WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Minggu, Mei 31

"Laporan Kasus Korupsi Lenyap Di Kejaksaan Manokwari"

Koordinator JAV LSM - PB Andris. W (Doc. Pribadi)
Manokwari; Kantor Kejaksaan Negeri Manokwari diduga melenyapkan Laporan dugaan penyimpangan anggaran di institusi KONI Pemprov Papua Barat, laporan ini diajukan oleh Jaringan Advokasi LSM Papua Barat (JAV-PB) Pada Oktober 2014 silam. 

Versi JAV LSM-PB, laporan pada ke Kejari Manokwari pada oktober 2014 cukup akurat, meyertakan sejumlah nama pejabat penting yang menduduki posisi strategis di Pemerintah Propinsi Papua Barat. Kepala Kejaksaan Negeri Manokwari saat itu Herman H. Harsono, S.H kepada media lokal Manokwari mengatakan " dalam waktu dekat, penyidik kejaksaan akan membentuk tim penyidik yang akan melibatkan sejumlah LSM di Papua Barat untuk membongkar dugaan sejumlah penyelewengan dana di KONI Papua Barat". 

Koordinator JAV LASM- PB Andris Wabdaron saat itu merincikan, dugaan penyelewenagan dana meliputi, dana kontingen Papua Barat di Pon XVIII Riau sejumlah Rp. 80 Miliyar dan Pembangunan Kantor Koni Papua Barat di kampung Susweni berkisar Rp. 30 Miliyar. 

Ironisnya, beberapa pekan kemudian, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Manokwari Herman H. Harsono, S.H digantikan dengan Kepala Kejaksaan Negeri yang baru Timbul Tamba, S.H. Laporan kasus ini kemudian lenyap hingga saat ini. Sekretariat JAV - LSM PB pernah bertanya progres pengusutan tim sidik Kejaksaan Negeri Manokwari terhadap kasus tersebut, tetapi jawaban yang diperoleh "berkas laporan KONI hilang", ini menjadi pertanyaan serius bagi kalangan LSM di Papua Barat, bagaimana mungkin berkas hilang, apakah kantor kejaksaan terbakar ? atau dilanda bencana banjir ? sehingga berkas lenyap. ***(Black_Fox)

Sumber Posting : Sekretariat JAV LSM PB



Rabu, Mei 27

"Persipura Menanti Keputusan AFC ??"

Kantor AFC di Bukit Jalil - Malaysia
Laga 16 besar AFC Cup 2015 antara Persipura Vs Pahang FC, Malaysia resmi ditunda, duel kedua klub ini terjadwal oleh AFC berlangsung pada, Selasa, 26 Mei 2015 di Stadion Mandala - Jayapura. pihak Pahang FC menunda lawatan ke markas Persipura akibat empat pemain asing mereka masing-masing : DAMION STEWART (Jamaica), MATHIAS CONTI (Argentine), DICKSON NWAKAEME (Nigeria) dan ZESH RAHMAN (Pakistan) dianggap tidak sah oleh otoritas imigrasi Indonesia di Bandara International Soekarno Hatta - Jakarta, pada Sabtu, 23 Mei 2015.  

Pihak imigrasi mengklaim tiga pemain asing Pahang FC tidak memiliki visa atau yang biasa disebut Visa On Arrival (VOA) untuk masuk ke Indonesia, insiden ini direspon oleh manajement Pahang FC untuk balik dari Jakarta ke Kuantan (Malaysia) Markas klub Pahang FC. Fahrizal Hassan, Pimpinan Manajement Pahang FC menyebut "akan melapor insiden ini ke AFC". 

Dari insiden penolakan terhadap tiga pemain asing Pahang FC yang masuk ke Indonesia, dirilis media Malaysia "Pahang sementara menginginkan point penuh dilaga 16 besar tersebut kontra Persipura", artinya AFC harus menghukum Persipura kalah WO. Saat ini AFC baru memberi jawaban, "bahwa pihaknya akan melakukan penyelidikan untuk mencari informasi dari berbagai pihak dan kemudian memberikan kesimpulan kepada komitte untuk membuat keputusan terhadap Persipura dan Pahang FC". 

