Gedung DPR PB. (Doc Pribadi) |
Manokwari, Ketua fraksi Otsus DPR Propinsi Papua Barat, Yan A. Yoteni
mengeluarkan statement yang frontal
terhadap sesama pejabat DPR Papua Barat lainnya, Yoteni menyebut ada “politik
dagang sapi di DPR Papua Barat”, maksud dagang sapi ini untuk pembahasan
Raperdasus Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Papua Barat dan
Pengangkatan Ketua DPR Papua Barat definitif yang hingga kini menuai pro-kontra
dikalangan elit politik itu sendiri.
Sementara itu kalangan Majelis Rakyat Papua Barat sempat
mengeluh mengenai Raperdasus Pemilihan Kepala Daerah ini, mengingat Raperdasus
ini berdasarkan informasi yang berkembang ada muatan norma (pasal) mengenai
prasyarat keaslian orang Papua bagi kandidat yang akan maju Pemilukada, tidak
hanya Pemiluakada Propinsi melainkan Kabupaten/Kota di Papua Barat pun
demikian.
Menurut kabar media lokal Manokwari, Raperdasus ini tengah
dibahas di Balegda DPR Papua Barat, tapi belum ada deal mengenai persetujuan di internal dewan sendiri, ada berbagai
alasan yang berkembang misalnya alat kelengkapan dewan belum ada sehingga
proses pembahasan Raperdasus harus molor, ada juga alasan dari beberapa
kalangan DPRPB lainnya yang langsung mengambil sikap abstain terhadap
Raeprdasus ini, beberapa pejabat MRP Papua Barat menuding situasi ini terhadap
anggota DPR PB non-asli Papua yang punya maksud terselubung menghambat
pembahasan Raperdasus untuk kepentingan kelompok mereka, termasuk pula jabatan
ketua DPR Papua Barat yang tarik ulur sampai saat ini.
Padahal hasil pileg 2014 lalu menempatkan partai Demokrat
sebagai partai pemenang pemilu di Propinsi Papua Barat, ironisnya pasca Robbert
M. Nauw mantan pimpinan DPR PB periode 2009 – 2014 dipersiapkan untuk menjabat
ketua DPR Papua Barat periode 2014 – 2019, yang bersangkutan didera kasus
korupsi pinjaman keuangan PT. Padoma senilai Rp. 22 Miliyar. Robby. Nauw, sapaan akrabnya dan beberapa
pejabat DPR-PB lainnya diputus hakim pengadilan tingga Papua terbukti bersalah
melakukan tindak pidana korupsi dan dihukum pidana penjara antara antara 1
sampai 2 tahun pidana penjara. Meski belum sempat masuk lapas Manokwari
lantaran kasus mereka tengah kasasi ke Mahkamah Agung RI.
Pengisian kursi ketua DPR Papua Barat yang menjadi milik
partai demokrat itu kemudian menjadi
polemik berkepanjangan antar elit politik di Propinsi Papua Barat, polemik ini
merujuk pada siapa orang asli Papua yang harus diusung partai Demokrat. Sebab
diketahui Demokrat memiliki kursi yang diisi oleh anggota legislatif yang
tersangkut kasus pidana korupsi, adapun salah satu pejabat demokrat yang lolos
dari masalah pidana ternyata bukanlah orang asli Papua, inilah benang merah
dari konstelasi politik yang berkembang di Papua Barat. Kabar angin
menginformasikan bahwa DPD Demokrat Papua Barat telah mengajukan Rekomendasi
melalui Gubernur Papua Barat tapi nampaknya Gubernur Atururi tidak mengambil
sikap melainkan kandidat yang direkomendasikan Demokrat bukanlah orang asli
Papua.
Merujuk pada UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Papua, tidak pernah ada ketentuan pasal yang mengatur mengenai Ketua DPR Papua
barat mesti orang asli Papua, Pasal 6 ayat (5) UU Otonomi Khusus Papua justru
menyebut “Kedudukan,
susunan, tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab, keanggotaan, pimpinan dan
alat kelengkapan DPRP diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan”,
ketentuan ini secara otomatis mengikuti mekanisme Undang-undang Susduk alias UU
No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) untuk menentukan siapa
yang sah menduduki kursi ketua DPR Papua Barat 2014 - 2019.***Black_Fox
Sumber posting ini diolah dari berbagai sumber media cetak
lokal Manokwari