IST. Peta Wilayah Propinsi Papua Barat |
Manokwari City, Propinsi
Papua Barat telah menyumbang sedikitnya Tujuh (7) Kabupaten untuk Di tetapkan Presiden
Joko Widodo sebagai Daerah Tertinggal di Indonesia, pelibatan tujuh daerah ini
bersamaan dengan 122 Daerah lainnya se-Indonesia yang telah distatuskan untuk menjadi
Daerah tertinggal. Penetapan ini dilakukan Jakarta pertanggal, 4 November 2015 lalu,
berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor : 131 Tahun 2015 tentang Penetapan
Daerah Tertinggal, tahun 2015 – 2019.
Ketuju
Daerah di Propinsi Papua Barat yaitu, Kabupaten
Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Sorong Selatan, Kabupaten Sorong, Raja Ampat,
Tambrauw dan Maybrat.
Daerah
tertinggal di atas berdasarkan Perpres ini adalah daerah yang disebut "masyarakatnya kurang
berkembang dengan masyarakat pada daerah lainnya dalam skala nasional" yang
kemudian ditetapkan berdasarkan kriteria : “Perekonomian masyarakat, sumber daya
manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah , aksesibilitas dan
karakteristik daerah”, demikian yang dapat dipahami substantif dari Perpres
tersebut.
Propinsi Papua Barat saat ini terdiri atas 12 Kabupaten dan 1 Kota, sumbangan ini menjadi tidak berarti, sebab disaat yang bersamaan belum ada
pemikiran untuk perbaikan pengukuran status tertinggal, justru 7 daerah ini
sedang berpartisipasi dalam mendorong pemekaran daerah otonom baru dari wilayah
7 daerah ini.
Pemda
Teluk Wondama aktif mendorong pembentukan Daerah Otonom Baru Kuri Wamesa,
sementara Bintuni mengupayakan pemekaran Moskona menjadi Kabupaten pemekaran di
tengah – tengah Bintuni – Sorong Selatan, Raja Ampat bahkan serius untuk
memisahkan Raja Ampat Utara dan Raja Ampat Selatan sebagai Daerah Otonom Baru
terpisah dari Waisai Pusat Ibu Kota Raja Ampat, demikian juga Tambrauw yang
mendukung sebagian wilayah dicaplok oleh rencana calon Daerah Pemekaran
Kabupaten Manokwari Barat dan Maybrat yang mendukung secara pasti calon Daerah
Otonom Baru, Maybrat Saw.
Dari
situasi diatas, praktis periode daerah tertinggal 2015 – 2019 menurut Perpres
Jokowi hanya kertas hampa, sebab energi Pemerintah Daerah tertinggal ini akan
terkuras ke mempersiapkan suprastruktur serta infrastruktur Daerah Otonom baru dari pada memikirkan
pemajuan “Perekonomian masyarakat,
sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah,
aksesibilitas dan karakteristik daerah”.
Meski
demikian, sang Presiden punya kekuasaan dan pengaruh di pusat untuk menahan
laju progres pemekaran Daerah Otonom Baru ini, terutama kewenangan untuk
menolak pengajuan Rancangan Undang-Undang Daerah Otonom Baru yang di dorong oleh
Parlement. Presiden diketahui lebih banyak masuk ke Papua dan Papua Barat
ketimbang parlement (DPR – RI), tentunya seorang Presiden paling mengetahui
mengapa daerah- daerah di Papua Barat menjadi tertinggal selama 2015 – 2019, and
why ? Daerah Otonom Baru penting ditunda. Presiden melalui staf khusus dan pembisik
pasti memahami, jika masih tidak masuk akal pembentukan daerah otonom baru dapat
meningkatkan “Perekonomian
masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan
daerah, aksesibilitas dan karakteristik daerah” di Propinsi Papua Barat. ****black_fox
Sumber : Artikel Pribadi