Karya : Julio Sandia
Sebagai
seorang mahasiswa tingkat pertama di sebuah perguruan tinggi ternama di Kota
Bandung tentulah perasaan bangga Nimbrot sangat besar…. Betapa tidak…terpilih
dari ribuan orang seluruh Indonesia, dan Nimbrot adalah mahasiswa dari ujung
timur Indonesia, Papua. Daerah yang dianggap tertinggal, namun Nimbrot bisa
eksis di Universitas ternama di negeri ini.
Tahun
tahun pertama kuliah, layaknya mahasiswa lain, adalah masa masa pencarian jati
diri.. Nimbrot aktif disetiap organisasi kemahasiswaan, hingga kelompok
kelompok belajar yang notabene terdiri dari para mahasiswa dan mahasiswi dari
berbagai daerah Di Indonesia, dan tentulah sebagai seorang lelaki Papua,
Nimbrot Nampak sangat berbeda secara fisik, namun semua itu tidak menyurutkan
semangatnya untuk mempertahankan rasa bangga sebagai orang Papua.
Nimbrot
termasuk mahasiswa yang aktif dalam
berbagai kegiatan kegiatan kemahasiswaan. Dan semua teman teman kampus menerima
kehadirannya dengan baik. Hal yang sempat dicemaskan Nimbrot, bahwa dia berbeda
secara fisik.
Walau
harus jujur diakui, tidak semua teman teman di Kampus bersikap welcome padanya,
ada beberapa memang, yang menunjukan sikap tidak suka, entah mengapa, namun
Nimbrot menerima itu sebagai sebuah keniscayaan dalam perbedaan.
“Brott….(begitu
biasanya teman teman kampus memanggil Nimbrot)”.
“Nanti
sore kita kumpul di kostnya Rina”, demikian pesan dari Lola, salah satu teman
kampus yang bersikap baik padanya.
(Ini
sudah merupakan kebiasaa kita untuk kumpul di kost salah satu teman untuk
mengerjakan tugas sambil berdiskusi)
“Ok…aku
pasti datang, jangan lupa kontak Heru…!
Ia..nanti
smsan ya…ucap Lola sambil meninggalkan Nimbrot menuju tempat parker. Lola gadis
melayu peranakan Betawi, sikapnya yang wajar memancarkan ersahabatan yang
tulus.
Sementara,
Rina termasuk kembanngnya kampus, betapa tidak, tubuhnya yang seksi dengan
rambut sebahu dan wajahnya yang cantik benar benar jadi primadona. Terselip juga
rasa minder di hati Nimbrot bila melihat Rina.
Sore
itu Nimbrot agak terlambat datang, teman teman kampus sudah pada berkumpul di
rumahnya Rina. Nimbrot susul kemudian, lalu Sebelum masuk ke rumah Rina,
Nimbrot sempat mendengar namanya disebut.
Akhirnya Nimbrot memberanikan diri perlahan lahan menguping pembicaraan mereka.
Heru
: Nimbrot ini…benar benar ngaret..!
Lola
: Ia..tuh, tadi siang sudah gw ingetin buat kesini. Dasar papua satu tuh, sebel
deh.
Rina
: si Nimbrot? Yang orang papua itu ya ? emang gpp gitu, dia gabung di kelompok
kita ? orang orang sana..sangar sangar ..ngeri gw.
Nimbrot
yang sedari tadi menguping, merasa sedih dan agak tersinggung juga mendengar
omongan si Rina, namun karena sudah terlanjur di situ, Nimbrot memberanikan
diri untuk masuk dan bergabung, seolah – olah tidak mendengar apa apa.
Haripun
berlalu, sikap rina yang kurang menerima kehadirannya, ditambah dengan omongan
omongan yang sempat didengar, betul betul membuatnya kecewa. Sikap rina kian
lama kian kentara, kadang pas kumpul kumpul, dia selalu berusaha mengambil
posisi yang jauh dari Nimbrot, seolah olah ingin menegaskan bahwa mereka memang
tidak selevel.
Kadang
terbesit sesak di hati,….kenapa sa harus hitam..kenapa sa harus kariting, kalo
sa sama deng mereka, mungkin tidak begini perlakuan yang sa terima…Ahhhh….
Namun
sebagai mahasiswa yang terdidik, Nimbrot pun tetap berpikir positif dan
berbesar hati. Ahh..sudahlah mau apa lagi, sa memang berbeda (bathin NImbrot di
dalam hati).
Lama
kelamaan semangatnya dalam kegiatan kelompok mulai menurun. NImbrot pun mulai
menjaga jarak dengan temannya Rina, kalaupun mereka berkumpul, NImbrot berusaha
untuk tidak perlu bicara, tapi ketika Rina memerlukan sesuatu atau ada apa apa,
Nimbrotlah yang paling cepat menawarkan diri untuk membantu. Biarlah dia
menghina, biarlah..dia tra suka sa, sebagai sahabat sa iklas. Pikir NImbrot
dalam hati.
Semesterpun
berganti, kehidupan kampus berjalan apa adanya, kelompok study Nimbrot dan teman
temannya sudah jarang berkumpul karena kesibukan masing masing. DI saat Rina
sakit, Nimbrot, Heru, maupun Lola menyempatkan diri untuk berkunjung. Bahkan
ketika beberapa kali Rina pindah Kost, NImbrot pula yang membantu mengangkut
barang barangnya. Semua dilakukan dengan iklas, walau Nimbrod tau rina tidak
pernah menghargai semua itu dan menganggap Nimbrot hanyalah teman yang siap
dimanfaatkan tenaganya.
