WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Jumat, Juni 19

“Bola Panas, Raperdasus Pilkada dan Ketua DPR PB Definitif”

Gedung DPR PB. (Doc Pribadi)
Manokwari, Ketua fraksi Otsus DPR Propinsi Papua Barat, Yan A. Yoteni mengeluarkan statement yang frontal terhadap sesama pejabat DPR Papua Barat lainnya, Yoteni menyebut ada “politik dagang sapi di DPR Papua Barat”, maksud dagang sapi ini untuk pembahasan Raperdasus Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Papua Barat dan Pengangkatan Ketua DPR Papua Barat definitif yang hingga kini menuai pro-kontra dikalangan elit politik itu sendiri.

Sementara itu kalangan Majelis Rakyat Papua Barat sempat mengeluh mengenai Raperdasus Pemilihan Kepala Daerah ini, mengingat Raperdasus ini berdasarkan informasi yang berkembang ada muatan norma (pasal) mengenai prasyarat keaslian orang Papua bagi kandidat yang akan maju Pemilukada, tidak hanya Pemiluakada Propinsi melainkan Kabupaten/Kota di Papua Barat pun demikian.

Menurut kabar media lokal Manokwari, Raperdasus ini tengah dibahas di Balegda DPR Papua Barat, tapi belum ada deal mengenai persetujuan di internal dewan sendiri, ada berbagai alasan yang berkembang misalnya alat kelengkapan dewan belum ada sehingga proses pembahasan Raperdasus harus molor, ada juga alasan dari beberapa kalangan DPRPB lainnya yang langsung mengambil sikap abstain terhadap Raeprdasus ini, beberapa pejabat MRP Papua Barat menuding situasi ini terhadap anggota DPR PB non-asli Papua yang punya maksud terselubung menghambat pembahasan Raperdasus untuk kepentingan kelompok mereka, termasuk pula jabatan ketua DPR Papua Barat yang tarik ulur sampai saat ini.

Padahal hasil pileg 2014 lalu menempatkan partai Demokrat sebagai partai pemenang pemilu di Propinsi Papua Barat, ironisnya pasca Robbert M. Nauw mantan pimpinan DPR PB periode 2009 – 2014 dipersiapkan untuk menjabat ketua DPR Papua Barat periode 2014 – 2019, yang bersangkutan didera kasus korupsi pinjaman keuangan PT. Padoma senilai Rp. 22 Miliyar.  Robby. Nauw, sapaan akrabnya dan beberapa pejabat DPR-PB lainnya diputus hakim pengadilan tingga Papua terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan dihukum pidana penjara antara antara 1 sampai 2 tahun pidana penjara. Meski belum sempat masuk lapas Manokwari lantaran kasus mereka tengah kasasi ke Mahkamah Agung RI.
Pengisian kursi ketua DPR Papua Barat yang menjadi milik partai demokrat itu kemudian  menjadi polemik berkepanjangan antar elit politik di Propinsi Papua Barat, polemik ini merujuk pada siapa orang asli Papua yang harus diusung partai Demokrat. Sebab diketahui Demokrat memiliki kursi yang diisi oleh anggota legislatif yang tersangkut kasus pidana korupsi, adapun salah satu pejabat demokrat yang lolos dari masalah pidana ternyata bukanlah orang asli Papua, inilah benang merah dari konstelasi politik yang berkembang di Papua Barat. Kabar angin menginformasikan bahwa DPD Demokrat Papua Barat telah mengajukan Rekomendasi melalui Gubernur Papua Barat tapi nampaknya Gubernur Atururi tidak mengambil sikap melainkan kandidat yang direkomendasikan Demokrat bukanlah orang asli Papua.

Merujuk pada UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, tidak pernah ada ketentuan pasal yang mengatur mengenai Ketua DPR Papua barat mesti orang asli Papua, Pasal 6 ayat (5) UU Otonomi Khusus Papua justru menyebut “Kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab, keanggotaan, pimpinan dan alat kelengkapan DPRP diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan”, ketentuan ini secara otomatis mengikuti mekanisme Undang-undang Susduk alias UU No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) untuk menentukan siapa yang sah menduduki kursi ketua DPR Papua Barat 2014 - 2019.***Black_Fox


Sumber posting ini diolah dari berbagai sumber media cetak lokal Manokwari