apabilah memang faktanya pemerintah belum menjawab rekomendasi - rekomendasi terhadap Papua. para pemimpin Negara Pasifik kerap mendesak pemerintah Indonesia untuk lebih serius berpikir langkah strategis menyelesaikan perkara hukum Papua dari perkara politik. ***Black_Fox
Resource personals article