Komite Nasional Papua Barat [KNPB] didirikan pada tahun 2008 di Jayapura, secara khusus di Manokwari atau biasa disebut kalangan aktifis-nya sebagai “KNPB wilayah Mnukwar”[mengutip nama asli Manokwari, wos byak : “Mnu-kwar”]. Sejak Juni tahun 2012 sampai saat ini KNPB Wilayah Mnukwar di ketuai oleh seorang anak muda Papua, Alex Nekenem yang dipilih atau diangkat melalui mekanisme internal organisasi.
Alex. N, Paling Depan Memakai Topi - KNPB Mnukwar |
Di Manokwari, ibu kota Propinsi Papua Barat,
eksistensi KNPB sama halnya dengan aktifis pada berbagai daerah lain di Tanah
Papua dan juga belahan wilayah lain di Indonesia yang kerapkali melakukan aksi
turun jalan long march menuntut
ketidakadilan sosial, politik, ekonomi termasuk hak asasi manusia dan lainnya
yang bersentuhan dengan kebutuan, kepentingan dan aspirasi rakyat kecil grass-roots.
Secara prinsip, berbagai bentuk apapun aksi-aksi ini
dibenarkan, artinya legal sebagai
bagian dari kehidupan bernegara citizen
yang menganut system demokrasi, demikian halnya Indonesia yang disebut meraih
predikat negara demokrasi terbesar ke-tiga di dunia. “kegiatan [aksi] menyampaikan pendapat dimuka umum [the freedom of speech and expression]” di Indonesia, pemerintah
melegitimasinya melalui konstitusi UUD
1945 amandemen ke -II pasal 28 E ayat (3), kemudian juga ratifikasi
kovenant hak-hak sipil dan politik [the International Covenant on Civil and
Political Rigts] melalui Undang-Undang
No. 12 tahun 2005 tentang Hak – hak sipil dan politik, Undang-undang No. 39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang “kemerdekaan menyampaikan
pendapat”, secara khusus undang-undang kemerdekaan menyampaikan pendapat
pasal 1, disebutkan bahwa “setiap warga
negara Indonesia bebas menyampaikan pendapat dimuka umum baik secara lisan
maupun tulisan dengan tentu memperhatikan kewajiban dan hak-hak orang lain, dan
juga pemberitahuan kegiatan secara tertulis terhadap otoritas Kepolisian
setempat”.
Keberadaan undang-undang diatas dalam tataran
implementasinya secara khusus Propinsi Papua dan Papua Barat faktanya sangat
bermanfaat positif bagi masyarakat, menjadi stimulan yang menggerakan
masyarakat untuk dengan bebas tanpa rasa takut mengeluarkan pikiran dan
pendapat secara terbuka. Riwayat aksi [kegiatan] menyampaikan atau menyatakan
pendapat di muka umum oleh mayoritas orang Papua kepada Pemerintah Negara
Kesatuan Republik Indonesia [NKRI] telah dimulai semenjak tahun 1998, dari
sebelumnya pemerintah Jakarta sangat anti-penyampaian pendapat orang Papua
dalam bentuk apapun.
Pada 26 Februari 1999 misalnya, “Presiden RI, Prof Dr. B.J Habibie di istana
Negara pernah menerima langsung tim 100, wakil – wakil rakyat Papua yang menyampaikan
aspirasi politik rakyat Papua” yang menuntut kemerdekaan secara politik
dari pemerintah atau memisahkan diri dari NKRI”.
Pemerintah RI pasca dipimpin Presiden Ke-IV “K.H Abdurahman Wahid atau Gusdur bahkan
justru secara resmi membolehkan rakyat Papua mengekspresikan berbagai pendapat
mereka melalui simbol – simbol berupa bendera dan lagu” melalui legitimasi
Undang-Undang No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
Secara kontekstual dapat dipahami berbagai kegiatan
menyampaikan pendapat yang sangat progresif di Papua seperti berikut ; bahwa pertama
Pemerintah RI sebagai negara demokrasi nyatanya telah melegitimasi [mengesahkan
secara hukum] berbagai bentuk kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum dari
berbagai gerakan aktifis di tanah Papua, entah KNPB maupun organisasi apapun
yang pada prinsipnya memperjuangan kepentingan dan aspirasi masyarakat kecil di
tanah Papua.
