WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Sabtu, Oktober 27

"Rencana mengakui Jerussalem : Setelah Australia, Vanuatu"

Map of Vanuatu
Menarik menganalisa situasi politik global di kawasan pasifik akhir-akhir. khawasan ini biasanya diam dan tidak banyak terlibat dalam keputusan-keputusan politik luar negri yang berhubungan langsung dengan politik global, apalagi isu timur tengah.

Situasi mulai berubah, pergeseran perhatian nampaknya akan segera bergeser dari Eropa, Afrika dan Asia untuk menuju ke wilayah Pasifik, terakhir ini efek dari kunjungan delegasi tingkat tinggi Vanuatu ke Izrael telah melahirkan komentar politik dari PM Salwai "Konstitusi Vanuatu mengakui Kristen dan karenanya sebagai Negara kristen ada bukti tanpa keraguan bahwa Jerussalem adalah ibu kota Izrael", Pemerintah Vanuatu akan mengkomunikasikan lebih lanjut posisi Vanuatu mengenai Jerussalem sebagai ibu kota Izrael tanpa penundaan lebih lanjut.!

Walaupun sampai belum ada keputusan resmi politik, tetapi pernyataan ini dipastikan akan segera direalisasikan berbarengan dengan komitmen Negara Izrael membantu menyediakan intervensi disektor air dan pertanian terhadap Vanuatu atas dasar perjanjian kerja sama bilateral kedua Negara itu. 

Vanuatu tidak jauh berbeda dengan Australia yang pada pekan sebelumnya melalui PM Scott Morrison menyatakan sikap mengkaji rencana pemindahan kantor kedubes Australia dari Tel Aviv ke Jerussalem. Ternyata sebelumnya Pemerintah Vanuatu juga bersikap yang serupa dengan Australia untuk abstain atas pemungutan suara di sidang darurat United Nation atas keputusan Trump (US) yang mengakui Jerussalem as the capital of Izrael.

Di Vanuatu, berita mengenai rencana Vanuatu mengakui Jerussalem telah menjadi headline news media DAILYPOST-vanuatu http://dailypost.vu/ dengan judul "Izrael seek Vanuatu unwavering position to Jerussalem as capital".

Selama ini dikenal juga, Vanuatu merupakan negara yang sangat aktif terhadap organisasi regionalnya, MSG. Pemimpin Vanuatu selalu berapi-api berpidato di PBB untuk hak menentukan nasib sendiri dan permasalahan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua Barat, sejauh ini belum ada komitmen resmi United Nation terhadap isu Papua Barat, namun besar kemungkinan Vanuatu telah melibatkan diri menjadi sahabat baik US and Izrael untuk mengkaji kemungkinan tindak lanjut suara apapun suara Vanuatu di United Nation General Assembly.

Mitra khawasan Vanuatu lainnya Solomon Island belum menyatakan sikap saat ini, apakah bisa menyusul Vanuatu dan Australia untuk sikap politik mengkaji rencana mengakui Jerusalem, karena Solomon Island juga Negara yang abstain atas voting keputusan Trump mengenai Jerussalem.***Black_Fox 

   

Jumat, Oktober 19

"Menyimak Rencana Australia Mengakui Yerusalem"

Perdana Menteri Australia (Scott Morrison) beberapa hari ini menjadi heboh pada media - media Nasional Indonesia akibat pernyataanya yang "mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Izrael dan tengah mengkaji rencana pemerintah Australia memindahkan kantor Kedutaan Besar dari kota Tel Aviv ke Jerusalem".

Pemerintah Australia di PBB (United Nation) menyatakan sikap abstain ketika PBB menggelar sidang darurat merespon keputusan Donald Trump (US President) yang mengakui Yerusalem ibu Kota Izrael pada awal Desember 2017 lalu. Ketika itu tercatat 128 Negara menentang keputusan Donald Trump, 9 Negara mendukung dan 33 Negara menyatakan sikap abstain termasuk Australia.

Melalui adanya putusan Perdana Menteri Australia ini, kecaman kemudian bermunculan dalam Negeri Indonesia terhadap Australia. Pemerintah Indonesia adalah negara yang cukup aktif dibarisan terdepan mendukung perjuangan politik Palestina dan menentang Izrael yang dianggap mencaplok kedaulatan Palestina atas wilayahnya. 

Jakarta kemudian merasa terusik terhadap tetangga baiknya (Australia) yang diam-diam justru mendukung pengakuan atas Jerusalem sebagai ibu Kota Izrael. dan oleh hal itu rencana penandatanganan perjanjian dagang Australia - Indonesia terancam macet tahun ini.

Efek Konstelasi Politik Indonesia

Ada beberapa situasi yang bakal mempengaruhi hubungan Indonesia - Australia, salah satunya meningkatnya konstelasi politik nasional jelang Pemilu Presiden Tahun 2019 nanti. Capres Petahana, Jokowi tentu sangat hati-hati untuk mempertimbangkan upaya mempertahankan masa pendukungnya yang tentu mayoritas umat muslim. 

Diketahui, Mayoritas muslim Indonesia sangat aktif berkampanye mendukung perjuangan palestina bahkan mengutuk Izrael yang dianggap ilegal menduduki Jerusalem.
SItuasi justru akan berdampak pada upaya menarik simpati rakyat dengan mengecam Australia termasuk potensi ancaman perjanjian perdagangan bilateral kedua Negara itu.

