WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Jumat, Oktober 6

“Kertas Kertas Rindu Untuk MRP Papua Barat”


Model : Monalisa Sembor/Karya EJI FOTO
Tabea…Mahikai…Acem Akweeii… MRP Papua Barat…

Ada Kabar yang dibilang Pak Gubernur bukan hoax, 14 Nama dari Perempuan Papua, seterusnya 14 Nama dari adat dan 14 nama dari perwakilan Agama Agama Di Papua Barat sudah diserahkan kepada Kemendagri ka…untuk discreening sebelum duduk dikursi empuk MRP ?. Pasti kami kemudian tidak akan tahu 42 orang ini siapa saja.  Iya, beberapa orang kami kenal dari 84 Nama calon anggota MRP yang telah dipublikasikan sebelumnya, mereka miliki kredibilitas dan capability termasuk cukup standar layak memasuki rumah MRP, namun seterusnya kami tidak akan mengetahui 42 Nama yang akan dipulangkan dari 84 nama itu pace dan mace siapa saja e?.

Sio saja….

Sebelumnya, kami menikmati aroma tak sedap dari proses seleksi yang telah diungkap beberapa media massa termasuk juga medsos soal dugaan kemungkinan money politics dari proses tahapan seleksi MRP itu. Kami juga menikmati, isu ijasah palsu yang melibatkan beberapa orang saja namun penuh tanda tanya untuk keseluruhan yang ada saat ini ? … kesemuaan aroma ini layak dipercaya ka.. tidak ka…, entahlah yang jelas belum ada penegakan hukum  yang melakukan sterilisasi aroma tak sedap itu supaya bersih dan sehat.

Lembaga ini,  wadah kultur paling luhur untuk memperjuangan keberlangsungan kami sebagai orang Papua diatas tanah Melanesia dalam kebijakan Negara,  yang disebut pada tahun 2001 sebagai “Otonomi Khusus”.  “Keluhuran itulah kemuliaan jati diri orang orang Melanesia sisa yang masih hidup di tanah west Papua”, andai keluhuran itu menjadi tiada atau ditiadakan, haruskah kita menolak mengakui kita semua sebagai orang beradab ? dan beragama ?

Kita terbuka saja, pada masa lalu kita pernah punya MRP diperiode sebelumnya yang ikut rame memboboti RUU Perubahan Otsus /Otsus Plus, sekitar Oktober – November 2013, andai kegiatan itu tak masuk akal, lantas apa berikutnya untuk menggantikan proses itu dengan yang lebih bermartabat bagi konstituen ? Kita juga mengevaluasi lebih dari 10 tahun kebijakan otonomi khusus untuk Propinsi Papua Barat, di aula Universitas Negeri Papua, pada maret 2014 lalu.  sungguh sayang…pasukan MRP saat itu, gagal menggunakan kapasitasnya memperjuangakan capaian dari kegiatan kegiatan  itu.

Pada masa itu juga, tahun 2013, hal aneh yang paling menggelikan pernah terjadi, MRP kita terpecah menjadi dua kubuh, antara yang balik menyatu dengan MRP Jayapura (MRP Papua) dan MRP yang tetap kokoh bertahan di markasnya taman ria rendani, ini menjadi kisruh terhebat yang pernah terjadi, hanya soal sepele internal lembaga yang gagal diinternalisir secara bijaksana antara sesama.

Walau lembaga ini kemudian hebat, menyukseskan fungsi mereka dalam mendorong dan mengawal hingga ke Pemerintah Pusat beberapa Raperdasus, misalnya saja Raperdasus wilayah Adat di Propinsi Papua Barat, Raperdasus Pilkada dan lainnya.

Akan tetapi ada substansi pokok Otsus yang paling bersentuhan langsung dengan hajat hidup OAP, yang tidak pernah oleh majelis rakyat papua barat di dalam diskusi maupun statement soal “hak asasi manusia di Papua Barat”. lantas apa memang tidak pernah ada masalah hak asasi manusia di Propinsi Papua Barat ?..

Tunggu dulu, bro, ternyata cukup banyak fakta peristiwa hak asasi manusia terjadi di Papua Barat saat itu. Sebut saja, kasus Aimas berdarah April 2013, Sanggeng berdarah tidak hanya disitu ada 11 orang dituduh sebagai pelaku kejahatan maker dan dihukum penjara oleh Pengadilan Negeri Sorong dan Manokwari sejak 2013 sampai tahun 2015, tapi kok.. MRP biasa biasa saja dan bisa tidak peduli ! #..

