WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Senin, Desember 15

Seberapa Mungkin Menggugat RTRW Papua Barat (Bagian I)



Khawasan Gunung Botak (Minseta : Bhs Daerah) Status Khawasan ini HL, namun berkaitan dengan rencana pengambilan material untuk industri pabrik sement, dari investor SDIC asal China, khawasan ini diminta investor agar masyarakat adat Siep (Momiwaren/Manokwari Selatan) ikut mendorong perubahan status khawasan oleh Kementrian Lingkungan Hidup untuk menjadi APL (Doc Foto Pribadi)

Sejarah RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Di Propinsi Papua Barat, konon simpang siur proses penggodokannya sampai dengan ada areal wilayah yang sempat mengalami status holding zone alias wilayah yang dipending statusnya. RTRW Propinsi Papua Barat baru kemudian diisukan telah disahkan sepenuhnya melalui produk hukum Perda Propinsi Papua Barat, yang masih bersifat katanya Perda No. 4 tahun 2013.


Kalangan LSM menilai produk RTRW Papua Barat mengancam khawasan konservasi yang merupakan hak mutlak masyarakat, kemudian menggasa pertemuan pada, 7 – 8 Febuari 2014 di Holiday park Hotels, Manokwari, dari pertemuan tersebut menghasilkan rekomendasi yang berisikan tuntutan terhadap pemerintah Propinsi Papua Barat supaya menunda pengesahan RTRW Papua Barat. Ironisnya rekomendasi ini gagal memaksa pihak pemerintah untuk melakukan penundaan terhadap RTRW, terpaksa jalan lain untuk melakukan advokasi terhadap RTRW Pemda Papua Barat adalah melalui opsi gugatan hukum. 


Gugatan itu sendiri sepengetahuan hukum pribadi tentu adalah “hak setiap orang, setiap kelompok/organisasi ataupun badan hukum apapun yang merasa dirugikan berhak mengajukan tuntutan dalam wujud Produk gugatan” ke insitusi peradilan. ada Peradilan Umum/Pengadilan Negeri untuk gugatan Perdata, peradilan agama untuk perdata cerai muslim, ada Peradilan Tata Usaha Negera [PTUN] untuk guagatan kebijakan atau surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara, Mahkamah Agung untuk gugatan Judicial Review peraturan perundang-undangan di bawah undang – undang struktural ataupun sektoral,g dan gugatan ke Mahkamah konstitusi untuk gugatan perrtentangan undang-undang terhadap konstitusi (UUD 45).


Upaya gugatan terhadap RTRW Papua Barat artinya gugatan terhadap Produk Hukum Daerah pemerintah Propinsi Papua Barat yakni Perda No. 4 Tahun 2013. Menurut ilmu hukum Administrasi Negara, ada dua cara mengajukan keberatan (gugatan)  terhadap Perda RTRW Papua Barat, Pertama yang umum dikenal dengan gugatan Judicial Review/JR ke lembaga Mahkamah Agung RI. Di lembaga MA, hakim akan memeriksa materi gugatan yang berkaitan dengan konflik (pertentangan) norma Perda RTRW Papua Barat seperti sejauh mana Perda ini bertentangan dengan peraturan atau undang – undang yang lebih tinggi seperti UU Otsus Papua, UU Kehutanan, UU Migas atau juga Peraturan Pemerintah terkait. Jika ada pertentangan/konflik norma maka sepatutnya majelis hakim pemeriksa gugatan akan mengabulkan gugatan pemohon baik sebagian materi, ataupun seluruhnya tetapi bisa juga gugatan ditolak, apabila oleh Majelis hakim pemeriksa tidak ditemukan celah konflik norma di dalam implementasi Perda tersebut. 


Kedua, yang tidak banyak dikenal yaitu Executive Review/ER produk hukum Perda No. 4 tahun 2013, ER, biasanya dilakukan oleh Kemendagri untuk kepentingan evaluasi (Review) Produk hukum Perda dari Pemda dalam rangka harmonisasi, keselarasan dan keserasihan Perda dengan Peraturan perundangan – undangan yang lebih tinggi.

Proses ER dilakukan terhadap Perda yang tujuannya untuk PAD suatu Pemda, termasuk tata ruang, Jika ER yang dipakai artinya ada sejumlah konsep penolakan yang diajukan ke Kemedagri dengan klaim Perda RTRW Papua Barat dapat menimbulkan masalah yang serius bagi pemerintahan Propinsi Papua Barat, demi kepentingan pembangunan yang bermanfaat secara nasional atau lokal, kemendagri harus meminta Pemprov Papua Barat meninjau kembali produk hukum Perda No. 4 tersebut, inilah cara melakukan ER terhadap Perda. 