Persipura sementara hanya pasrah terhadap keputusan AFC, meskipun protes melalui demonstrasi besar-besaran diberbagai Kota di Papua dan luar Papua menuntut tanggungjawab Menpora dan Pemerintah RI, saat ini keputusan mutlak hanya akan menjadi milik AFC. kantor AFC yang berlokasi di Bukit Jalil Malaysia berwenang penuh memutus hasil dari insiden ini. 

Ke-empat pemain asing Pahang FC, memang faktanya tidak memiliki visa saat terbang dari KLIA (Malaysia) menuju International Airport Soekrano-Hatta (Indonesia), kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia juga mempertanyakan, "bagaimana mereka bisa terbang ke Jakarta, tanpa visa ??" namun pihak Pahang FC melalui sekretaris Ibrahim mengklaim sudah mengajukan apply visa kepada Kedutaan Besar RI pada, 18 Mei 2015, menurut sekretaris Pahang FC semua kebutuan dijanjikan akan diurus melalui VOA di Bandara, nyatanya tidak ada VOA bagi 4 pemain asing Pahang FC di Bandara KLIA maupun Bandara Soekarno Hatta.

Wakil Duta Besar Indonesia untuk Malaysia menjelaskan, ke-empat pemain asing Pahang FC berbeda Negara dan berbeda proses visa, hanya pemain asal negara Argentina yang bisa memproses pengajuan VOA, sementara pemain asal Jamaica harus mengajukan melalui kuasa sendiri tanpa diwakili lalu diputuskan sendiri oleh kantor KBRI mengenai visa pemain Jamaica tersebut. Selanjutnya untuk pemain Pahang FC asal negara Pakistan dan Nigeria harus melalui prosedur calling visa ke kantor KBRI Malaysia dan melalui proses clearing di Imigrasi Jakarta, jika disetujui maka kantor KBRI Kuala Lumpur akan menerbitkan visa.

Pantaskah Persipura di hukum oleh AFC akibat mengabaikan pelayanan kepada tim tamu?? ini pertanyaan yang kebanyakan ditanya melalui protes saat ini. Lalu apakah pihak Pahang FC yang gagal memeriksa visa empat pemain asingnya bukan sebuah kesalahan ??. saat ini kantor AFC di Bukit Jalil Malaysia diduga tengah menyelidiki untuk menjawab kedua pertanyaan ini. 

Opsi laga ulang, mungkin menjadi pilihan lain yang dilooby oleh kantor Wapres Jusuf Kalla ke Malaysia. tapi apakah hal itu bisa ? saat ini Pahang FC cukup gembira dengan pemberitaan yang menyudutkan Persipura dari insiden ini, padahal Pahang FC sendiri terseok-seok dalam laga group di AFC Cup, Pahang FC lolos ke babak 16 setelah bermain imbang dengan Global FC asal Filiphina. ini menjadi sejarah baik untuk klub Malaysia yang jarang menembus babak 16 besar. Meskipun kantor AFC juga di Malaysia, publik menaruh harap AFC memutus insiden ini secara objektif dan profesional. insiden ini menjadi test for the independency AFC also.***black_fox 

Sumber Posting : Di olah dari http://www.cnnindonesia.com/ , http://bola.okezone.com/ 

Minggu, Mei 10

"Memastikan Hubungan Antara Janji dan Agenda Jokowi Mengunjungi Papua"

Foto rekan saya @alen Broncos/Facebook
Kunjungan Presiden RI - Jokowi ke Merauke, Manokwari dan Jayapura di minggu awal Mei 2015 ini mendakan kunjungan pertama di tahun 2015 Presiden ke Papua. Kunjungan ini disebut pertama untuk durasi setahun karena Jokowi sendirilah yang berjanji untuk setiap tahun datang ke Papua minimal tiga kali.

Pertanyaanya, yakni apakah kunjungan ini bukan sekedar refresing dari beban kerja atau tekanan yang padat di Jakarta, atau kunjungan Presiden ini adalah komitment serius Presiden untuk menciptakan Papua dari apa yang dijanjikan. 