Efek Papua

Pada sisi lain, Jakarta sangat juga berhati-hati atas kebanyak politikus ulung di Negeri Kanguru sering sependapat dengan aktifis-aktifis Hak Asasi Manusia termasuk kalangan akademisi Australia yang rutin mendukung kampanye Hak Asasi Manusia. Entahlah jika ini terlalu naif untuk menyimak relasi Jakarta - Canberra dan soal Papua. 

Akan tetapi fakta itu tidak terbantahkan, Sekolah Komando Pasukan Khusus (SAS) Australia di Perth kabarnya tahun 2016 lalu pernah menyediakan esai  bagi prajurit pasukan elit untuk menyatakan Papua harus merdeka karena merupakan bagian dari rumpun ras Melanesia".

Selain Australia yang mengakui Jerussalem sebagai Ibu Kota Izrael terdapat beberapa Negara lainnya yang mendukung seperti Guatemala, Honduras, Marshall Island, Mikronesia, Nauru, Palau, Togo dan Amerika Serikat.

Keputusan Australia saat ini mengisyaratkan dukungan serupa bisa saja menyusul  dari 33 Negara yang abstain pada hasil sidang darurat PBB Desember 2017 lalu.***Black_Fox



Kamis, Oktober 4

"Sarumpet dan Dugaan Kontra Intelijen"

Agustus lalu, blog ini menulis posting mengenai bagaimana kasus HAM Papua mempengaruhi Pilpres, http://banundisimon.blogspot.com/2018/08/bagaimana-kasus-ham-papua-mempengaruhi.html so, mengapa, jawabannya sederhana dari penulis yang sederhana alias bukan pakarnya, karena Pilpres 2019 nanti akan jadi pentas yang paling seksi enak ditonton (diikuti). 

Lihat untuk selanjutnya bagaimana "hoax" menjadi trending topic pada moment-moment jelang Pilpres ini, blog ini sudah tulis lagi beberapa waktu sebelumnya tentang "perang hoax"http://banundisimon.blogspot.com/2018/09/anda-berada-dalam-perang-hoax.html 

Kini, makin seksi modelnya seiring-berjalannya waktu, "Sarumpet dan dugaan kontra intelijen"..!. Benarkah demikian, sekali lagi tulisan ini bukan untuk profokasi, menghasut, atau mendukung pihak kiri atau kanan, bahkan penulis tidak pernah miliki atensi politik dan ekonomi apapun pada blog ini, melainkan hanya sekedar menulis guna mengembangkan wawasan berpikir yang lebih kreatif dan yang kedua, konten posting ini hanya sekedar ungkapan dari kebebasan dan kemerdekaan menyampaikan pendapat secara lisan yang dijamin undang-undang sesuai prinsip utama pada blog ini (silahkan lihat pada header blog). 

Ok, dilanjutkan, drama "hoax sarumpet" rupanya sukses menyihir media-media cetak, elektronik bahkan kalangan generasi milenial yang sibuk menghabiskan waktu membully sang "sarumpet", ada yang bahkan no-comment terhadap pemberitaan sarumpet dan milih simpati terhadap korban bencana alam Palu, seperti saya. 

Judul posting ini diambil hanya untuk sekedar kajian dan analisa awam saja, "Sarumpet dan dugaan kontra intelijen".

Ratna Sarumpet, aktifis ulung ini, kita tahu bukanlah orang bodoh dia tentu tahu betul resikonya jika terlibat dalam masalah seperti "heboh hoaxnya", tapi bagaimaan itu bisa terjadi. Untuk menyimak lebih jauh soal Sarumpet. 


Pertama kita masuk ke Pilpres, kita tahu hanya ada dua kandidat capres, dipastikan saat ini telah terbagi kiblat perpolitikan negri ini menjadi dua bagian, sehingga "capres kosong satu" dan "capres kosong dua" hanyalah simbol dari dua blok politik ini, dan deretan para prajurit berbintang ambil bagian bahkan perannya masing-masing pada kedua blog ini. 

Mereka tentu tak bakalan bergabung secara kosong begitu saja, melainkan taktik intelijensi mereka akan turut disertai dalam mendukung misi-misi pribadinya. disinilah proses saling memetakan kekuatan dan kelemahan itu bakal tersaji.

Kedua, kita masuk pada "Sarumpet dan heboh hoaxnya", Sarumpet ini aneh bisanya kosong dua diobrak-abrik..! 

tapi tunggu dulu...!

Bisa saja pada level perseteruan yang lebih tinggi "orang termasuk seorang tokoh bisa saja tidak peduli dengan nama baik, harga diri dan lain sebagainnya dengan target bagaimana agar tujuan bisa tercapai, lihat contoh kasus Hitler yang membantai Jewish sekalipun dikecam dunia, malahan pantang mundur dan tanpa rasa bersalah ingin membinasakan ras tersebut. Sarumpet tentu sudah disiapkan atau entahlah dalam suatu design yang bukan penganiayaan, misalnya "kita bisa menguji insidn penjarahan di Palu pasca bencana alam, semula media-media memberitakan isu penjarahan kemudian mengklarifikasi tidak ada penjarahan akhirnya diberitakan lagi ada penjarahan dan Polisi kemudian bergerak cepat menangkap puluhan penjarah dan diumumkan "para penjarah orang luar Palu". 