Dari kasus Perubahan RTRW Papua Barat mengancam khawasan hutan konservasi, kuat dugaan Timdu (tim terpadu) dalam melakukan kajian perubahan khawasan melewati tahapan – tahapan yang seharusnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur. berkenaan dengan kasus ini maka sewajarnya Gugatan terhadap RTRW Papua Barat harus memastikan adanya situasi konflik norma yang sedang terjadi. Misalnya Hutan Lindung [Hutan Lindung] harus ditetapkan dan tidak dapat dipertahankan dalam keadaan seperti apa demikian juga APL [Areal penggunaan lain]. 


Tidak ada upaya lain, selain Perda RTRW Propinsi Papua Barat harus dibawa ke dalam materi gugatan ke Mahkamah Agung.  Dalam teori ilmu hukum administrasi negara, fungsi kelembagaan Mahkamah Agung termasuk Mahkamah Konstitusi hanya sebatas “Negative Legislators” artinya, lembaga peradilan hanya bisa menyatakan, isi norma atau keseluruhan norma dalam peraturan perundang-undangan itu tidak memiliki kekuatan hukum bila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.   Hakim tidak dapat menambah norma baru ke dalam peraturan yang di Judicial Review.

Ketentuan ini memberikan makna bahwa kasus Perda RTRW Papua Barat adalah kasus penerapan hukum yang terdapat pertentangan pada sebagian atau dapat juga keseluruhan materi bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Kembali untuk mengingat bahwa Judicial review ada dua jenis, yang pertama adalah JR terhadap materi dan yang kedua JR terhadap formalitas organ pembentuk peraturan/Perda RTRW. 


Kasus Perda RTRW Papua Barat harus dapat dilihat dan dicermati secara menyeluruh dan utuh serta dapat dituangkan dalam suatu analisa kritis, kemudian dapat digelar dalam workshop terbatas guna menerima berbagai pendapat hukum terutama. 


Kasus Perda RTRW Papua barat, secara formal bisa melibatkan/mempengaruhi institusi yang telah membuat kekeliruan kebijakan, misalnya insiatif pembentukan RTRW justru datang dari lembaga yang belum pernah melakukan study kewilayahan target dan termasuk proses assesment. Adapun faktor lain, RTRW Papua Barat didorong ke dalam forum paripurna eksekutif dan legislative yang tidak memeuhi standar atau tatib.


Sementara secara materiil, kasus RTRW papua Barat tidak lepas dari proses formal yang ilegal, materi muatan Perda RTRW Papua Barat dapat saja bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi misalnya peraturan pemerintah, peraturan presiden dan undang – undang. Secara praktis, Perda RTRW Papua Barat dapat digugat jika bertolak belakang dengan visi – misi Undang-undang yang lebih tinggi dapat diuraikan sebagai berikut :

Kebijakan/Undang-undang
Visi – Misi

UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok agraria
Konservasi sumber daya alam, pro rakyat dan berfungsi sosial, anti monopoli swasta, pembatasan kepemilikan dan mengedepankan nasionalisme
UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan pokok pertambangan

Eksploitasi bahan tambahng dan pro-kapital
UU No. 5 tahun 1990 tentang konsevasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
Konservasi dan pro rakyat.
UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan
Pertambangan, eksploitasi dan konservasi, namun lebih cenderung eksploitasi, masalahnya lebih pro-kapital dari pada pro-rakyat (sudah dibatalkan oleh Mahkamah konstitusi)
UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas
Eksploitasi dan pro – kapital
UU No. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air.
Konservasi dan eksploitasi, fungsi sosial dan ada kecenderungan pro-kapital dengan persyaratan ketersediaan modal besar, tekhnologi tinggi dan manajemen usaha yang ahli
UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan
Eksploitasi, pro-kapital meskipun ada perhatian untuk nelayan kecil
UU No. 26 tahun 2007 tentang penata ruang
Konservasi dan pro-rakyat
UU No. 27 tahun 2007 tentang pengelolahan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Konservasi dan eksploitasi, pro rakyat tetapi juga pro-kapital
UU No. 18 tahun 2008 tentang pengelolahan sampah
Konservasi, pro-rakyat tetapi sekaligus membuka peluang pada kapital besar.



Posting ini bersambung .......

