WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Selasa, Juli 14

“Dialog Papua – Indonesia”, Maju atau Mati ? (sambungan)

Advokat. Yan Ch Warinussy (Doc. Pribadi)


Langkah Langkah Orang Papua Menuju Dialog

Dalam bidang politik, orang Papua mengharapkan agar mereka merasa aman, tenteram dan hidup sejahtera di tanah Papua serta mempunyai hubungan baik dengan sesamanya, alamnya dan TUHAN-nya. Mereka (orang Papua) akan merasa aman dan tenteram jika tidak lagi mengalami stigma separatis ataupun makar. Harapan lain adalah mereka perlu dilibatkan dalam kesepakatan yang berkaitan dengan kepentingan dan masa depan mereka. Orang Papua ingin melihat bahwa perbedaan pandangan politik tentang status politik Papua “ternyata dapat diselesaikan secara damai”.

Dibidang ekonomi dan lingkungan hidup, orang Papua berharap agar seluruh tanah ulayat [tanah adat] milik mereka dapat dipetakan dengan baik, dan kemudian pengelolahan sumber daya alam natural serource’s perlu dilakukan dengan cara – cara yang memperhitungkan kelestarian sumber daya alam yang berkelanjutan, menghargai kearifan lokal dan juga dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi penduduk lokal.

Perusahan Investor yang memberi efek pada laju kerusakan lingkungan dan merugikan pemilik tanah ulayat [tanah Adat] perlu ditindak tegas melalui sanksi hukum dan administratif dan Orang Papua merasa perlu diberdayakan diberbagai sektor perekonomian melalui produk regulasi yang berpihak kepada mereka..

Kemudian dibidang sosial budaya [sosbud], harapan orang Papua meliputi antara lain, adanya peningkatan kualitas pendidikan dengan menerapkan kurikulum yang kontekstual serta pengelolahan anggaran pendidikan yang sesuai sasaran dan tujuan serta penghapusan diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS [Odha] di tanah Papua.

Selain itu orang Papua mengharap adanya pengakuan recognition dan penghargaan atas adat istiadat dan norma-normanya serta penghentian kebijakan yang mengarah kepada “depopulasi orang asli Papua” terutama proyek KB yang membatasi kelahiran. 

Disektor pertahanan dan keamanan, orang Papua berharap agar aparat keamanan [TNI, Polri dan BIN] menjalankan tugasnya di tanah papua secara profesional dan menghormati hak asasi manusia, demi menjamin rasa aman pada penduduk lokal yang merupakan warga negara. Pos militer tentunya hanya didirikan pada area perbatasan border between indonesian and PNG dan bukan diarea pemukiman penduduk sipil. TNI/Polri tidak boleh berbisnis dan berpolitik. Anggota melanggarnya perlu ditindak tegas dengan sanksi. Aparat keamanan juga tidak perlu dipekerjakan sebagai ajudan dan atau tenaga keamanan bagi pejabat sipil di Papua.

Dibidang hukum dan hak asasi manusia, “orang Papua merasa perlu mendapati kebebasan berekspresi, berpendapat dan berkumpul”. Kekerasan negara terhadap orang Papua, termasuk perempuan dan anak, perlu diakhiri. Selain pelaku kekerasan negara mesti diadili dan dihukum sesuai rasa keadilan orang asli Papua dan korban, pemerintah juga diharapkan mendirikan pengadilan hak asasi manusia di Papua.

Koordinator Jaringan Damai Papua [JDP] Pater Neles Tebay, OFM yang selama ini aktif mendorong terjadinya dialog damai Papua – Indonesia menegaskan bahwa “harapan-harapan orang Papua tersebut di atas belum lengkap dan karena itu dapat diperkaya dan dilengkapi oleh warga Papua yang lain, disinilah tanggungjawab seluruh rakyat Papua dan komponen perjuangan yang ada untuk  melakukan kajian dan merumuskannya secara lebih mendalam dan meluas serta dapat mencakup seluruh masalah yang dipandang urgen dan penting,

Berdasarkan fakta diatas, maka saya berpandangan bahwa sesungguhnya orang-orang Papua [orang asli Papua] sudah sangat jauh maju dalam cara berpikir untuk menyelesaikan masalah dan konflik berkepanjangan yang dialaminya dan akibatnya mereka rasakan dalam bentuk penderitaan dari waktu ke waktu (memoria passionis) bersama dan sepanjang berada dibawah otoritas pemerintah Republik Indonesia. Orang Papua justru lebih dulu memeiliki gagasan yang konstruktif guna mencari pola penyelesaian atas konflik tersebut secara damai dan bermartabat serta memenuhi standar dan prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia serta demokrasi yang berlaku secara univesal.