Pertanyaan kemudian, siapakah mereka (para penjarah) itu ? apakah ini by -design ? lihat kosong satu akhirnya berupaya menetralkan situasi ini dengan berpergian ke Palu dari istana sebanyak dua kali hanya dalam tempo lima hari saja. (Tulisan ini sekali lagi bukan untuk menghasut /provokasi).

Tidak lama kemudian di Jakarta "Sarumpet dan Heboh Hoaxnya" pecah. pertanyaannya apakah Palu (pola insiden penjarahan) sedang menyajikan pentas yang akan meluas lagi ? sehingga digeruduk Sarumpet dengan tujuan memutuskan scenario operasi ini ? disinilah dugaan kontra Intelijennya.

Ketiga, "Sarumpet dan heboah hoax-nya" benar-benar dimanfaatkan oleh dua kubuh blok politik negri  ini untuk memainkan next agendanya. 

Kesimpulannya terlalu dini untuk menebak siapa yang menang pada episode awal ini dan dapat dipastikan perseteruan politik ini akan terus meningkat step by step dan juga design by design oleh aktor-aktor cerdas . 

"Sarumpet dan dugaan kontra intelijen". semoga tulisan ini menambah wawasan analisis kita sebagai warga Negara dalam menyongsong Pilpres yang gaul tahun depan..!***Black_Fox


Senin, Oktober 1

"Kodam Kasuari Resmi Miliki Yonif 764 Di Kaimana"


Mobilisasi prajurit TNI AD ke Kabupaten Kaimana  akan segera berlangsung usai di bentuknya Batalyon Infanteri 764/Lamba Baua berlokasi di Kampung Coa Kilometer 16 Distrik Kaimana, Kabupaten Kaimana Propinsi Papua Barat. Pada akhir September (27/09/2018) Pangdam XVIII/Kasuari telah mengunjungi Kaimana bertemu dengan tokoh masyarakat Mairasi dan kemudian meresmikan Yonif 764. 

Yonif ini dipastikan menjadi satuan tempur langsung dibawa panglima militer Kasuari yang bermarkas di perbukitan Arfai Kabupaten Manokwari. Pangdam Mayjen TNI Joppye Onesimus Wayangkau dirilis media lokal Manokwari menyebut "seribu prajurit TNI akan ditempatkan di Yonif 764, dan melengkapi Yonif akan dibangun 5 Kipan (Kompi Senapan), 1 Kiban (kompi bantuan) dan Kima (kompi markas)".

Pangdam juga menegaskan tugas Yonif Kaimana adalah "Mencari, mendekati, menghancurkan, menawan musuh, serta merebut, menguasai dan mempertahankan medan, baik berdiri sendiri maupun dalam hubungan yang lebih besar dalam rangka mendukung tugas pokok Kodam XVIII/Kasuari". 

Kaimana adalah  administrasi Pemerintahan Kabupaten memiliki luas wilayah sekitar 36.000 Km2, terletak di selatan Propinsi Papua Barat. Kaimana berhadapan langsung dengan laut arafura (Propinsi Maluku) dan bagian timur Kaimana berbatasan dengan Kabupaten Nabire (Propinsi Papua). Populasi penduduk Kaimana sekitar 61.370 jiwa (Sumber Kaimana dalam angka). 

Satuan TNI AD di Kaimana sebelum adanya Yonif saat ini, hanyalah sebuah Kodim (Komando Distrik Militer) 1713 dan  Koramil serta Pos Ramil di bawahnya.***Black_Fox


      

Selasa, September 11

Anda berada dalam perang "hoax"


Gelombang informasi akibat ledakan perkembangan tekhnologi konsekuensinya cukup besar. Menjelang pergantian kekuasaan melalui pemilu atau Pilpres tahun 2019 yang saya maksudkan disini  benar-benar menyuguhkan tabuhan genderang perang “hoax”, atau bisa menyebutnya "hoax war".

“Hoax” sendiri menurut sumber Wikipedia mengandung pengertian sebagai “berita palsu dan bohong”, hal ini sebagai upaya untuk mengakali pembaca agar mempercayainya, padahal sang pembuat berita palsu tersebut dalam keadaan sadar menyadari bahwa berita tersebut adalah bohong.

Anda patut mencatat bahwa “pemberitaan palsu berbeda dengan pertunjukan sulap, “dalam pemberitaan palsu pendengar/penonton tak sadar sedang dibohongi, sedangkan pada pertunukan sulap, penonton justru berharap supaya ditipu”.

Nah, itu sedikit pengertian “hoax” yang saya pahami. balik ke konteks.. !
Kejahatan hoax di Indonesia masih merujuk pada pasal 28 ayat (1) Undang-Undang ITE (UU No. 11 tahun 2008), “setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal 1 miliar”.

Pola kejahatan ini diungkap kalangan penegak hukum bersifat “hit and run”, artinya menggunakan akun-akun palsu terutama social media yang dibuka menyebarkan sebuah pembohongan news lalu menutup akun tersebut dan dibuka lagi akun lainnya dan seterusnya, dilakukan hanya untuk menyebar atau mem-forward suatu kebohongan.