Sumber : Artikel Pribadi

Minggu, Desember 14

"Andai Jokowi Natal Di Paniai"

Jokowi
Awal Desember 2014, Rakyat Papua dihebohkan dengan rencana kunjungan Presiden RI ke-7, Joko Widodo yang akan ke Jayapura pada, 27 Desember 2014 guna menghadiri perayaan Natal Nasional di Jayapura. Pendeta Lipius Biniluk selaku ketua panitia perayaan Natal Nasional ini menyebutkan panitia mulai bekerja untuk menyiapkan segala sesuatu berkaitan dengan natal nasional. Biniluk menyampaikan bahwa Natal Nasional akan menelan biaya setara Rp. 20 Miliyar, Natal sendiri dirilis oleh sejumlah media on-line akan digelar dilapangan Lanud Sentani, Jayapura. 

Sayangnya, belum sampai di 27 Desember 2014, pada 8 Desember 2014, rakyat Papua di Paniai berlumuran darah dalam tragedi mematikan, lima orang merenggang nyawa dan puluhan warga lainnya mengalami luka-luka serius akibat kekerasan bersenjata yang dilakukan oleh aparat militer pemerintah dan polisi lokal di Kota Enarotali, Paniai. Di hari itu, 8 Desember 2014, Alpius Youw (17), Yulian Yeimo (17), Simon Degei (18), Alpius Gobay (17) dan Abia Gobay (28) harus tewas terkena tembakan senjata api yang diduga milik aparat polisi dan militer Pemerintah (TNI).


Sekitar empat dari lima korban adalah siswa SMA, insiden menjadi pukulan terburuk bagi kebanyakan mama - mama Papua, mereka mengalami situasi traumatis ketika anak-anak mereka yang dilahirkan untuk menempuh pendidikan dieksekusi secara sadis dengan peluruh dari senapan otomatis. Insiden ini kemudian oleh media on-line Suara Papua pada 8 Desember 2014 memberikan judul (headline news) dengan menyebutkan "kado natal Jokowi - JK, 5 warga paniai tewas tertembak".


Protes terhadap rencana natal Jokowi di Papua kemudian tersebar meluas, pada Kamis, 11 Desember 2014, tiga Pemimpin gereja masing-masing, Ketua Sinode Gereja Kemah Injil/Kingmi (Pdt. Dr. Benny Giay). Ketua Umum Persekutuan Gereja -Gereja Baptis Papua (PGGBP) Pdt. Socrates Sofyan Nyoman dan Pdt. Selvi Titihalawa dari GKI memberikan konferensi pers "menolak dengan tegas rencana Presiden Jokowi menghadiri perayaan Natal Nasional di Papua.


Cerita protes Natal Nasional di Papua sesungguhnya bertolak dari pergumulan sosial mengenai tragedi mematikan yang terjadi di Paniai, pada 8 Desember 2014. peristiwa ini belum diungkap lewat proses investigasi hukum, tetapi pertanyaanya mengapa insiden itu harus terjadi dari rezim pemerintahan Jokowi - JK ? rezim pemerintahan yang baru ini menyimpan new hope bagi penyelesaian masalah Papua. apa yang akan dilakukan oleh Jokowi terhadap Paniai ? yang tinggal di Paniai adalah orang Indonesia yang juga ikut mendukung pemilihan Jokowi untuk Presiden RI ke-7.


"Andai Jokowi natal di Paniai" adalah apa yang bisa dilakukan oleh Jokowi sebagai pemimpin tertinggi militer dan Polisi Negara terhadap Paniai ? Jokowi mempopulerkan Kartu Indonesia Pintar untuk seluruh warga Negara Indonesia, tetapi apa yang terjadi jika anak-anak usia sekolah Di Paniai tidak dilindungi oleh kekuatan militer pemerintah justru sebaliknya dibantai secara brutal oleh peluruh dari senapan otomatis. Jokowi telah membelah kepentingan nelayan Indonesia dengan menenggelamkan kapal - kapal nelayan Vietnam, Thailand tetapi mengapa untuk Paniai tidak ada yang bisa dilakukan oleh sang Jokowi. 


Jokowi benar - benar mulai melakukan kesalahan - kesalahan yang fatal untuk pemerintahan yang baru, mulai dari menaikan harga BBM yang menghukum rakyat secara psikis hingga secara fisik membantai rakyat. ... Andai Jokowi Natal di Paniai adalah ujian bagi sejarah Jokowi di Tanah Papua. bisakah Jokowi mencontohi Gusdur mantan Presiden RI ke-3 untuk natal di Jayapura pada tahun 1999/2000, Almahrum Gusdur telah tiada, tetapi ada 1 pesan penting dari Gusdur yang akan diingat sepanjang masa, "...... anda boleh memafkan musuh mu, tetapi jangan pernah lupakan kesalahannya"


"andai jokowi natal di Paniai"



Sumber Posting : Diolah dari berbagai sumber berita media on-line dan pemikiran pribadi


UN increases pressure on the Indonesian government over the recent massacre in West Papua



The UN High Commissioner for human rights has showed alarm at the Paniai massacre in West Papua and urges a full and transparent investigation into the killings.