Ada sedikitnya lima (5) Janji Jokowi untuk Papua dalam capacity beliau sebagai Presiden RI, Sejahterakan tentara dan guru di perbatasan, Bebaskan pengangguran, mengentaskan konflik  masyarakat ,pembangunan Tol laut di Papua dan renegosiasi perusahan asing. 

dari kelima janji Jokowi diatas, yang bersentuhan langsung dengan kebutuan masyarakat bawah di Papua yakni janji mengentaskan konflik dan pengangguran. kalau sementara kunjungan Jokowi ke Papua untuk persmian proyek Telekomunikasi (cable system) Sulawesi, Maluku dan Papua, meninjau ladang pertanian, meninjau pasar, peresmian kampus IPDN - Bupaer Waena, peletakan batu pertama pembangunan fasilitas PON 2020 dan Panen Raya padi di Bapeko merauke, tentu kunjungan ini tidak punya relevansi dengan Janji JOkowi untuk Papua. http://www.kabarpapua.net/2015/05/ini-agenda-jokowi-di-papua-dan-papua.html 

Kunjungan ini seperti akan mubazir, karena tidak ada keterkaitan dengan janji  yang bersentuhan langsung dengan kepentingan orang asli Papua, semisal mengentaskan konflik dan pengangguran di Papua. terutama untuk mengentaskan konflik, Jokowi memenangkan Pemilu (Pilpres) di Papua tahun lalu karena harapan penyelesaian konflik, ini konflik politik, bukan konflik makan minum, atau konflik sarana dan prasarana transportasi dan perekonomian. **(black_fox)



Rabu, Mei 6

"Drama Tuduhan Membawa Badik Untuk 1 Mei 2015 Di Manokwari"

“Klaim Polisi, tersangka AS membawa badik, tetapi menurut pengakuan AS, ia hanya membawa pisau dapur”.

AS, Di Rutan Polres Manokwari (Doc Pribadi)
AS, Mahasiswa studi akhir fakultas kehutanan Unipa Manokwari ini pada Jumat, 1 Mei 2015 ke kampus untuk kuliah sekitar pukul 7.58 waktu Papua (pagi), kemudian sekitar pukul 9 pagi, AS pulang dari kampus dan bertemu teman-teman yang hendak melakukan aksi. Kebetulan di hari itu ada banyak rekan AS yang merupakan simpatisan KNPB wilayah Manokwari berkumpul untuk melakukan aksi disekitar Amban – Manokwari.

Setelah massa yang kebanyakan mahasiswa asal pegunungan ini berkumpul untuk melakukan aksi demo menolak perayaan 1 mei sebagai hari integrasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, datanglah Patroli keamanan terutama unsur Brimobda Kompi C Manokwari dan Polres Manokwari. “AS bersama ratusan teman-teman simpatisan KNPB yang lainnya saat itu ditangkap dan digiring secara paksa ke Markas Komando Brimob (Makobrimob) di Manokwari Papua Barat.

Di lokasi Makobrimob ratusan massa KNPB diberi pengarahan dari Polres Manokwari lalu  massa dipulangkan, namun saat itu juga pihak Brimob melakukan sweeping (razia) senjata tajam kepada seluruh simpatisan dan massa pendemo dari KNPB. “seketika itupun AS  ditangkap bersama tiga orang rekan lainnya”. Dalam penangkapan ini, AS didapati oleh Polisi membawa pisau dapur di dalam tas, sementara tiga orang teman AS lainnya ditangkap karena membawa katafel yang berisi batu kali.

AS dan ketiga orang rekan pendemo lainnya pada hari itu dibawah ke Polres Manokwari untuk dilakukan pemeriksan. Di ruang pemeriksaan Polres Manokwari pada hari itu ketiga rekan AS dibebaskan oleh petugas Polisi, sementara AS resmi ditahan untuk diperiksa sebagai tersangka tindak pidana Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang senjata tajam. Berdasarkan hasil pemeriksaan polisi tindakan AS sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) UU darurat No. 12 tahun 1951 tersebut.