Hoax pada tulisan kecil ini, “perang hoax”, tentu fenomena politik yang tak terhindarkan. Bro, pasti paham disebut perang artinya melibatkan kedua belah pihak yang bertikai pada suatu skenario untuk mencapai tujuan, dan output dari pada war itu jelas “hoax”.

Dalam fenomena politik perebutan kekeuasaan, model klasik seperti black/negative campaign, curi start ditinggalkan mengingat efek atau prosentasi pengaruhnya mengecil, bahkan sangat mudah terdeteksi dan ditindak oleh system hukum politik (pemilu).

Opsi perang “hoax” kemudian mucul. belum ada sumber terkonfirmasi yang valid, apakah perang “hoax” merupakan pola para pihak atau hanya sepihak, dan pihak lainnya hanya bersifat reaktif terhadap serangan “hoax” tersebut.

Pada satu kesempatan diskusi seorang pengamat komunikasi politik yang berlatar belakang LSM menyebut , antara “hoax” dan “fakta” semakin tipis perbandingannya tergantung siapa pemegang remote-powernya, “kebenaran bisa dikata hoax, demikian sebaliknya”. 

Hukum kemudian tersembunyi rapat bahkan tidak mampu berbicara banyak terhadap perang "hoax", entahlah design hukum yang lemah sebagai filter dan  pelindung kepentingan publik atau institusi (penegak) hukum berpersepsi  bahwa perang hoax merupakan ruang politik bukan lagi masalah hukum.

You'are in danger, berada dalam "perang hoax" ***Black_fox

 Sumber posting : artikel pribadi 

Jumat, Juli 6

"Bila Ingat Akan Kembali"

BIAK, Sa memilih akronim ini lantaran kembayakan orang di Papua khususnya menyebut  “Bila Ingat Akan Kembali” dengan kata "B I A K", namun disini BIAK bukan untuk kisah romantis melainkan sebuah tragedi pilu yang terjadi pada 6 Juli 1998.

Hari itu puluhan orang terorganisir  untuk melakukan aksi damai dibawah menara air (tower) aksi di pimpin sang ikon pejuang damai Papua tuan FILEP KARMA, bendera Bintang Kejora yang diijinkan mantan Presiden RI Gusdur tahun 2001 nampak dikibarkan warga di hari juga.

Pemerintah lalu tidak menyukai aksi itu lalu menggerakan “kekuatan aparatur keamanan” dan membubarkan secara paksa terhadap aksi warga. Fakta mengungkap bahwa “ternyata situasi tidak sebatas pembubaran, melainkan telah terjadi pembunuhan (mutilasi), penyiksaan, penangkapan paksa, penculikan, pemerkosaan yang mengakibatkan hilangnya puluhan nyawa manusia, sebagian mengalami luka-luka, yang terjadi diluar hukum”.

Sejumlah referensi saat ini menegaskan, peristiwa ini tidak diakui pemerintah dan bahkan diisolasi selama bertahun-tahun, tidak percaya? anda boleh bertanya ke Komnas HAM atau browsing (searching) di google.id  mengenai peristiwa ini.

6 Juli 2018 ini, peristiwa ini berusia 20 tahun, sepanjang itu dibungkam tanpa ada pihak yang hendak mengaku bertanggungjawab.

Tahun 2013, Pengadilan rakyat di Australia, University of Sidney sempat memeriksa peristiwa mematikan ini, melalui pemeriksaan arsip laporan dan kesaksian korban yang masih hidup terungkap lebih dari 150 orang telah terbunuh akibat peristiwa tersebut, Pemerintah Indonesia diminta melakukan penyeleidikan independen, http://banundisimon.blogspot.com/2017/07/kapan-negara-mengakui-biak-berdarah.html

Tujuan tulisan ini berupaya mengingatkan pemerintah, dan para aktifis terhadap peristiwa ini. 

Rupanya pemerintah melihat BIAK dalam sudut pandang yang berbeda, yaitu Bila Ingat Akan Kembali terhadap pulau strategis ini yang pernah digunakan Jepang hingga direbut sekutu sebagai pangkalan armada pertahanan ketika pecah perang dunia II. Biak yang secara keseluruhan memiliki luas 21,672 KM2 (3.130.KM2 + 18.442KM2) sangat strategis dikatulistiwa pernah menguntungkan AS membangun pangkalan AU Sekutu di pulau Owi guna mendukung logistic militer AS pada perang di pasifik.

Pemerintah Indonesia saat ini kemudian masih mengenang BIAK sebagai potensi untuk mendukung armada militer pemerintah, seperti pernyataan mantan Panglima TNI http://banundisimon.blogspot.com/2016/05/mengubah-pulau-biak-menjadi-kapal-induk.html 

Andai komitmen pemerintah saat ini, menyelesaikan misalnya non-judicials, apakah ini tidak sepihak? Lalu apakah sudah ada pengakuan, benar kami pelaku, kami bersalah. Kami akan meminta maaf dan lain sebagainya ?. Kita baru beberapa hari ini menyaksikan laporan amnesty Indonesia dengan judul "Sudah, kasi tinggal dia mati"  Pembunuhan dan Impunitas di Papua, laporan yang menghebohkan ini masih pula pemerintah berdalih "Amnesty harus fair, aparat di Papua membela diri (membunuh atau dibunuh), aparat juga korban".