UNHRC spokesman, Rupert Corville says, "We have been concerned about reguler report of violence in Papua in the last view years and we urge the authorities to facilitate and independent and thorough investigation into yesterday's incident. we will continue to engage with the new Governemnt of Indonesia on this issue of concern".

The indonesian government, military and police must be held imediately, responsible for this human rights atrocity wich has resulted in the deaths of 6 boys and the serious injury of 17 others.

Resouce : social media melanesian united

Sabtu, Desember 13

Kejari Manokwari Klaim Memproses 33 Tersangka Korupsi Tahun 2014

Kejaksaan Negeri Manokwari (Doc Pribadi)


Manokwari City, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Negeri Manokwari, Jhon Ilef Malamassan, mengkalim telah memproses 33 pelaku kasus Korupsi di tahun 2014, sebagian masih disidang sebagai terdakwa, dan sebagian lainnya masih menjalani sidang sebagai terdakwa dan termasuk tersangka yang masih dalam proses penyidikan.

"Sekitar 87 persen dari pelaku korupsi merupakan pejabat daerah Propinsi maupun Kabupaten/ Kota di Papua Barat". Selama memproses perkara korupsi, Malamassan mengaku sekitar Rp. 2.817 Miliyar uang negara berhasil diselamatkan dari proses kasus korupsi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi. 

Pernyataan berani Malamassan mengatakan, tidak menutup kemungkinan kami akan menyidik Pemprov Papua Barat, tergantung penggunaan anggaranya saja. 

Keberanian Malamassan akan terus diuji, sebab pada satu sesi kesempatan di acara lepas sambut Kejati Papua di Manokwari, 23 November 2014, Gubernur Bram Atururi menyampaikan "Geram, jika aparat kejaksaan Manokwari memeriksa pejabat Pemprov Papua Barat, harus ada kesetaraan tegas Gubernur, kejaksaan tinggi yang semestinya memeriksa pejabat Pemprov Papua Barat. ***black_fox

Sumber Posting diolah dari berbagai media cetak Manokwari

Jumat, Desember 5

Jaksa Kejari Sorong : Semua Anggota DPRD Kota Sorong Terima Uang


Manokwari City, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Sorong, Piter Dawir, S.H, usai sidang Tipikor dengan terdakwa Markus Iek, di Pengadilan Tipikor Papua Barat, (Manokwari, 4/12/14) menyebutkan " ...semua anggota DPRD Kota Sorong terima uang, masing-masing menerima jumlah uang yang bervariasi, ada yang menerima Rp. 5 juta sampai dengan Rp.27 Juta....". Dana dibagikan oleh salah satu politisi asal Partai Golkar, Petrus Nauw yang juga anggota DPRD Kota Sorong.

Menurut sumber sejumlah anggota DPRD Kota Sorong, pembagian dana dari Petrus Nauw disebutkan sebagai honor paripurna dewan, setelah diberitakan media, barulah diketahui dana yang dibagikan oleh Petrus Nauw adalah dana pelantikan Walikota dan Wakil Walikota Sorong Periode 2012 - 2017, akhirnya Ramai - rama Anggota DPRD Kota Sorong mengembalikan uang tersebut. 

Perbuatan Petrus Nauw dan seluruh Anggota DPRD Kota Sorong tersebut, telah merugikan keuangan negara sejumlah, Rp. 2.218.527.774. Kasus ini tengah menyeret Markus Iek kepala BAPEDA Kota Sorong untuk disidang di Pengadilan Tipikor Papua Barat, dengan tuduhan melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 3 jo pasal 18 ayat (1), (2), dan ayat (3) Undang-undang No. 20 tahun 2001 sebagaimana perubahan dengan Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 20 tahun.

Saat ini semua Anggota DPRD Kota Sorong terlepas dari jerat hukum kerugian negara dana pelantikan walikota Sorong, dua nama lainnya ARJ dan MM sudah pernah ditetapkan oleh Polda Papua sebagai tersangka kasus penyimpangan dana pelantikan walikota Sorong. Meskipun upaya pengembalian kerugian negara telah dilakukan oleh seluruh anggota DPRD Kota Sorong sebagai penerima dana, akan tetapi, pasal 4 UU No. 31 tahun 1999 tentang Tipikor menyebutkan "Pengembalian kerugian negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pelaku dari tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dari pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang tersebut".