Mengapa Dialog Papua – Indonesia Belum Bisa Terlaksana ??

Inilah pertanyaan yang senantiasa membuat orang papua sendiri menjadi tidak percaya untrust terhadap keunggulan dari cara damai tersebut dalam menyelesaikan persoalan di tanah Papua bersama Pemerintah Republik Indonesia.

Saya ingin menyampaikan pengatahuan dan pemahaman saya mengenai proses dialog yang sementara berjalan hingga saat ini, diamana kemajuan-kemajuan dalam mendorong terlaksana dialog damai tersebut sedang terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pemerintah RI tentunya tidak dapat menghindari dari fakta desakan berbagai pihak baik dalam dan luar negeri mengenai perlunya dialog untuk menyelesaikan permasalahan Papua.

Perlu diketahui. Saat ini sangat penting untuk dibicarakan secara arif dan bijaksana oleh semua komponen rakyat Papua tentang bagaimana format dan mekanisme dialog damai itu sendiri serta materi-materi yang akan menjadi agenda pembicaraan dialog ketika itu akan berlangsung.

Mengapa penting ? karena sesungguhnya saat ini pemerintah Indonesia sudah memulai langkah tersebut dan orang Papua yang justru lebih jauh memikirkan hal ini lebih dahulu “jangan sampai tidak siap ketika Presiden mengatakan, ya bulan depan, atau minggu depan atau besok Pemerintah sudah siap untuk berdialog dengan orang Papua.

“Dialog Papua akan semakin maju atau berjalan ditempat, bahkan mati sekalipun, bukan saja terletak pada kemauan politik pemerintah Indonesia, tetapi juga terletak pada seberapa besar usaha-usaha yang kami semua orang Papua sudah lakukan dan jalankan disemua tingkatan kehidupan masyarakat...Peace..(Ending)***black_fox

Sumber
Posting ini diakses dari makalah pribadi, 
Advokat Hak Asasi Manusia, Yan Christian Warinussy, S.H.,

Senin, Juli 13

Dialog Papua - Indonesia, Maju atau Mati ?

Serial Dialog Komik Papua.Ist
"Pasti semua orang Papua su tara suka lagi, kalu kitorang mo bicara tentang dialog Jakarta - Papua, yang sa lebih suka dengan sebutan dialog Papua - Indonesia".

Situasi tersebut diatas memang bisa terjadi dan mungkin saja telah terjadi, karena memang kelihatannya seperti dialog itu kurang jelas alias KJ. mengapa dialog kemudian hingga sekarang ini menjadi sesuatu yang KJ atau hanya isue belaka ?

Bagian inilah yang hendak saya kaji dan beri beberapa catatan dalam makalah kecil ini, terutama bagi para pemuda sebagai generasi penerus perjuangan Papua, agar dapat memahami tidak saja dari pandangan-pandangan yang sifatnya negatif semata, tapi utamanya harus melihat dari perspektif yang lebih luas dan membumi.

Respon Presiden Terhadap Dialog Papua -Indonesia

Pada, 9 November 2011, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan secara tegas dan terbuka bahwa, "dirinya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia sangat bersedia berdialog dengan semua pihak di tanah Papua.

Presiden, waktu itu masih menyatakan dalam pertemuan dengan beberapa tokoh gereja dari tanah Papua, pada Desember 2011 yang lalu bahwa, "jika memang rakyat Papua mendesak untuk perluanya dialog Papua - Indonesia, maka harus jelas dahulu mengenai tujuan, format, mekanisme dan materi dari dialog itu sendiri".

Seharusnya dengan pernyataan seperti itu, maka langkah yang bisa diambil oleh para pihak yang akan terlibat dalam dialog tersebut adalah mempersiapkan hanya 2 (dua) hal penting yaitu bagaimana mekanisme dan kerangka acuan atau format dari dialog itu sendiri.

Para pihak yang saya maksudkan bakal terlibat dalam dialog "tentu rakyat Papua dan Pemerintah RI". kedua belah pihak ini memiliki agenda atau materi yang menurut pandangan mereka masing-masing penting dan mendesak untuk diangkat dan dibahas dalam dialog nantinya.

Soal tujuan dari dialog, saya kira sudah jelas yaitu untuk mencari dan menemukan alternatif solusi yang paling bermartabat, damai dan terbuka serta dapat diterima semua pihak terhadap konflik yang berkepanjangan di tanah Papua selama ini.

Langkah - Langkah Orang Papua Menuju Dialog

Jika ada pertanyaan, bagaimana orang Papua punya reaksi terhadap dialog, maka saya berani memberi jawaban bahwa "...memang diawal ide ini didorong oleh sejumlah aktifis hak asasi manusia, masyarakat Papua, utamnya faksi dan komponen perjuangan langsung menolak tegas dialog".