Kenapa lagi, HAM lagi yang ditanya? Maklum, makhluk satu ini (HAM) selalu paling banyak bikin tersinggung oknum oknum yang aneh.

menjawabanya sederhana saja, hak asasi manusia tentu menjadi penting dan wajib dalam buku agenda para anggota MRP, sebab MRP itu sendiri adalah kandungan otsus, dan hanya persitiwa hak asasi manusia lah yang membuat Indonesia mengakui reqognize perlunya affirmative action policy bagi sisa sisa orang Melanesia ini dalam wujud nyata “Otonomi Khusus” di Propinsi Papua dan Papua Barat, lihat saja (dalam) konsideran Undang-undang Otsus itu sendiri,  kesimpulannya jika kau berbicara implementasi (otsus) hanya dapat terjadi dengan parameter pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia “orang pribumi”.

Pertanyaanya, siapa itu orang pribumi, ? mereka pribumi dalam Otonomi kusus adalah, mereka yang dicurigai, dicemburui dan ditakuti sebagai orang yang berbeda pendapat dengan Negara, itu aja, gak ada lain…(maf dialek jawanya..biar enak dibaca wong jowo).

Kayaknya Sungguh ironis, pertama, mungkin kalangan MRP terlalu hati hati dari sentimen kecurigaan ini hingga sengaja melupakan kebijakan strategis implementasi hak asasi manusia, kedua atau saja mereka tak pernah memahami Otsus alias sok pintar ngomong terlihat keren padahal abutiiiee dan lemon saja . ketiga mereka (MRP) terlanjur sudah direkrut dengan misi lainnya hanya diselimuti kemasan Otsus.

Pada point ini roh keluhuran itu diuji, loh… menjadi diri sendiri di dalam hitam kulit dan rambut kariting atau tidak perlu sama sekali, toh ..biarkan orang lain, ORASI (orang sakit hati)  yang pikirkan itu, sibuk protes, berkomentar dan tulis malulu di media massa, medsos, spanduk spanduk demo dan teriakan terikan aneh di megaphone. 

Hai, Bro dan sis..! 48 orang (MRP) yang nantinya direstui Badan Intelijen Negara, ini adalah tahun periode terakhir 2017 – 2022, asumsinya menggunakan pasal 34 ayat (3) Undang Undang Otsus (boleh berasumsi lainnya lagi menurut pasal itu).   Tahun di mana keluhuran mu selayaknya berani untuk mempertahankan sisa sisa saudarai Melanesia mu hidup dengan bebas dan tanpa masalah kesehatan dan pendidikan, terutama saudara saudarai mu yang berbeda pandangan politik dengan Negara.

 “Kertas Kertas Rindu Untuk mu”.

===========================================
 
Congratulation to you ..!

Di Suatu Mendung, Oktober 2017.

Sumber foto model : Monalisa Sembor, 
posting foto  diakses dari EJI Fotograper diambil setelah mengkonfirmasi ijin membagi ke blog ini dari yang bersangkutan


Senin, Oktober 2

"Cerpen : Sa Bukan Pilihan”



      Karya : Julio Sandia 



Sebagai seorang mahasiswa tingkat pertama di sebuah perguruan tinggi ternama di Kota Bandung tentulah perasaan bangga Nimbrot sangat besar…. Betapa tidak…terpilih dari ribuan orang seluruh Indonesia, dan Nimbrot adalah mahasiswa dari ujung timur Indonesia, Papua. Daerah yang dianggap tertinggal, namun Nimbrot bisa eksis di Universitas ternama di negeri ini.

Tahun tahun pertama kuliah, layaknya mahasiswa lain, adalah masa masa pencarian jati diri.. Nimbrot aktif disetiap organisasi kemahasiswaan, hingga kelompok kelompok belajar yang notabene terdiri dari para mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai daerah Di Indonesia, dan tentulah sebagai seorang lelaki Papua, Nimbrot Nampak sangat berbeda secara fisik, namun semua itu tidak menyurutkan semangatnya untuk mempertahankan rasa bangga sebagai orang Papua.