Penjelasan pasal 4 Dijelaskan UU. 31/1999 Dijelaskan sebagai berikut :

"Dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut".

Pengembalian kerugian keuangan Negara atau perekonomian negara, "hanya merupakan satu faktor yang meringankan".

tentunya, tidak menutup kemungkinan, seluruh anggota DPRD Kota Sorong layak diperiksa untuk mempertanggungjawabkan kerugian Negara dari pelantikan Walikota Sorong. Menurut sumber Facebook, "Stop Korupsi Sekarang Juga", Dana pelantikan walikota Sorong berasal dari APBDP Kota Sorong tahun 2012, dengan nilai anggaran Rp. 5 Miliyar. Pada satu sesi kesempatan sidang di Pengadilan Tipikor Papua Barat, Jonatan, Mantan Walikota Sorong sebagai saksi dalam perkara terdakwa Markus Iek menyebtkan bahwa dana senilai Rp. 5 Miliyar untuk pelantikan Walikota memang terlalu berlebihan, dana itu mestinya dirasionalisasikan, tetapi perintah rasionalisasikan dana pelantikan rupanya tidak pernah dilakukan. 

Menurut sumber Media On-line, kasus dana pelantikan walikota Sorong berawal dari pembentukan panitia pelantikan Walikota Sorong, 30 Mei 2012, ketua panitia pelantikan Walikota, Markus Iek (Sekarang terdakwa) mengajukan permohonan dana sebesar Rp. 5 Miliyar rupiah, kemudian kepala BPKAD Kota Sorong mengeluarkan SP2D untuk mengeksekusi dana 5 Milyar tersebut, dana ditarik dengan menggunakan 2 cek, 1 cek senilai Rp. 3,5 Milyar ditarik oleh Markus Iek dan sedangkan 1 cek lagi ditarik oleh oknum pejabat berinisial SK, sebesar Rp. 1,5 Miliyar. dana 1,5 Milyar diserahkan kepada seluruh Anggota DPRD Kota Sorong, Anggota DPRD Kota Sorong, PN, sendiri mendapati Rp. 1 Miliyar, selanjutnya ARJ Anggota DPRD diberikan Rp. 500 Juta. seterusnya dari cek pertama ada dana senilai 2,99 Miliyar diserahkan MI kepada seksi-seksi dan ada Rp. 510.000.000 yang tidak diketahui kemana uang itu pergi. ***balck_fox


Ikuti penjelasan Polda Papua soal kasus dana pelantikan walikota sorong di http://www.cenderawasihpos.com/index.php?mib=berita.detail&id=6078


Sumber Posting : Media On-line

Senin, November 24

"Bupati Wondama Layak Jadi Tersangka Dana Wisata Rohani Tahun 2010"

Suasana Sidang Tipikor Papua Barat (Doc Foto Pribadi)
"PERINTAH LISAN", Kasus Dana Wisata Rohani Pemda Teluk Wondama Tahun 2010"


Manokwari, kasus Penyimpangan APBD Teluk Wondama Tahun 2010 sejumlah Rp. 3 Miliyar oleh Agus Yulianto mantan Kepala DPPKAD Teluk Wondama pada tahun 2010 rupanya menyerupai kasus Korupsi Dana Hibah Pemda Waropen kepada KPUD Waropen tahun 2010 silam.

Di Waropen, pasca Pilkada tahun 2010 yang menghabiskan dana setara Rp. 6 Miliyar rupiah, Bupati Waropen, Jesaya Buinai, yang kini masuk daftar bidikan Kejati Papua, malah mengambil kebijakan sepihak atas PERINTAH LISAN menghibahkan Rp. 3 Miliyar ke KPUD Waropen untuk menuruti keingan mantan Ketua KPUD Waropen, Melina Wonatorey.

PERINTAH LISAN Bupati Waropen secara politik melukai DPRD Waropen sebab ijin prinsip secara politik patut melalui pintui DPRD, jika tidak demikian, disitulah praktik tindak pidana korupsi terjadi. Akhirnya Bupati Waropen harus menangung akibat dari PERBUATAN LISANnya, Kepala Kejaksaan Negeri Serui, Franki Sonj, SH, MM, MH mengatakan, proses berkas Bupati Waropen sudah memasuki Tahap II.

