Opini
ini hanya mewakili pendapat personal untuk mengkritisi [saya sebut] “efek manja elit elit untuk kursi
Otsus”, yang dikabarkan diusul ***** untuk boleh dibentuk di DPRD Kabupaten/Kota Di
Propinsi Papua Barat.
Dengan demikian, fraksi Otsus juga terdapat di DPRD Kabupaten/Kota Di Propinsi Papua Barat.
Langsung saja dengan opini, Pertama kursi Otsus adalah, kursi
sebagaimana yang dimaksudkan oleh pasal 6 Undang-Undang Otonomi Khusus Papua ayat (2). Singkat
cerita, pasal mengenai kursi ini diuji [judicials review] oleh …… [maaf sa tidak
sebut untuk menjamin netralitas tulisan ini] di Mahkamah Konstitusi RI 2010 silam. Mengapa harus lewat pengujian? karena pasca Otsus berlaku di Papua 2001 silam, kursi ini sudah tersedia di Parlemen propinsi Papua atau Papua Barat tetapi tidak terisi. rupanya yang jadi soal adalah kursi ini harus diisi berdasarkan peraturan perundang-undangan alias perlu ada undang-undang lain selain UU Otsus untuk membentuk proses pengisian kursi Otsus. Inilah masalahnya sehingga patut untuk menguji frasa pasal itu, saya cuplik bunyi frasa ini "...DPRP terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan"
Perhatikan kata yang digaris bawahi, inilah yang saya pikir masuk akal oleh hakim Mahkamah Konstitusi untuk layak membatalkan atau mengubah frasa ini cukup dengan Perdasus saja, anggota DPRP/DPRPB kursi Otsus diangkat.
Lalu berangkat dari dasar hukum tersebut, Kursi (otsus) kemudian telah diisi dengan baik, 11 Kursi untuk Propinsi Papua,
Propinsi Papua barat tak ketinggalan, karena bagian dari Propinsi yang
berstatus Otsus [Lihat Undang-Undang No. 35 tahun 2008], Papua Barat juga
kebagian jatah kursi Otsus sebanyak yaitu 9 Kursi.
Menurut pendapat pribadi, Mahkamah Konstitusi RI sangat berandil besar sekali memutus frasa ini, sehingga tidak tercipta kekosongan hukum dalam Otsus Papua. Putusan JR ini diucapkan hakim MK pada, awal Februari 2010 lalu.
Kedua
: Masuk sedikit membahas materi permohonan Judicial Review
pasal 6 UU Otsus ke MK, rupanya terdeteksi bahwa substansi utama JR yang
dilakukan oleh BMP adalah frasa “berdasarkan peraturan perundang-undangan harus
diartikan sebagai Peraturan Daerah Khusus”, sehingga pemerinta Propinsi Papua
[termasuk Papua barat] yang kemudian dapat membentuk Perdasus untuk mengisi
posisi kursi Otsus.
Berdasarkan
payung perdasus inilah, maka terdapat 11 kursi untuk Jayapura dan 9 Kursi untuk
Manokwari, yang tentunya kedua propinsi secara terpisah menyusun perdasus kursi
Otsus tersebut.
Saya pengagum Otsus, kebijakan Jakarta yang satu ini baik sekali, saat ini adalah bagaimana menghindarkan intervensi Jakarta atas Papua, JR frasa ini sangat hebat untuk memastikan tidak ada lagi campur tangan pusat atas parlemen lokal Papua dan Papua barat.
Berikutnya, kita sudah muak dengan elit Partai Politik pusat yang bercokol di daerah selama ini, mereka tidak terlalu baik dalam record kinerja mereka terhadap konstituen, pendidikan politik bagi masyarakat tidak pernah ada, merekrut kader asal comot dari masyarakat, selama empat tahun diam, nanti satu tahun menuju pemilu baru muncul ke masyarakat, itupun lantas main kotor lagi, black campaign, money politics dan lain-sebagainya.
So, sangat baik sekali kursi Otsus ini lahir dan mengambil peran juga di Parlement.
Ketiga
: masuk ke kritik [Pertanyaan] mengenai, bolehkah Perdasus mengatur hal kursi pada level
Daerah Kabupaten/Kota ? termasuk hal Otsus. Jawabannya tentu tidak
mungkin dan tra bisa yaa...!!
Undang-Undang Otsus [lihat
pasal 1 huruf I, pasal 4 ayat (1) dan ayat (3),] sudah dengan tegas mengatur
bahwa Perdasus hanya mengatur konteks kebijakan khusus pada level Propinsi bukan
Kabupaten.
Dari pasal ini sudah pasti tidak akan pernah lahir Perdasus untuk
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota apalagi soal mengatur kursi Otsus di Kabupaten dan Kota di Papua Barat.
Saya setuju kursi Otsus tidak boleh ada pada DPRD Kabupaten/Kota agar pembiayaan Otsus tidak perlu terlalu membesar dilevel elit dan birokrat Propinsi dan Kabupaten, supaya rakyat Papua dan kebutuannnya mendapati pembiayaan yang membesar dari Otsus
Ke-empat : Kursi Otsus diperuntukan
hanya untuk DPR Propinsi.
Di
Papua tentunya terdapat dua propinsi, [Papua dan Papua barat] otomatis idealnnya kantor
DPR Propinsi pada dua propinsi inilah yang akan berisikan angota dari kursi Otsus
Papua.
Kembali pada konteks Undang-Undang Otsus, Undang-Undang ini, tidak
pernah mengisyaratkan hal kursi Otsus untuk DPRD [Kabupaten], karena memang
dari semula design Undang-Undang ini untuk Propinsi [dapat dilihat pada judul dan
materi konsiderant Undang-undang ini]. Silahkan ikuti pasal 6 ayat (2) bahwa
DPR Propinsi, [tidak ada DPR Kabupaten/Kota] terdiri dari “anggota yang
dipilih” dan “yang diangkat”.
"EFEK MANJA"
Topik, “efek manja” Sesungguhnya merupakan kritik, pada satu sisi komponen elit
Papua patut mengapresiasi munculnya fraksi Otonomi khusus di parlemen propinsi
Papua dan Papua Barat. Tentunya tra datang dengan sendirinya kalau bukan dari sebuah perjuangan besar, ketika pihak lainnya diam, yang
lainnya bertarung hidup mati lewat jalur pemilihan legislatif, ada yang bangkit untuk
melihat celah kebijakan Otsus Papua yang bisa dimanfaatkan oleh orang Papua termasuk “pengisian
kursi Otsus”.
Sementara pada sisi lainnya, kalangan elit tidak seharusnya menodai kesuksesan perjuangan smart di MK melalui usulan-usulan yang tidak berdasar peraturan hukum.
Berikut tidak pernah ada yang namanya "bonus perjuangan" dalam tanda petik, melainkan mindset Otsus Papua sesungguhnya hanya tools, tetapi perjuangan elit saat ini adalah mengangkat jati diri ke Papuaan itu yang dapat dieksplore lebih dalam pada frame Otsus.
Kursi Otsus tidak akan pernah ada di Kabupaten/Kota, tetapi kader Politik Papua yang nantinya mendominasi kursi DPRD Kabupaten/Kota untuk meramu berbagai system check and balance untuk menciptakan policy terrmasuk regulasi berbasis Otsus di level Kabupaten/Kota di Papua Barat. ***Black_Fox