Versi pihak kepolisian (penyidik), perbuatan AS adalah tindak pidana “Tanpa hak membawa, menguasai, mempunyai persediaan padanya, menyembunyikan sesuatu senjata pemukul, senjata penikam atau senjata penusuk berupa 1 (satu) buah pisau badik”. Sementara versi tersangka AS berbeda, AS mengaku “tidak membawa pisau badik”, AS membawa pisau dapur, AS telah meminta supaya penyidik yang menerima perkara AS agar dapat memperbaiki kalimat pisau badik menjadi pisau dapur, namun saat ini AS mengaku tidak tahu apakah penyidik akan mengubah BAP (Berita Acara Pemeriksaan) menurut permintaannya atau tidak.!.


Untuk sementara berdasarkan surat perintah penahanan Nomor : SP.Han/57/V/2015/Reskrim yang diterbitkan oleh Satreskrim Polres Manokwari tertanggal, 2 Mei 2015, AS ditahan sebagai tersangka di ruang tahanan Polres Manokwari selama, 20 Hari terhitung mulai tanggal, 2 Mei 2015 sampai dengan tanggal, 21 Mei 2015.**black_fox 

Sumber Posting ini diperoleh secara langsung dari pekerjaan penulis dibidang penegak hukum dan hak asasi manusia.


Selasa, Mei 5

"Aneh, Ombudsman dan Sekda Papua Barat Tanya Dasar Status Tersangka"

Kantor Kejaksaan Negeri Manokwari (Doc Pribadi)
Sosok SK, yang kini menjabat sebagai Assisten II Bidang Ekonomi, Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial Sekda Propinsi Papua Barat kini resmi ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan status ini berkaitan dengan dugaan korupsi dana Liga Pendidikan Indonesia (LPI) Tingkat Nasional tahun 2013 di Balikpapan, sebagaimana menurut sumber : http://mediapapua.com/ Kasus ini ditaksir menembus angka kerugian negara sekitar Rp. 900 Juta rupiah.

Penetapan tersangka inilah yang kemudian diperdebat, lantaran SK sendiri tidak diperiksa oleh penyidik kejaksaan Negeri Manokwari. SK sendiri ditetapkan sebagai tersangka berkaitan dengan kapasitasnya yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Propinsi Papua Barat.

Versi media http://www.radarsorong.com/ Penetapan tersangka terhadap SK dipertanyakan Sekda Propinsi Papua Barat, "ada audit dari BPK atau tidak ? dari mana Kejari Manokwari mendapati kasus itu  ? apakah mereka (Kejaksaan Negeri Manokwari) sudah pernah memeriksa SK ?

Ombudsman rupanya memperoleh pengaduan langsung dari tersangka SK, Sabar Olif Iwanggin, Ombudsman Propinsi Papua menyebut, ada yang tidak beres dengan penetapan status tersangka terhadap SK. senada dengan Pak Sekda, Ombudsman Papua juga ikut-ikutan mempertanyakan dasar penetapan tersangka kepada SK yang belum pernah diperiksa oleh Kejaksaan Negeri Manokwari.   

Menurut undang-undang penetapan status seseorang menjadi tersangka tindak pidana paling kurang dengan adanya bukti permulaan yang cukup, pengaturan mengenai dua (2) alat bukti yang cukup terdapat di dalam pasal 1 angka 14 jo, pasal 17, pasal 21 ayat (1) KUHAP dan didasarkan pada dua (2) alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP yakni :
  1. keterangan saksi 
  2. Keterangan Ahli
  3. Surat 
  4. Petunjuk
  5. Keterangan Terdakwa
Cukup dua alat bukti saja dari lima (5) alat bukti yang sah diatas, maka pelaku jika sudah diketahui dengan pasti, dapat ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana. 

Demikian argumentasi hukum yang seharusnya bisa dipahami oleh Pak Sekda Papua Barat dan Ombudsman Papua Barat.