Hal serupa dialami oleh Teluk Wondama, dana APBD setara Rp. 3 Miliyar dipersiapkan oleh Pemda Teluk Wondama untuk perjalanan wisata Rohani ke Israel, pada 4 Oktober 2010 ketika banjir bandang menghantam Kota Wasior, dana wisata rohani kemudian dieksekusi oleh Agus Yulianto dengan klaim PERINTAH LISAN Bupati Teluk Wondama, Alberth Torey untuk mengatasi bencana alam banjir di Wasior. PERINTAH LISAN ini kemudian menyeret Agus Yulianto sebagai tersangka dan telah menjadi terdakwa, sementara Bupati Teluk Wondama justru terbebas dari masalah PERINTAH LISAN yang salah sebab seharusnya dana Rp. 3 Miliyar melalui persetujuan DPRD Wondama.

Terdakwa Agus Yulianto, pada saat pemeriksaan penyidikan oleh Kejaksaan Juli 2014, secara terbuka mengungkap bahwa "pencairan pengalihan dana wisata Rohani ke Israel kepada pembiayaan bencana banjir adalah atas perintah Bupati", sayangnya Bupati Torey, terbebas dari pemeriksaan Kejaksaan Negeri Manokwari. Fakta persidangan pada, Senin, 25 November 2014 kembali mengungkap tabir bahwa "Pengalihan atas perintah Bupati Teluk Wondama". Eka Widyasih (Mantan Kaban Pemberdayaan Perempuan Teluk Wondama), saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut dalam persidangan terdakwa Agus Yulianto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Papua Barat, mengungkapkan kesaksiannya bahwa "penggunaan dana wisata rohani untuk penanggulangan korban banjir bandang 4 Oktober 2010 adalah atas PERINTAH LISAN Bupati Teluk Wondama Alberth H. Torey. Pengalihan pertama untuk penanggulangan korban banjir di Windesi, sementara pengalihan kedua untuk korban banjir di Wasior, total penggunaan dana di Wasior Rp. 980 Juta. Jika di Windesi juga menhabiskan dana yang sama dengan Wasior di duga ada Rp. 2,4 Miliyar terpakai habis untuk pendanaan korban bencana banjir di Wasior dan Windesi dan menyisahkan sisah dana sekitar Rp. 6 ratus juta rupiah.

Merujuk pada kesaksian Eka Widyasih di persidangan apakah Bupati Teluk Wondama bisa ditetapkan sebagai tersangka ??? tentu saja bisa, sebab Bupati Torey secara sadar mengetahui dan memberi PERINTAH LISAN. Kesaksian Eka Widyasih adalah kesesuaian dengan pasal 185 KUHAP bahwa alat bukti yang sah adalah apa yang disampaikan saksi dimuka persidangan.." keterangan ini mengindikasikan Bupati Torey untuk terlibat secara bersama-sama atau sendiri dan atau turut serta melakukan PERINTAH LISAN yang mengakibatkan kerugian Negara dari APBD Teluk Wondama tahun 2010 sebesar Rp. 3 Miliyar rupiah. Peran Bupati Wondama dibalik kerugian Negara ini tidak ubahnya dengan peran Bupati Waropen yang dengan PERINTAH LISAN menghibahkan Rp. 3 Miliyar kepada KPUD Waropen. "Bupati Wondama layak jadi tersangka dana wisata rohani, karena melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta melanggar Pasal 10 dan Pasal 12 UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.*-end


Sumber Posting : Personal Artikel

Minggu, November 23

"Penerima Adipura 2014 dan Opini Disclaimer Di Pemda Manokwari"

Teluk Doreri, Manokwari (Doc Foto Pribadi)
Manokwari, Masih ingat di Memori publik, pada Juni 2014 lalu secara mengejutkan Pemda Kabupaten meraih Adipura tahun 2014 untuk kategori kota kecil dari Kementrian Lingkungan Hidup. prestasi ini kemudian diblow up media secara meluas sebagai bagian dari prestasi rezim pemerintahan BASAROH di Kabupaten Manokwari. 

Sayangnya publik tidak banyak melihat capaian itu sebagai prestasi daerah bahkan cenderung apatis, mengingat Manokwari sangat tidak tepat disebut kota yang terbebas dari permasalahan sampah.  Di Kalah musim hujan datang, pedagang di pasar wosi seperti seakan berjualan di sawah berlumpur, ternak babi milik warga berkeliaran menjadikan pasar seperti kubangan lingkuangan kumuh, belum lagi pasar tingkat Sanggeng, di pasar ini terdapat TPS (Tempat Pembuangan Sampah) Sementara, menampung sampah pasar dan sampah warga Sanggeng, Reremi, Arkuki- Wirsi dan Swafen. Seringkali sampah-sampah ini meninggalkan bau yang bercampur dengan sampah buangan lainnya di Kali kontoh. Sungguh ironis sebab, petugas sampah Pemda Manokwari justru kerap melakukan demosntrasi akibat Honor yang tertunda bahkan sering tidak pernah dibayarkan oleh pihak Pemda Manokwari.