Bagaimana dengan BIAK yang menewaskan ratusan orang dalam seharian saja.   

 “Bila Ingat Akan Kembali***Black_Fox

Selasa, Juli 3

"Efek Manja Elit, Untuk Kursi Otsus"


Opini ini hanya mewakili pendapat personal untuk mengkritisi [saya sebut] “efek manja elit elit untuk kursi Otsus”, yang dikabarkan diusul ***** untuk boleh dibentuk di DPRD Kabupaten/Kota Di Propinsi Papua Barat. 

Dengan demikian, fraksi Otsus juga terdapat di DPRD Kabupaten/Kota Di Propinsi Papua Barat.

Langsung saja dengan opini, Pertama kursi Otsus adalah, kursi sebagaimana yang dimaksudkan oleh pasal 6 Undang-Undang Otonomi Khusus Papua ayat (2). Singkat cerita, pasal mengenai kursi ini diuji [judicials review] oleh …… [maaf sa tidak sebut untuk menjamin netralitas tulisan ini] di Mahkamah Konstitusi RI 2010 silam. Mengapa harus lewat pengujian? karena pasca Otsus berlaku di Papua 2001 silam, kursi ini sudah tersedia di Parlemen propinsi Papua atau Papua Barat tetapi tidak terisi. rupanya yang jadi soal adalah kursi ini harus diisi berdasarkan peraturan perundang-undangan alias perlu ada undang-undang lain selain UU Otsus untuk membentuk proses pengisian kursi Otsus. Inilah masalahnya sehingga patut untuk menguji frasa pasal itu, saya cuplik bunyi frasa ini "...DPRP terdiri atas anggota yang dipilih dan diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan"  

Perhatikan kata yang digaris bawahi, inilah yang saya pikir masuk akal oleh hakim Mahkamah Konstitusi untuk layak membatalkan atau mengubah frasa ini cukup dengan Perdasus saja, anggota DPRP/DPRPB kursi Otsus diangkat. 

Lalu berangkat dari dasar hukum tersebut, Kursi  (otsus) kemudian telah diisi dengan baik, 11 Kursi untuk Propinsi Papua, Propinsi Papua barat tak ketinggalan, karena bagian dari Propinsi yang berstatus Otsus [Lihat Undang-Undang No. 35 tahun 2008], Papua Barat juga kebagian jatah kursi Otsus sebanyak yaitu 9 Kursi.

Menurut pendapat pribadi, Mahkamah Konstitusi RI sangat berandil besar sekali memutus frasa ini, sehingga tidak tercipta kekosongan hukum dalam Otsus Papua. Putusan JR ini diucapkan hakim MK pada, awal Februari 2010 lalu.

Kedua : Masuk sedikit membahas materi permohonan Judicial Review pasal 6 UU Otsus ke MK, rupanya terdeteksi bahwa substansi utama JR yang dilakukan oleh BMP adalah frasa “berdasarkan peraturan perundang-undangan harus diartikan sebagai Peraturan Daerah Khusus”, sehingga pemerinta Propinsi Papua [termasuk Papua barat] yang kemudian dapat membentuk Perdasus untuk mengisi posisi kursi Otsus.

Berdasarkan payung perdasus inilah, maka terdapat 11 kursi untuk Jayapura dan 9 Kursi untuk Manokwari, yang tentunya kedua propinsi secara terpisah menyusun perdasus kursi Otsus tersebut.

Saya pengagum Otsus, kebijakan Jakarta yang satu ini baik sekali, saat ini adalah bagaimana menghindarkan intervensi Jakarta atas Papua, JR frasa ini sangat hebat untuk memastikan tidak ada lagi campur tangan pusat atas parlemen lokal Papua dan Papua barat. 

Berikutnya, kita sudah muak dengan elit Partai Politik pusat yang bercokol di daerah selama ini, mereka tidak terlalu baik dalam record kinerja mereka terhadap konstituen, pendidikan politik bagi masyarakat tidak pernah ada, merekrut kader asal comot dari masyarakat, selama empat tahun diam, nanti satu tahun menuju pemilu baru muncul ke masyarakat, itupun lantas main kotor lagi, black campaign, money politics dan lain-sebagainya.

So, sangat baik sekali kursi Otsus ini lahir dan mengambil peran juga di Parlement.

Ketiga : masuk ke kritik [Pertanyaan] mengenai, bolehkah Perdasus mengatur hal kursi pada level Daerah Kabupaten/Kota ? termasuk hal Otsus. Jawabannya tentu tidak mungkin dan tra bisa yaa...!!  

Undang-Undang Otsus [lihat pasal 1 huruf I, pasal 4 ayat (1) dan ayat (3),] sudah dengan tegas mengatur bahwa Perdasus hanya mengatur konteks kebijakan khusus pada level Propinsi bukan Kabupaten. 

Dari pasal ini sudah pasti tidak akan pernah lahir Perdasus untuk Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota apalagi soal mengatur kursi Otsus di Kabupaten dan Kota di Papua Barat.

Saya setuju kursi Otsus tidak boleh ada pada DPRD Kabupaten/Kota agar pembiayaan Otsus tidak perlu terlalu membesar dilevel elit dan birokrat Propinsi dan Kabupaten, supaya rakyat Papua dan kebutuannnya mendapati pembiayaan yang membesar dari Otsus

Ke-empat : Kursi Otsus diperuntukan hanya untuk DPR Propinsi.