Namun demikian dalam perjalanan semenjak tahun 2004 hingga sekarang ini Dialog telah menjadi sebuah thema yang mendapati respon yang hangat di semua kalangan rakyat di tanah Papua, termasuk komponen perjuangan papua.

Hal ini disebabkan karena meskipun ada tawaran dari beberapa komponen perjuangan yang menyatakan menolak dialog, tetapi sesungguhnya telah terjadi diskusi dan kajian yang dalam mengenai masalah-masalah yang dihadapi mayoritas rakyat Papua serta bagaimana cara untuk memecahkan dan atau menyelesaikan masalah tersebut. Disinilah saya juga melihat bahwa "solusi secara damai dan bermartabat senantiasa menjadi pilihan, meski terkadang bukan merupakan alternatif utama".

Berbagai proses diskusi dan pertemuan yang intensif antara rakyat Papua dari Pantai hingga ke Pegunungan senantiasa terus berlangsung dan mereka sampai pada kesimpulan bahwa "dialog menjadi media yang bisa mempertemukan rakyat Papua dengan Pemerintah Indonesia".

Adalah sangat tidak mungkin menyerukan terus menerus akan pentingnya penyelesaian masalah, jika tidak ada kompitment dan kemauan yang sungguh dari pihak-pihak bersengketa untuk duduk dan berbicara dalam sebuah pertemuan yang didalamnya kedudukan mereka masing-masing adalah setara dan dimediasi pihak ketiga yang netral.

disinilah letak bargaining position yang kuat dari dialog itu sendiri, karena di dalam dialog sebagaimana diketahui bahwa kedudukan para pihak yang selama ini bersengketa (rakyat Papua dan pemerintah Indonesia) akan duduk setara dan tentu ada mediator dan fasilitator yang benar-benar netral dan dipilih serta ditetapkan melalui kesepakatan kedua belah pihak itu sendiri.

Di dalam konferensi perdamaian Papua (KPP) pada 5 - 7 Juli 2011 di Jayapura, sudah jelas bahwa pilihan mayoritas rakyat Papua dalam penyelesaian konflik yang berkepanjangan di tanah Papua ini "adalah melakukan dialog yang damai, dan bermartabat dengan pemerintah Indonesia".

Deklarasi perdamaian yang dihasilkan dari KPP tersebut jelas-jelas sudah menggariskan sejumlah prasyarat yang telah disadari dan dipersiapkan dengan sungguh oleh rakyat Papua atas dasar pemahaman mereka terhadap situasi, kondisi dan fakta sosial politik yang telah dialaminya selama lebih kurang 50 tahun berada dibawah otoritas Pemerintah Indonesia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya pada tanggal, 16 Agustus 2011 telah menyatakan bahwa "pemerintah bertekad menata Papua dengan hati". Guna mewujudkan tekad ini, pater Neles Tebay mengatakan "bahwa pemerintah perlu memperhitungkan harapan masyarakat Indonesia di tanah papua, terutama harapan orang asli Papua". Karena tanpa mengenai harapan orang asli Papua, maka segala upaya pemerintah menata Papua dengan hati - meskipun dilakukan melalui berbagai program besar dengan dana berlimpah-limpah belum tentu menjawab kebutuan penduduk lokal [rakyat papua].

Harapan orang Papua telah diungkapkan melalui KPP Juli 2011 di Jayapura, dimana mereka pada dasarnya menghendaki tanah leluhurnya yaitu tanah Papua menjadi tanah damai. Ada lima indikator perdamaian yang telah ditetapkan pada KPP tersebut, yang mencakup lima bidang yakni : "Politik, ekonomi dan lingkungan hidup, hukuk dan hak asasi manusia, keamanan serta sosial budaya".

Perlu dicatat bahwa indikator tersebut tidak hanya merupakan ukuran yang akan dipakai untuk menilai sejauh mana Papua sudah atau belum menjadi tanah damai. tetapi merupakan ungkapan harapan orang Papua.

Bersambung ..... **** 

Sumber : tulisan diakses dari makalah pribadi "Advokat Hak Asasi Manusia, Yan Christian Warinussy, S.H
 
 

Kamis, Juli 2

“10 Wilayah Ini Menjadi Target Pemekaran Di Propinsi Papua Barat”



Manokwari, Propinsi Papua Barat yang sementara ini terdiri dari 13 Kabupaten dan 1 Kota saat ini tengah memiliki 8 wilayah yang diproyeksikan untu menjadi Kabupaten antara beberapa tahun ke depan. DPR RI diduga telah menerima berbagai berkas dari 10 wilayah ini, meski kebijakan Jakarta yang tengah memoratorium pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) di seluruh Indonesia sedang berlangsung namun laju kepentingan elit-elit lokal untuk memekarkan daerah tidak pernah sulut, wilayah yang menjadi target masing- masing : 

1.    MANOKWARI
Kabupaten Manokwari saat ini baru saja, tiga tahun lalu memekarkan khawasan Pegunungan Arfak dan Manokwari selatan menjadi Kabupaten definitif. Manokwari yang paling sering mengalami defisit anggaran APBD, di Kabupaten ini tengah diusul dan diperjuangan oleh elit-elit lokal untuk ditingkat status atau dimekarkan menjadi “Kota Manokwari”.