Khawasan Borobudur, Kelurahan Padarni,  menjadi lingkungan terkumuh ujar kepala BPBD Propinsi Papua Barat Dereck Ampnir, belum lama ini. Pasar Wosi, Pasar Sanggeng dan Borobudur menyuplai sampah yang lumayan dahsyat ke Pulau Lemon dan Pulau Mansinam di Teluk Doreri, "inilah alasan sederhana mengapa raihan Adipura untuk Manokwari sebenarnya tidak layak". 

"Opini Disclaimer"
Dari ketidaklayakan Piala Adipura 2014 sebenarnya sangat relevan secara logika dengan Opini Disclimer BPK RI terhadap pelaporan keuangan Kabupaten Manokwari. Roberth Hammar, Wakil Bupati Manokwari sebaliknya mengatakan bahwa Opini Disclaimer ada pada masalah aset Daerah Pemda Manokwari yang tidak terdata dengan baik. Pernyataan ini terkesan seperti menyederhanakan masalah supaya tidak perlu diperbesar seperti juara Adipura 2014.

Bastian Salabai, Bupati Manokwari rupanya mengiayakan pernyataan wakilnya bahwa di masa kepemimpinan BASAROH memang masih terjadi "disclaimer", salah satu masalahnya adalah aset yang belum terdata dengan baik, ujar Salabay. 

Pak Bupati dan Wakil Bupati Manokwari memiliki semangat yang sama bahwa "Manokwari layak meraih prestasi dari BPK seperti prestasi adipura yang diperoleh dari Kementrian Lingkungan Hidup, sayangnya mereka seolah-olah lupa bahwa opini disclaimer erat kaitan dengan ketidakjelasan system penggunaan keuangan, logika sederhana yang mudah ditangkap oleh orang awam bahwa BPK bukanlah badan pemeriksa aset, yang diperiksa tentu keuangan. "Opini Disclaimer" adalah fakta bahwa telah ada penggunaan anggaran yang cukup besar terpakai habis, sayangnya tidak pernah ada bukti untuk memperjelas bagaimana anggaran terserap ???. tentu ini hanya penilaian awam, bahwa Pemerintahan Pemkab Manokwari tidak sesederhana statement pimpinan.

Rakyat berhak menolak setiap statement yang tidak memiliki nilai rasio, rakyat berhak mencuriga aparatur Pemda Manokwari terhadap prestasi Adipura dan Opini Disclaimer. 

Sumber Posting : Personal Artikel




Sabtu, November 22

"Calon Ketua DPR PB Periode 2014 - 2019 Adalah Terdakwa 4 Tahun Penjara"

RMN Foto diambil dari. wiyainews.com 
Manokwari City, Kemendagri dibawah rezim Jokowi - JK sudah sewajarnya menunda surat Keputusan pengangkatan atau pengesahan terhadap pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Papua Barat (DPRPB) terpilih untuk periode 2014 - 2019. "Saat ini calon Ketua DPRPB terpilih "RMN" adalah sosok terdakwa dalam kasus korupsi dana pinjaman dari BUMD Pemprov Papua Barat, PT. Padoma sejumlah Rp. 22 Miliyar". 

Semula RMN divonis oleh Majelis Hakim Tipikor Papua, dengan hukuman 15 Bulan pidana penjara, tidak puas terhadap putusan itu, RMN banding ke Pengadilan Tinggi Papua. di Pengadilan Tinggi hukuman RMN diperberat dengan hukuman Pidana Penjara 4 Tahun pidana penjara, saat ini RMN sedang melakukan upaya hukum Kasasi hukumanya ke Mahkamah Agung RI - Jakarta. 

Saat ini Kejaksaan Agung Muda (JAMPIDSUS) Sedang menunggu hasil putusan Kasasi MA, jika hukuman pidana penjara tetap dijatuhkan terhadap RMN dan 41 rekanya di DPR PB Periode 2009 - 2014, "sudah pasti RMN akan dieksekusi ke Hotel Prodeo" oleh Kejaksaan.