Di Papua tentunya terdapat dua propinsi, [Papua dan Papua barat] otomatis idealnnya kantor DPR Propinsi pada dua propinsi inilah yang akan berisikan angota dari kursi Otsus Papua. 

Kembali pada konteks Undang-Undang Otsus, Undang-Undang ini, tidak pernah mengisyaratkan hal kursi Otsus untuk DPRD [Kabupaten], karena memang dari semula design Undang-Undang ini untuk Propinsi [dapat dilihat pada judul dan materi konsiderant Undang-undang ini]. Silahkan ikuti pasal 6 ayat (2) bahwa DPR Propinsi, [tidak ada DPR Kabupaten/Kota] terdiri dari “anggota yang dipilih” dan “yang diangkat”.

"EFEK MANJA"

Topik, “efek manja” Sesungguhnya merupakan kritik, pada satu sisi komponen elit Papua patut mengapresiasi munculnya fraksi Otonomi khusus di parlemen propinsi Papua dan Papua Barat. Tentunya tra datang dengan sendirinya kalau bukan dari sebuah perjuangan besar, ketika pihak lainnya diam, yang lainnya bertarung hidup mati lewat jalur pemilihan legislatif, ada yang bangkit untuk melihat celah kebijakan Otsus Papua yang bisa dimanfaatkan oleh orang Papua termasuk “pengisian kursi Otsus”.

Sementara pada sisi lainnya, kalangan elit tidak seharusnya menodai kesuksesan perjuangan smart di MK melalui usulan-usulan yang tidak berdasar peraturan hukum.

Berikut tidak pernah ada yang namanya "bonus perjuangan" dalam tanda petik, melainkan mindset Otsus Papua sesungguhnya hanya tools, tetapi perjuangan elit saat ini adalah mengangkat jati diri ke Papuaan itu yang dapat dieksplore lebih dalam pada frame Otsus.  

Kursi Otsus tidak akan pernah ada di Kabupaten/Kota, tetapi kader Politik Papua yang nantinya mendominasi kursi DPRD Kabupaten/Kota untuk meramu berbagai system check and balance untuk menciptakan policy terrmasuk regulasi berbasis Otsus di level Kabupaten/Kota di Papua Barat. ***Black_Fox


Senin, Juni 11

“Sisi Intelijen dan Politik”

Doc Arsip Pribadi
Sewaktu buku ini dilouncing, I’m so very curious dengan buku ini, “INTELIJEN DAN PILKADA, PENDEKATAN STRATEGIS MENGHADAPI DINAMIKA PEMILU”. Saya kemudian terpaksa kontak beberapa orang kawan untuk bisa mendapati buku by Facebook Messenger and juga Whatsapp (WA). Kemudian saya akhirnya bisa dapati buku ini di Kota Denpasar - Bali dalam satu trip ke Daerah itu awal Juni 2018.

Buku setebal 225 halaman ini paling sederhana ditulis dalam gaya bahasa simpel sehingga memudahkan berbagai kalangan untuk memahaminya dengan baik. Disini terdapat kontribusi pemahaman mengenai bagaimana sebuah pencapaian kekuasaan itu diperoleh, dipertahankan dan bahkan diseting sedemikian rupa. Why ? karena faktanya “Politik dan Intelijen itu sesuatu yang tak dapat dipisahkan”, bedanya Politik diungkap penulis sebagai ilmu atau cara-cara untuk mendapati atau merebut kekuasaan sedangkan intelijen adalah kegiatan atau sebua proses yang dibangun dengan system tahapan “cycle of intellijence” untuk tujuan kekuasaan.

I remain the author, Ms Stepi Anriani miliki base data and her experience yang akurat sehingga bisa berpikir untuk menghadirkan buku ini bagi pecinta intelijen seperti saya, Huuu....uu.hh. Semoga tra berlebihan.  

tidak sekedar itu saja, penulis so pasti punya prediksi dari analisa intelijen hari ini untuk 5 tahun bahkan 20 tahun yang akan datang.

Let’s go,  for all of you kawan-kawan millenial saya yang baik entah sebagai aktifis, human rights defender, Lawyer, jurnalis dan akademisi, buku Intelijen ini tidak mengulas hal-hal berkaitan dengan isu-isu criminal, human rights, terrorism atau radikalisme, namun saya menyarankan kawan-kawan pantas miliki buku terbitas KOMPAS GRAMEDIA ini.

Whats-up..? Melalui buku ini kita diantar penulis untuk mengenal lebih dekat dunia Intelijen lebih dari sekedar dugaan kita selama ini. Sebelum adanya buku ini saya mengerti terminology Intelijen yang berasal dari bahasa inggris “intelligence”  yang berarti kecerdasan.

Skip - buku ini mengantar lebih dalam intelligence itu misalnya Intelijen sebagai Informasi [Hal 4], Intelijen sebagai pengetahuan [hal 10], Intelijen sebagai produk [hal 12], Intelijen sebagai kegiatan [hal14], disini ada banyak kegiatan seperti :
·         Penelitian
·         Kontra intelijen
·         Operasi intelijen.
·         Spionase
·         dan penyamaran

berikut Intelijen sebagai proses [hal 28], Intelijen sebagai organisasi [hal 29] kita dapat melihat perbandingan dinas intelijen di beberapa Negara, Intelijen sebagai profesi : agen atau analis serta tugas dan peran intelijen. Kesemuaan ini suatu rangkaian yang boleh dikata cerdas dan taktis, sehingga bila terjadi cara tak cerdas boleh kita mengatakannya bukan intelijen profesional.     