2.   MALAMOY
Malamoy merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Sorong, wilayah ini tengah diisukan turut dibahas di senayan agar menjadi daerah otonom baru (DOB) yang terpisah dari Pemda Kabupaten Sorong.

3.   MAYBRAT SAW
Selain Kabupaten Malamoy,  Maybrat saw juga merupakan salah satu wilayah, berlokasi juga di Kabupaten Sorong. Maybrat saw tengah dodorong oleh elit lokal untuk segera disahkan menjadi Kabupaten definitiv oleh DRR RI

4.   MOSKONA
Ini merupakan salah satu wilayah yang berlokasi di daratan pegunungan Kabupaten Teluk Bintuni. kabarnya, Moskona telah menjadi agenda dari Pemda Teluk Bintuni, pernah dilakukan presentasi profil mengenai wilayah ini ke kantor DPD RI dan DPR RI di Jakarta. Populasi penduduk Moskona tidak kurang dari 8 ribu jiwa saat ini diduga memiliki berkas yang telah masuk ke senayan untuk dibahas menjadi DOB di Teluk Bintuni.

5.   RAJA AMPAT UTARA
Ini salah satu wilayah di Propinsi Papua Barat yang berbatasan langsung dengan Filipina, Raja Ampat utara kabarnya mendapati support dari Sekda Propinsi Papua Barat Nathaniel Mandacan untuk segera didorong oleh tim pemekaran setempat menjadi daerah otonom baru.

6.   RAJA AMPAT SELATAN
Raja ampat selatan, sama halnya dengan raja-ampat utara, merupakan wilayah yang sementara masuk dalam wilayah administratif Pemda Kabupaten Raja Ampat. Raja Ampat selatan juga memperolah dukungan dari Pemprov Papua Barat. Ini wilayah yang sempat dikomentari Sekda Propinsi Papua Barat, Nathaniael Mandacan selayaknya ke depan menjadi Propinsi Kepulauan Raja Ampat.


7.   KOKAS
Wilayah ini berlokasi di Kabupaten Fakfak, Propinsi Papua Barat. Kokas sementara adalah wilayah Distrik yang berbatasan langsung melalui darat dengan Teluk Bintuni. Berkas Kokas diduga telah ada di meja kalangan wakil rakyat DPR RI Jakarta. Di Kabupaten Fakfak, elit DPRD paling serius berbicara mengenai pemekaran kokas menjadi Kabupaten, beberapa orang pejabat DPRD setempat mendesak Pemda Fakfak mengalokasikan anggaran mencapai miliaran rupiah dari APBD untuk mendanai proses pemekaran wilayah Kokas.

8.  IMEKO
Wilayah ini sementara menjadi daerah administratif pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, Imeko adalah wilayah yang terdiri dari Inawatan, Metamani dan Kokoda sehingga disingkat Imeko. Sejak tahun 2001 silam, wilayah ini sudah diperjuangkan untuk menjadi daerah Otonom Baru di Propinsi Papua Barat.

Pemda Kabupaten Sorong Selatan dan DPRD Kabupaten Sorong Selatan kabarnya mendukung secara langsung pemisahan Imeko sebagai DOB tersendiri dari Kabupaten Sorong Selatan.

9.  MANOKWARI BARAT
Manokwari Barat, diisukan terdiri dari Distrik Kebar, Senopi, Mubrani dan Amberbaken wilayah yang masih menjadi polemik antara Pemda Kabupaten Tambrau dan Pemda Kabupaten Manokwari. Manokwari Barat menurut informasi yang bereda direncanakan jika menjadi Kabupaten akan beribukota di Jandurauw – Kebar.

10.KURI WAMESA
Saat ini Wilayah Kuri wamesa membentang luas di dua Kabupaten definitif yakni Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama. Kuri Wamesa. Wilayah ini diisukan telah didiskusikan oleh kalangan DPD RI dan mendapati respon dukungan yang cukup positif.

Inilah 10 wilayah yang sementara cukup marak diperbincangkan publik dan pejabat menjadi target pemekaran di Propinsi Papua Barat.***black_fox


Sumber Posting : Diolah dari berbagai sumber media