Nimbrot  termasuk mahasiswa yang aktif dalam berbagai kegiatan kegiatan kemahasiswaan. Dan semua teman teman kampus menerima kehadirannya dengan baik. Hal yang sempat dicemaskan Nimbrot, bahwa dia berbeda secara fisik.

Walau harus jujur diakui, tidak semua teman teman di Kampus bersikap welcome padanya, ada beberapa memang, yang menunjukan sikap tidak suka, entah mengapa, namun Nimbrot menerima itu sebagai sebuah keniscayaan dalam perbedaan.


“Brott….(begitu biasanya teman teman kampus memanggil Nimbrot)”.

“Nanti sore kita kumpul di kostnya Rina”, demikian pesan dari Lola, salah satu teman kampus yang bersikap baik padanya.

(Ini sudah merupakan kebiasaa kita untuk kumpul di kost salah satu teman untuk mengerjakan tugas sambil berdiskusi)


“Ok…aku pasti datang, jangan lupa kontak Heru…!

Ia..nanti smsan ya…ucap Lola sambil meninggalkan Nimbrot menuju tempat parker. Lola gadis melayu peranakan Betawi, sikapnya yang wajar memancarkan ersahabatan yang tulus.

Sementara, Rina termasuk kembanngnya kampus, betapa tidak, tubuhnya yang seksi dengan rambut sebahu dan wajahnya yang cantik benar benar jadi primadona. Terselip juga rasa minder di hati Nimbrot bila melihat Rina.


Sore itu Nimbrot agak terlambat datang, teman teman kampus sudah pada berkumpul di rumahnya Rina. Nimbrot susul kemudian, lalu Sebelum masuk ke rumah Rina, Nimbrot sempat mendengar namanya  disebut. Akhirnya Nimbrot memberanikan diri perlahan lahan menguping pembicaraan mereka.

Heru : Nimbrot ini…benar benar ngaret..!

Lola : Ia..tuh, tadi siang sudah gw ingetin buat kesini. Dasar papua satu tuh, sebel deh.

Rina : si Nimbrot? Yang orang papua itu ya ? emang gpp gitu, dia gabung di kelompok kita ? orang orang sana..sangar sangar ..ngeri gw.


Nimbrot yang sedari tadi menguping, merasa sedih dan agak tersinggung juga mendengar omongan si Rina, namun karena sudah terlanjur di situ, Nimbrot memberanikan diri untuk masuk dan bergabung, seolah – olah tidak mendengar apa apa.

Haripun berlalu, sikap rina yang kurang menerima kehadirannya, ditambah dengan omongan omongan yang sempat didengar, betul betul membuatnya kecewa. Sikap rina kian lama kian kentara, kadang pas kumpul kumpul, dia selalu berusaha mengambil posisi yang jauh dari Nimbrot, seolah olah ingin menegaskan bahwa mereka memang tidak selevel.


Kadang terbesit sesak di hati,….kenapa sa harus hitam..kenapa sa harus kariting, kalo sa sama deng mereka, mungkin tidak begini perlakuan yang sa terima…Ahhhh….


Namun sebagai mahasiswa yang terdidik, Nimbrot pun tetap berpikir positif dan berbesar hati. Ahh..sudahlah mau apa lagi, sa memang berbeda (bathin NImbrot di dalam hati).


Lama kelamaan semangatnya dalam kegiatan kelompok mulai menurun. NImbrot pun mulai menjaga jarak dengan temannya Rina, kalaupun mereka berkumpul, NImbrot berusaha untuk tidak perlu bicara, tapi ketika Rina memerlukan sesuatu atau ada apa apa, Nimbrotlah yang paling cepat menawarkan diri untuk membantu. Biarlah dia menghina, biarlah..dia tra suka sa, sebagai sahabat sa iklas. Pikir NImbrot dalam hati.

Semesterpun berganti, kehidupan kampus berjalan apa adanya, kelompok study Nimbrot dan teman temannya sudah jarang berkumpul karena kesibukan masing masing. DI saat Rina sakit, Nimbrot, Heru, maupun Lola menyempatkan diri untuk berkunjung. Bahkan ketika beberapa kali Rina pindah Kost, NImbrot pula yang membantu mengangkut barang barangnya. Semua dilakukan dengan iklas, walau Nimbrod tau rina tidak pernah menghargai semua itu dan menganggap Nimbrot hanyalah teman yang siap dimanfaatkan tenaganya.