Berikutnya, dalam menetapkan tersangka, Kejaksaan seharusnya lebih independen jika ada tindak pidana tidak perlu ada koordinasi yang melulu dengan instansi lainnya seperti BPK atau BPKP. untuk kepentingan pembuktiaan tindak pidana korupsi yang lebih detil, instansi seperti BPK atau BPKP hanya dapat dimintai keterangan untuk memperkuat temuan kerugiaan negara berdasarkan hasil penyidikan yang sementara berjalan. 

Koordinasi antara Pemprov Papua Barat bersama BPK dan BPKP Perwakilan Propinsi Papua Barat sangat mungkin terjadi terus menerus, tetapi untuk lembaga penegak hukum (Kepolisian atau Kejaksaan) harus ada batas untuk menghindari toleransi kejahatan tindak pidana korupsi.


Sumber Posting : diolah dari media on-line :  http://mediapapua.com , http://www.radarsorong.com/ dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.




Senin, Mei 4

"1 Mei Bukan Hari Integrasi Tapi Lebih Tepat Hari Transfer Administrasi"

Kliping Media Cetak Tokoh Utama Penandatangan NYA. Foto Ist
Tanggal 1 Mei, terlanjur diperingati sebagai HUT (Hari Ulang Tahun) Integrasi Papua kembali bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Proses integrasi ini diklaim terjadi pada tanggal 1 Mei 1963, berbagai pihak terutama Pemerintah meminta supaya tidak perlu lagi mempersoalkan status Politik Papua, anehnya sejarah ini tidak jelas. bisa menjadi hal yang debatable secara ilmiah maupun hukum, sebab kalau 1 Mei adalah saat dimana terjadi integrasi, hal apa saja yang telah menjadi objek integrasi itu ? jika 1963 sudah selesai, mengapa harus ada Pepera 1969 ? antara 1963 dan 1969 mana yang sesungguhnya Integrasi ?.

Menurut referensi dapat dibaca pada http://freewestpapua.org/documents/the-new-york-agreement/ proses antara 1963 sampai dengan tahun 1969 adalah tahapan dari yang disebut The New York Agreement, Between the Republic of Indonesia and The Kingdom of The Netherlands Concering West New Guinea. 

Disitulah proses antara 1963 - 1969 berlangsung, membaca New York Agreement, tidak akan pernah ada klausul (article) yang menyebut tentang integrasi, kecuali transfer administrasi west Papua, "........ The Neitherlands will transfer administration of the territory to a united nations temporary executive authority (UNTEA)..." and also follow the next article XII "United Nations security forces will be replaced by Indonesian security forces after the first phase of the UNTEA administration. All United Nations security forces will be withdrawn upon the transfer of administration to Indonesia". sekali disebutkan bahwa tidak ada kata integrasi di dalam new york agreement for west Papua. 

Tulisan ini bukan untuk membantah klaim Pemerintah (Negara) terhadap west Papua, tetapi tulisan ini untuk membuka wacana berpikir mengenai sejarah yang seharusnya benar, jika ada kesalahan seharusnya diakui untuk menerima suatu pelurusan fakta. Sejarah 1 Mei adalah lintasan perjalanan yang bermula dari The New Agreement 15 Agustus 1962, tidak ada di dalam agreement tersebut Belanda menyerahkan Papua kepada Indonesia, yang terjadi Belanda menyerahkan teritori Papua kepada UNTEA ini yang disebut dengan transfer of administration pasca adopsi penandatanganan New York Agreement antara Pemerintah RI dan Kerajaan Belanda. 

Pada tahap berikut, transfer administrasi ini akan diteruskan dari United Nation Security Forces kepada Indonesia pada periode tertentu untuk mempersiapkan act of free chooice sebagaimana article XVIII sebagai tugas pemerintah Indonesia dalam transfer of administration from UN. Disinilah yang kemudian berlangsung act of free chooice ala Indonesia disebut PEPERA yang tidak mengikutsertakan seluruh penduduk pribumi west Papua saat itu.

"1 Mei bukan hari integrasi, tetapi lebih tepat disebut the day of turn transfer administration to Indonesia from UNTEA".

Sumber : Artikel ini diolah dari berbagai referensi ilmiah dan hukum, tidak untuk tujuan politik