Tak
terasa, akhir perkuliahan pun tiba. Nimbrot mengisi waktu dengan beres beres
dan mengirimkan sebagian buku bukunya ke Papua, biar nanti pas pulang, tra
terlalu repot, piker Nimbrot di hati.
“Mama….sa
su kirim buku buku lewat Tik, nanti mama suruh bapade pi cek ee…,?”,mungkin 7
hari su sampe”…
“Io…nanti
mama bilang, niby ingat makan ee…jang
suka keluar malam, ingat sembayang, supaya Tete Manis jaga dan lindungi sampe
kembali ke Papua. cara ibunya memanggil
dengan panggilan special, caranya memperhatikan nimbrot adalah hal yang paling
indah di dunia, rasanya Nimbrot ini selalu menjadi bayi kecil tak berdaya
ketika berhadapan dengan ibunya.
Aahhh….mama
sayang seehhh………. Nimbrot tersenyum sendiri.
“Io…Mam…Resbe…..”
Seminggu
menjelang wisuda, Nimbrot diberitahu Heru bahwa Rina menanyakan kabarnya. Nimbrot
tertawa saja mendengarnya.
Karena
pasti saja Heru mengerjainnya. Memang kebiasaan bagi Heru dan Nimbrot bercanda
sambil menghayalkan gadis gadis cantik di kampus.
Ternyata
benar, rina memang menanyakan Nimbrot.
Brott…
, gimana kabar Heru dan Nina ? (ih baru ketemu bukannya menanyakan kabar ku,
gerutu Nimbrot dalam hati)
“Baik
saja…kemarin nina ke Jakarta, Heru tadi ada, katanya mau ke simpang..”
“…Ooohh..”
“Eehh…Brott…
aku bisa ngomong sama kamu..?
“…oh.iya..ada..apa
ya…?(Nimbrot penasaran, grogi dan senang juga,..hihiihi)
Di
warung sana yuuk..sambil minum, aku haus, ajar rina sambil menunjuk warung di
pojok, tempat ngobrol apa saja.
Singkat
cerita…. Sore itu rina mencurahkan segala isi hatinya tentang dia baru habis
putus, berkali kali dikihanati, dan dia frustasi, juga mengenai sikapnya yang
tidak pantas pada Nimbrot dan satu hal lagi, rina mengakui bahwa nimbrotlah
yang paling tulus bersahabat dengannya, yang lain bersahabat karena ada
kepentingan tertentu dan ada niat lain dibalik semua itu (sa ..kira pembaca su
tau suda..).
Di
akhir cerita, rina meneteskan air mata, meminta maaf dan mengatakan dia mau
jadi kekasih Nimbrot dan setelah wisuda dia akan minta ijin orang tuanya, ingin
ke Papua mencoba mengaplikasikan ilmunya di Tanah Papua tentunya bersama sama
Nimbrot.
Bukan
main….sa bisa mempunyai pacar secant Bidadari kappa…mama ee…. Ini betul ka
trada ee.., pikiran Nimbrot melambung seketika ke langit ketujuh !!
Namun
sekedar untuk menjaga image dan wibawa…..Nimbrot meminta rina memberikannya
waktu untuk memberikan jawaban.
Nimbrot
kini, bukanlah Nimbrot 4 tahun lalu, nimbrot yang polos, dan kadang merasa
rendah diri. Nimbrot kini adalah seorang sarjana, penuh wibawa dan siap pulang
untuk menerapkan segala ilmunya membangun Papua tercinta.
Dua
hari menjelang wisuda…Nimbrot dan Rina kembali bertemu…..
Nimbrot
menolak dengan halus semua keinginan Rina, dengan mengatakan bahwa dirinya
sudah punya Josefine, yang sudah dipacarinya dua tahun terakhir ini. Dan Rina
pun mendengar semua penolakan itu dengan deraian air mata, entah karena merasa
tidak percaya bisa ditolak Nimbrot ataukah mungkin sebagai ungkapan sesal di
dada atas segala sikapnya selama ini ke Nimbrot.
Rina
kemudian memeluk dan mencium Nimbrot,
Nimbrot
membalas dengan ciuman sopan (dipipi..baah..kam pikir tuu…), dan secara halus
melepaskan dekapan rina, dan mereka pun berpisah, kembali tenggelam dalam
aktifitas masing masing.
Selesai
wisuda, masing masing kembali ke daerah asal, kontak pun terputus.
Nimbrot
kembali ke Papua. Rina kembali ke ulau sumatera, ke sebuah kota yang begitu
terkenal.
“Efinn….”
Kaka..duluan
ee…, ko cepat selesai supaya pulang tong dua nikah.
Kaka
sangat saying ko, biar artis ka bintang
film datang menawarkan segala cinta, kaka tra kaget, Cuma ko saja yang mengerti
kaka, jang curiga kaka deng rina ee…
Trada
apa apa sama skali…
Itulah..bunyi
sms Nimbrot ketika akan kembali ke Papua. Maklum Jossefine dan Nimbrot saling
berbeda kota.
Dalam
hatinya Nimbrot mendoakan Rina sahabatnya itu, agar sukses dalam perjalanan
cintanya dan meniti masa depan.***_Black_Fox
----------------------------------------------------------------------------------------
April
2009, di tepian Teluk Youtefa, Julio.
Ini
adalah cerita rekaan semata, jika ada kesamaan tempat dan tokoh, mohon maaf
sebesar besarnya. Foto pada cerpen adalah ilustrasi semata.
Sumber Cerpen ini, diakses dari Media Sosial Facebook Julio Sandia dan telah mengkonfirmasi ijin membagi ke blog ini, seluruh materi (isi) dan foto adalah karya yang bersangkutan