Penulis buku ini mengantar kita untuk belajar dari sejarah Intelijen (kisah) Ken Arok yang mengkudeta kekuasaan dari Tunggul Ametung di kerajaan Singosari tanpa membuat tangan Arok berdarah.

Ada juga kisah si agen wanita tahun 1876, Matahari, nama aslinya Margaretha Geertruidar berkat kemampuan menguasai 6 bahasa asing, ia bekerja sebagai double agent (agen ganda) pada masa itu untuk Jerman dan Prancis.

Serta belajar dari kisah Bapak Intelijen Indonesia, Ali Murtopo dan Beni Moerdani yang setia melayani kepentingan Soeharto pada masa jaya.   
    
Jika anda, aktifis yang ingin terjun ke dunia politik. Buku ini menyajikan beberapa data terkini yang tepat sangat penting untuk berpikir strategis dalam menghadapi pertarungan Pemilu/Pilkada tahun 2018 ini hingga 2019. It is exactly to menggunakan perspektif Intelijen mengatur peran dan tugas success team (tim sukses) agar memenangi Pemilu [Hal177]. Penulis buku juga mendesain strategi pemenangan Pemilu versi Penulis [hal 182]. Termasuk strategi perang di dunia maya.[187], anda perlu tahu, “Kampanye negative dan black campaign berbeda”, kampanye negative membuka aib atau kasus negative masa lalu lawan. Sedang black campaign menyebarkan aib yang tidak ada fakta. Dan mengenai Penggalangan : pendekatan intelijen mengenai bagaimana meyakinkan seseorang untuk menyukai dan mengikuti apa yang kita inginkan. Sebagai nasihat teknik penggalangan yang dilakukan secara keliru akan terkesan seabagai pencitraan.

Menghadapi lawan, belajar dari teori “art of war”  karya Sun Tzu, “pemimpin perang akan mencapai kemenangan dengan sangat efektif jika menggunakan  logistic dan tenaga seminimal mungkin”.  

Back to the context, mengapa buku ini teramat penting bagi kalangan non-politisi, karena judul dan konten buku ini “INTELIJEN DAN PILKADA” akan tetapi materi saya boleh menyebut layaknya mikroskop bagi siapapun untuk bisa melakukan strategi menghadapi hal diluar pemilu seperti halnya advokasi kepentingan masyarakat sipil. Disini yang dibutuhkan “intelligence”nya, dampaknya wawasan perencanaan, wawasan kerja hingga analisisnya cerdas dan meluas meluas tanpa batas.

So anyway..! Di-abad ini, capacity ini yang dituntut. Thank you.

Kampung Damai, Bali Awal Juni 2018.

Judul Buku :       Intelijen dan Pilkada, Pendekatan Strategis Menghadapi
Dinamika Pemilu
Penulis       :       Stepi Anriani
Penerbit     :       PT. Grahamedia Pustaka, Jakarta

Senin, Juni 4

"Extreme poverty in Asmat regenci has caused measles and mall nutrition"

Tempo Photo
A Written submission to the 38th Regular session of the UN Human Right Council by the Asian Legal Resource Center.

The Asian Legal Resource Center (ALRC) wishes to inform the UN Human Right Council (UNHCR) about the extre poverty and health crisis faced by Asmat regency in Papua, Indonesia. Approximately 70 Papuan childre died from measles and malnutrition in 2018. 

Extreme poverty and a lack of public infrastructure in the province, particularly in Asmat regency, has caused serious health problem and malnutrition, direly affecting childree. The Indonesian government has failed in protecting its citizen right to health and life.

Papua has now been a part of the Republic of Indonesia for 55 years (1963 - 2018), as confirmed by the United Nations General Assembly Resolution No. 2504, 21 November 1969. Despite all this time, today Papua and west Papua province remain Indonesia's poorest provincies. According to the Central Statitics Agency  (BPS), as of 2016, papua and west Papua provinces had the highest number of poor people in Indonesia: Papua province with 28.4%  and west Papua province with  24.88%. then followed by East Nusa Tenggara province (NTT) 22.01%, Moluccas province with 19.26%, Gororntalo province 17.63%, Bengkulu province with 17.03% and Aceh province with 16.43%.



After President Joko Widodo's inaguration in October 2014, he declared that his government will focus on the development of public infrastructure such as roads, highway, railways. Although one of the priority infrastructure developments is in Papua and west Papua provinces, extreme poverty and isolated areas remain aserious problem, and has brought negative impact to indigenous Papuans who lives in the distric.

In Asmat regency, the measles and malnutrition epidemic has affected approxmately 11 districts: Swator, Aswi, Akat, Fayit, Pulau Tiga, Kolf Branza, Jetsy, Pantai Kasuari, Safan, Unirsarau, and Siret. Being the most remote areas of Asmat regency, victims in these districts faced serious difficulties in obtaining access to medical facilities, resulting in the death of 70 children.

