Kapal Perang TNI AL Pada satu kesempatan di Manokwari |
Kedua,
Otonomi khusus secara politik adalah win-win
solution alias jalan tengah ketika peran militer melalui DOM harus tamat
dari Papua dan Papua Barat, penggunaan kekuatan militer telah bukan lagi
pilihan yang tepat untuk menyelesaikan masalah dan aspirasi politik, sekali lagi
bahwa “Otonomi Khusus menjadi sebuah recognize (pengakuan) Jakarta terhadap hak
– hak dasar orang Papua akibat penguarangan yang secara desktruktif terjadi dan
dibiarkan.
Ketiga, Otonomi
khusus Papua, menjadi sebuah dorongan untuk membentuk system pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dari otoriter penguasa menjadi Negara demokrasi,
melindungi hak asasi manusia warganya dan sanggup untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan di dalam negeri tanpa ada satu tetes darah dan air mata.
Dan yang ke-empat, Kebijakan
Otonomi khusus Papua pada lain sisi sesungguhnya memberi kontribusi postif bagi
reformasi sektor keamanan (security
sector reform) nasional Indonesia. Selama puluhan tahun pendekatan keamanan
(security approach) atau dikenal juga
masalah lainnya problem politik dwifungsi ABRI kerap merusak wajah TNI dari
adanya pelibatan TNI di dalam sistem ekonomi capital, politik dan sosial dari Negara dan Pemerintah Daerah
ataupun pihak swasta yang berinvestasi terutama di Papua, dari sinilah
sesungguhnya iblis kekerasan di dalam keamanan itu ada. Semenjak adanya Otonomi
Khsus Papua, peran TNI digeser untuk menjadi alat pertahanan yang melindungi
kedaulatan negara termasuk melindungi rakyat. Reformasi sektor keamanan yang
disinggung disini menuntut institusi TNI untuk profesional, tidak lagi berada
dalam sistem ekonomi dan sosial politik di dalam pemerintah atau masyarakat.
Dan yang terakhir, Ke-enam dalam rangka efektifitas pelaksanaan
Otonomi Khusus Papua, pengurangan postur TNI di Papua dapat berdampak pada
penghematan biaya Negara disektor pertahanan dan pembiayaan bisa diarahkan pada
sektor pengembangan ekonomi dan infrastruktur di Tanah Papua.
Beberapa persepktif diatas memberi deskripsi bahwa pengembangan postur
komando teritorial (koter) melalui Kodam Papua Barat sesungguhnya bukan
komitment awal Indonesia terhadap Papua.
rezim SBY sempat menunda penambahan Kodam di Papua dengan alasan
anggaran yang terbatas, jika rezim Jokowi – JK meneruskan proyek pembangunan
markas Kodam untuk Papua di Manokwari, sama halnya Jokowi menurut bos partai
Megawati yang pernah mengeluarkan PP No. 77 tahun 2007 tentang lambang daerah
untuk mem-bypass proses yang dibangun
Gusdur dalam menyelesaikan disharmonisasi Indonesia dan Papua......" [BERSAMBUNG]
Artikel ini dapat juga dibaca pada : http://www.tapanews.com