Dialog kembali menjadi heboh selama
berapa pekan terakhir, pasca tatap muka Presiden RI, Jokowi dengan belasan tokoh-tokoh
terkemuka dari kalangan Adat, Agama dan Aktifis Papua di istana Negara RI dua
hari sebelum pelaksanaan HUT Proklamasi RI ke 72 tahun.
Sumber-sumber terpercaya mengungkap,
pertemuan antara RI 1 dengan para tokoh-tokoh diatas disebut mendadak bagi
kalangan tokoh-tokoh diatas, mereka diundang by- phone (tidak melalui surat tertulis dari istana), mereka bahkan
tidak pernah mengetahui agenda pertemuan dan waktu pertemuan melainkan hanyalah
Paspampres yang mengetahui schedule.
Situasi tersebut, praktis dipastikan,
para tokoh – tokoh tersebut tidak dapat mempersiapkan dengan matang agenda apa
dan siapa yang dapat mewakili belasan orang tersebut berbicara langsung dengan
pemimpin tertinggi Negara.
Siang, menjelang sore hari, antara pukul
14.00 Wib, 15 Agustus 2017 pertemuan itupun berlangsung diistana Negara usai
para tokoh-tokoh ulung Papua ini dijemput dari Hotel tempat inap oleh petugas penjemput
yang berasal dari lstana Negara.
Sumber terus mengungkap, pertemuan
berlangsung bersama Presiden, terdapat juga Jendral Wiranto yang juga hadir
dalam kapasitas Menkopolhukam.
Presiden menegaskan, pemerintah focus bangun
Papua, terutama infrastruktur dan ada banyak hal mengenai pembangunan fisik
yang diungkap Presiden. Selanjutnya Presiden mempersialhkan kalangan undangan
ini berbicara.
Ada banyak hal juga yang disampaikan
dalam pertemuan tersebut oleh para tokoh-tokoh Papua ini, salah satunya adanya
keharusan Pemerintah RI berdialog secara langsung dengan rakyat Papua untuk
mengatasi permasalahan – permasalahan di Papua.
Pernyataan dialog inilah yang kemudian
menjadi heboh….. konotasi dialog disederhanakan menjadi dialog bidang
pendidikan, bidang kesehatan, bidang kehutanan atau yang kemudian disebut oleh Pr.
Neles Tebay DIALOG SEKTORAL.
Pater. Tebay adalah Kordinator JDP,
termasuk salah satu dari para tokoh yang dijumpai presiden di istana siang
hingga sore hari itu. Tebay, kemudian ditunjuk secara lisan oleh istana untuk
mempersiapakan proses – proses menjelang dialog sektoral tersebut, dibantu
Jendral Wiranto (Menkopolhukam) dan Teten Masduki staf kantor kepresidenan.
Di Papua, ketika meeting berlangsung,
tidak banyak orang Papua yang mengetahui pertemuan itu praktis dapat disebut
pertemuan itu menjadi pertemuan strategis perdana yang diisolasi rezim Jokowi,
akibatnya dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2017, Presiden tidak banyak
mengungkap capaian maupun policy-nya untuk Papua pada pembicaraan level pidato
kenegaraan sekelas HUT RI ke-72 tahun.
Selang beberapa hari kemudian usai 17
Agustus 2017, meeting istana menjadi heboh di dunia maya, netizen dari berbagai
kalangan dan lapisan masyarakat banyak berkomentar miring pertemuan antara
Presiden denga tokoh-tokoh Papua tersebut.
Mengabaikan
ULMWP
Masalah Papua bukan lagi soal
kesejahteraan, sandang, pangan atau yang sejenisnya bidang kesehatan,
pendidikan, ekonomi kerakyatan adalah cakupan kecil dari problem besar yang
menganggu hubungan papua – Jakarta 50an tahun. Jelaslah tidak bisa sesederhana
itu mendialogkan permasalahan kecil dengan mengabaikan permasalahan besar.
“Sejarah hubungan Papua ke dalam Indonesia”
itulah masalah yang tidak tuntas, disitulah sejarah yang diabaikan,
disepelehkan begitu saja oleh istana dalam pertemuan dadakan itu.
United Liberations Movement for WP
(ULMP) kemudian berdiri kokoh di pengasingan sebagai wakil resmi bangsa Papua
untuk memperjuangan pengakhiran sejarah hubungan yang menduri dalam daging
hubungan Jakarta West Papua itu.
Mengabaikan ULMWP dalam dialog yang kemudian disebut sektoral adalah politik
penghancuran ULMWP, ibarat mengganti celana baby tetapi popok yang kotor
ditutup dengan celana baru. hari ini bangsa Papua dengan penuh high awarnes
tidak akan masuk kembali ke mulut buaya, mereka bersuara menentang dengan
respect terhadap Pemerintah Demokrasi RI yang paling baik hati.
Melupakan
Konferensi Perdamaian Papua 5 – 7 Juli 2011
Pater Tebay, seakan lupa bahwa
pertemuan 5 – 7 Juli 2011 di auditorium Uncen Jayapura adalah Konferensi
Perdamaian yang telah menghasilkan sejumlah rekomendasi Juru runding West Papua terhadap pemerintah RI. Dan sejumlah
west Papuan leaders di ULMWP merupakan juru runding hasil rekomendasi kegiatan
yang difasilitasi sendiri oleh Pater Tebay. Now, what the next ? jika ada
pemimpin Negara (RI) yang berinisiatif dialog.
ULMWP
menjawab :
ULMWP dengan jelas menolak tegas
dialog. Okto Mote, Secretary General, Says, “it’s too late. The world knows,
that we tired for the negotiations with Indonesia for years. We are only
interested when internationally-mediated-negotiation (happens), not dialog. “Internationally-mediated
negotiation.
Prespektif Pribadi
Membaca prospek dialog sektoral ini,
tidak akan mengubah atau memperbaiki apapun untuk orang asli Papua kedepan. Dialog
sektoral ini sama halnya revisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua yang dsebut
Otsus Plus dipengujung kekuasaan direzim SBY namun tidak ada hasilnya hingga
hari ini, kemdan disebut DIALOG SEKTORAL. Otsus Plus kala itu dengan semangatnya
memperbaiki sector-sektor yang direncanakan menjadi topic dialog saat ini namun
hasilnya tidak terealisasi, mengapa. Jawaban sederhana yaitu. Satu. Mayoritas korban
pelanggaran HAM, korban kekejaman sejarah tidak benar-benar mendukung komitment
politik tersebut, berikutnya kedua, Pemerintah masih terlalu phobia hingga
setengah hati membuat kebijakan Negara untuk papua, dan ketiga, militer masih
mendominasi berbagai sector di Papua dengan klaim menjaga NKRI harga mati.
What happened ??..Kita menunggu perkembangan
drama ini kedepan**_black_fox
Notes : tulisan ini didedikasikan untuk
generasi muda papua, sebagai referensi berpikir (wacana) kritis di dalam Negara
dan menjadi bagai dari the rights to freedom on expression and opinion .
Sumber posting : artikel pribadi