Kedua,
Pemerintah RI mengakui bahwa “adalah benar berbagai pendapat atau aspirasi masyarakat pribumi Papua”, undang-undang
otonomi khusus Papua sesungguhnya merupakan wujud nyata pengakuan recognize pemerintah terhadap berbagai
aspirasi rakyat Papua, sehingga pemerintah sejak 2001 telah merancang berbagai
bentuk affirmative action untuk Papua
melalui kebijakan Otonomi khusus Papua. Ketiga, Pemerintah RI bahkan
berencana tengah bersiap memberi grasi terhadap tahanan politik Papua yang
faktanya mayoritas mereka menjalani masa penahanan sebagai tahanan/narapidana di
penjara pemerintah “karena di dalam hak asasinya telah berpendapat dan memiliki
pandangan politik yang berbeda dengan Pemerintah dan Negara”.
Kembali ke pembahasan mengenai KNPB wilayah Mnukwar,
mereka KNPB dalam agenda aksinya tidak jauh beda dengan aspirasi yang pernah
diterima oleh mantan Presiden B.J Habbibie 1999, atau Gusdur 2000 – 2001. Namun,
sejak tahun 2012 KNPB wilayah Mnukwar sudah menerima label dan streotipe sebagai pelaku kriminal dalam hak dan kebebasan
mereka di Negara demokrasi Indonesia. tuduhan pidana terhadap aktifis KNPB
Mnukwar dalam catatan LP3BH Manokwari, sebelumnya telah dilakukan kepolisian
Resort Manokwari pada, tahun 2012 lalu. Pada saat itu kegiatan damai KNPB dan
masyarakat sekitar yakni “mendukung dimukan umum kegiatan IPWP [the
International Parliment for West Papua] yang tengah mendiskusikan permasalahan
Papua di London - UK”, sayangnya kegiatan damai ini dibubarkan secara paksa
oleh petugas kepolisian, Alex Nekenem, sebagai ketua KNPB saat itu diberondong dituduh
oleh penyidik melakukan “kejahatan
makar, penghasutan dan bersekutu melakukan perlawanan terhadap petugas”
sebagaimana keseluruhan tindak pidana diatur di dalam pasal 106, 110 ayat (2),
Pasal 160, pasal 214, pasal 213, pasal 212, jo. Pasal 55 dan pasal 56
KUHPidana. Tuduhan pidana Alex.Cs berangkat. Pada, 6 November 2012, polisi
sempat menyidik Alex Nekenem sebagai tersangka, namun kemudian membebaskan yang
bersangkutan dari tuntutan pidana ke pengadilan.
Tidak lama ini, 20 Mei 2015, Alex Nekenem
mengkoordinir kegiatan yang dalam selebaran, agenda aksi disebut “mendukung
pertemuan MSG [the Melanesian Spearhead Group] di Honiara, Fiji dalam rangka membahas
aplikasi ULMWP [United Liberation Movement for West Papua] untuk diterima sebagai
assosiasi member MSG, dan menuntut ruang demokrasi serta kebebasan akses
jurnalis asing untuk masuk meliput Papua”.
Pelaksanaan kegiatan ini telah dibuka dan
berlangsung dengan aman dan tertib. Beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan,
KNPB Mnukwar telah mendahului amanat Undang-undang kemerdekaan menyampaikan
pendapat dengan mengirimkan surat pemberitahuan dan agenda aksi pada 20 mei
2015 terhadap kepolisian. Kegiatan tersebut nyatanya berlangsung namun
menjelang akhir, kegiatan ini dibubarkan dengan paksa oleh Polisi dibantu
satuan Brimob. Alex Nekenem pada kesempatan itu ditangkap dan ditahan, dalam
penyidikan dituduh bersalah melakukan tindak pidana “penghasutan” sebagaimana diatur dalam pasal 160 KUHPidana, tuduhan
pidana penghasutan saat itu juga diterima oleh Narko Murib, Maikel Asso dan
Yoram Magai aktifist KNPB yang bersama-sama dalam kegiatan di hari 20 Mei 2015 tersebut..[BERSAMBUNG]...
Artikel Bisa diakses di majalahselangkah.com dan Media Cetak Manokwari Express Edisi, Jumat, 24 Juli 2015