In Agats, the capital regency of Asmat, the Agats General Hospital (RSUD) did not have enough facility or capacity to tackle all the patients infected of measles and malnutrition. In fact, the Agats hospital is a category D hospital, wich means it needs empowering. Morover, the lack of space in the hispital meant that many patients were treated in the nearest chuch buildings.

This epidemic clearly shows how Papua has been left behind in terms of eradiction of extreme poverty, development of health facilities and development of public infrastructure. In other provincies, such as Jakarta, Central and West Java or other islands such as Sumatera and Bali, there are numerous public and private hospitals of category B and A, easy to access. Papua mostly has public hospitals of type D, especially in remote areas. There is a category A hospital in Jayapura city, the capital of Papua, but it is quite far from Agats, and to reach Jayapura from Agats is difficult due to the lack of infrastructure.  

The epidemic also revealed how neither the central government of Indonesia in Jakarta, nor the local government in Papua province and Asmat regency, have been able to develop an early warning system to prevent measles and malnutrition. The government, in particular President Joko Widodo, must change the approach in dealing with the problem. While the President's presence in Asmat would have been good in empowering the local government to tackle the problem, his presence alone is not enough. It is also necessary to develop appropirate plans and programs in addressing poverty and health issues, which can run without the President's presence. This is linked to empowering the local government, wich is the institution representing the state to ensure the fulfilment and protection of citizen rights without exception and undue delay.

Further, as a state party to the International Covenant on economic, social and cultural Rights, Indonesia is obligated to ensure its citizens' rights to be free from hunger; to address the prevention, treatment and control of epidemic, endemic, occupational and other diseases; and to create conditions that would assure medical attention to all. Similarly, national laws such as Law No. 36 of 2009 gurantee the right to equal health access for all citizens. The case of measles and malnutrition, wich occured in Asmat regency, is a clear example that the government of indonesia has failed to eradicte extreme poverty; the government program on the massive infrastructure development has yet significantly contribute for the better life of indigenous Papuans, in particular who live in remote area such as Asmat regency.

Considering above-mentioned condition of extreme poverty in Asmat regenci Papua province, we respectfull request the Human RightsCouncil urge the Government to :

  1. Boost development of health access in Papua. The assistance from the central government should not merely be limited to eraadicating disease in Asmat regency, but should ensure that remote areas in Papua receive priority in development of health access, facilities and infrastructure.
  2. Ensure the government branches in particular the Minister of health and the Coordinator Minister of Welfare should take initiatives to monitor, evaluate and ensure the implementation of such policies. Local government should also open access for NGOs and media to monitor the recovery and development in remote areas
  3. Ensure that all children, including pregnant mothers in Papua, particulaly in Asmat regency, are given enough nutrition, food, and vaccines to prevent disease.
  4. Officially invite and cooperate with the UN Special Rapporteur on Extreme Poverty and Human Rights



Kamis, Mei 31

The Violation of Human Rights in Indonesia and "The Diplomacy of Development"

Elsam Papua Pictured
Speaking as a lawyer and recipient of the Jhon Humphrey Freedom Award, in 2016 in Canada, I strongly critise approach of diplomacy of Development' taken by President Joko Widodo.

This in being done in order to conceal the grave human rights violations that have been occuring for the past fifty years without any-of the problem ever beeing resolved.

The aim of the Indonesian Government is to focus everyone's attention such development activities as the building of the Holtekamp and the Sport stadium in Kampung Harapan, Jayapura as the way to conceal the continual  violation of the basic human rights of the traditional Papuan people who are an integral part of the Melanesian people wich have be occuring for the past fifty-years without any resolution of these violation in accordance with law.

[the next few word are not clear...] during the visit by diplomats from the Solomon Islands who were led by that country's ambassador, his excellency Salana Kalu from 24 - 26 April.

The aims of the Indonesian Government was to draw the attention to the development activities referred to above to [........some words are un-clear].

I regard such a policy as very shameful because it is the purpose of the Government is to draw atention to development activities ........ several words are so blurred as no to be unreadable. 

This is in accordance with  United Nation resolution 2504, 19 november 1969 that the Government of indonesia  is undertaking  social economy activities with the assistance of .......the world Bank 

In accordance with Indonesia's commitments under LAW/ 39/1999 on Basic Human Rights and Law 26/2000 on Human rights and law 21/2001 on special Autonomy for west Papua.

According to the constitution o fIndonesia, the Government of Indonesia is required to resolve the many violation that have been prepetrated in West Ppaua for the past fifty years.

These violations have been occuring to the information collected by such legally recognised organizations are the United Libertion Movement for West Papua including the crime of genocide while those allegedly involved have impunity.

[The next three-line paragraph is unreadble]

As a result of all this. the visitors commanded Indonesia for carrying out all its responsibilities in developing the land of Papua without having invistigatigated to what extent the Traditional Papua people themselves have enjoyed any benefit from all these developments.

It may indeed be true that the diplomats from Solomon Islands were impressed by what the were shown, thanks to Indonesia's diplomacy of development' without investigation what has been happening in West Papua for the past fifty years.

Peace 

Yan Christian Warinussy
Executive directors of LP3BH-Manokwari]

[Translated with quite a few difficulties by Carmel Budiharji, receipient of the Right Livelihood Award, Stockholm, 1995]