Advokat Senior di Tanah Papua, Yan Christian Warinussy S.H memprediksi MA akan memperkuat putusan Pengadilan Tipikor Papua dan Pengadilan Tinggi Papua, dipilihnya RMN sebagai calon Ketua DPR PB, sangat mengkhawatirkan  DPRPB tidak akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat terutama yang ada kaitan dengan agenda pemberantasan korupsi.[ikuti] http://wiyainews.com/lp3bh-sayangkan-dpr-pb-dipimpin-terdakwa-kasus-korupsi.html... Sementara LAKI (Laskar Anti Korupsi) Wilayah Papua dan Papua Barat, melalui Dr. Ayub Faidiban, SH, MBA di Sorong mendesak kemendagri menunda SK Pimpinan Definitif DPRPB ikuti http://wiyainews.com/laki-desak-mendagri-tunda-pelantikan-pimpinan-definitif-dpr-pb.html .

Jaringan Advokasi LSM Papua Barat [JAV PB], Andris Wabdaron mengatakan, PADA SAAT INI KITA DIPERTONTONKAN DENGAN AMBISI POLITIK PARA ANGGOTA DEWAN YANG NOTABENE TERDAKWA KORUPSI 22 MILIYAR. 

MEREKA PASTI DITANGKAP DAN DIJEBLOSKAN KE TERALI BESI, KENAPA MEREKA TETAP NGOTOT DILANTIK ????







Minggu, November 16

JAV LSM PB : Proyek Renovasi Lintasan Olaharga Stadion Sanggeng, Ada Yang Tidak Beres

Lintasan Atletik/Foto Ist
Manokwari, Proyek Lintasan Olahraga di Stadion Sanggeng Manokwari, adalah proyek yang diduga mencapai nilai Rp. 3.615.500.000,- (Tiga Miliyar Enam ratus Lima Belas Juta Lima Ratus Ribu Rupiah). JAV LSM - PB (Jaringan Advokasi LSM Papua Barat) Melalui Koordinator, Andris Wabdaron mengungkap bahwa "Pembangunan lintasan Atletik  di Stadion Sanggeng tidak melalui mekanisme peraturan yang berlaku. Pasalnya tidak ada tender pelelangan umum kepada pihak ketiga (Kontraktor).

Lanjut, Andris " ada juga praktek-prakter curang dalam pemberian paket pekerjaan  pada pihak ke tiga tanpa melalui mekanisme tender, hal ini melanggar Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Maupun Peraturan Presiden (Perpres Nomor. 54 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah).

Koordinator JAV, mendesak Kepolisian dan Kejaksaan untuk segera mengusut tuntas dugaan kasus kerugian negara terkait proyek renovasi lintasan olahraga di Stadion Sanggeng Manokwari.

Diolah dari Sumber Media Lokal Manokwari.
 

Kamis, November 13

11 Pejabat DPR-PB Kursi Otsus 2014 - 2019 Resmi Dilantik Gubernur


Gedung DPR-PB/Personal Doc
Gubernur Papua Barat, Abraham O. Atururi, pada Kamis, 13/11/14 Resmi melantik, 11 Pejabat DPR Papua Barat melalui pengangkatan kursi Otsus Papua Periode 2014 - 2019. Menindaklanjuti hasil pemilihan yang ditetapkan oleh Tim Seleksi berdasarkan SK Nomor : 03/TIMSEL/XI/2014 tentang Hasil Penetapan Gubernur Papua Barat Terhadap 11 Anggota DPR - PB yang ditetapkan melalui mekanisme pengangkatan. 

Berikut daftar 11 Pejabat DPR PB dari ke-III Kluster yang diangkat menduduki kursi Otsus sebagai berikut :

 Cluster I Wilayah Arfak dan Doreri :
1. Maurids Saiba, S.ST (Arfak)
2. Daniel Rumbrawer (Doreri)
3. Barnabas Mandacan (Arfak)

Cluster II Sorong Raya :
1. Abraham Goram Gaman, S.Kom (Raja Ampat)
2. Yonadap Trogea (Sorong Selatan)
3. Frida T. Kelasin, SH, S.Sos (Kota Sorong)
4. Dominggus Sani, SH (Kab. Sorong)
5. Laberth Karet, SH, M.Si (Kab. Maybrat)

Cluster III Bintuni, Wondama, Fakfak dan Kaimana
1. Drs. Sahadji Refideso (Bintuni)
2. Yan Anthon Yoteni, A.Md, Pd, S.Sos (Wondama)
3. Fredrik Iba, SE, M.Si (Fakfak)

Sumber Posting, Media Cetak Local Manokwari