Tak terasa, akhir perkuliahan pun tiba. Nimbrot mengisi waktu dengan beres beres dan mengirimkan sebagian buku bukunya ke Papua, biar nanti pas pulang, tra terlalu repot, piker Nimbrot di hati.


“Mama….sa su kirim buku buku lewat Tik, nanti mama suruh bapade pi cek ee…,?”,mungkin 7 hari su sampe”…

“Io…nanti mama bilang, niby  ingat makan ee…jang suka keluar malam, ingat sembayang, supaya Tete Manis jaga dan lindungi sampe kembali ke Papua.  cara ibunya memanggil dengan panggilan special, caranya memperhatikan nimbrot adalah hal yang paling indah di dunia, rasanya Nimbrot ini selalu menjadi bayi kecil tak berdaya ketika berhadapan dengan ibunya.

Aahhh….mama sayang seehhh………. Nimbrot tersenyum sendiri.

“Io…Mam…Resbe…..”

Seminggu menjelang wisuda, Nimbrot diberitahu Heru bahwa Rina menanyakan kabarnya. Nimbrot tertawa saja mendengarnya.

Karena pasti saja Heru mengerjainnya. Memang kebiasaan bagi Heru dan Nimbrot bercanda sambil menghayalkan gadis gadis cantik di kampus.

Ternyata benar, rina memang menanyakan Nimbrot.

Brott… , gimana kabar Heru dan Nina ? (ih baru ketemu bukannya menanyakan kabar ku, gerutu Nimbrot dalam hati)

“Baik saja…kemarin nina ke Jakarta, Heru tadi ada, katanya mau ke simpang..”

“…Ooohh..”

“Eehh…Brott… aku bisa ngomong sama kamu..?

“…oh.iya..ada..apa ya…?(Nimbrot penasaran, grogi dan senang juga,..hihiihi)

Di warung sana yuuk..sambil minum, aku haus, ajar rina sambil menunjuk warung di pojok, tempat ngobrol apa saja.



Singkat cerita…. Sore itu rina mencurahkan segala isi hatinya tentang dia baru habis putus, berkali kali dikihanati, dan dia frustasi, juga mengenai sikapnya yang tidak pantas pada Nimbrot dan satu hal lagi, rina mengakui bahwa nimbrotlah yang paling tulus bersahabat dengannya, yang lain bersahabat karena ada kepentingan tertentu dan ada niat lain dibalik semua itu (sa ..kira pembaca su tau suda..).


Di akhir cerita, rina meneteskan air mata, meminta maaf dan mengatakan dia mau jadi kekasih Nimbrot dan setelah wisuda dia akan minta ijin orang tuanya, ingin ke Papua mencoba mengaplikasikan ilmunya di Tanah Papua tentunya bersama sama Nimbrot.

Bukan main….sa bisa mempunyai pacar secant Bidadari kappa…mama ee…. Ini betul ka trada ee.., pikiran Nimbrot melambung seketika ke langit ketujuh !!


Namun sekedar untuk menjaga image dan wibawa…..Nimbrot meminta rina memberikannya waktu untuk memberikan jawaban.


Nimbrot kini, bukanlah Nimbrot 4 tahun lalu, nimbrot yang polos, dan kadang merasa rendah diri. Nimbrot kini adalah seorang sarjana, penuh wibawa dan siap pulang untuk menerapkan segala ilmunya membangun Papua tercinta.


Dua hari menjelang wisuda…Nimbrot dan Rina kembali bertemu…..

Nimbrot menolak dengan halus semua keinginan Rina, dengan mengatakan bahwa dirinya sudah punya Josefine, yang sudah dipacarinya dua tahun terakhir ini. Dan Rina pun mendengar semua penolakan itu dengan deraian air mata, entah karena merasa tidak percaya bisa ditolak Nimbrot ataukah mungkin sebagai ungkapan sesal di dada atas segala sikapnya selama ini ke Nimbrot.

Rina kemudian memeluk dan mencium Nimbrot,

Nimbrot membalas dengan ciuman sopan (dipipi..baah..kam pikir tuu…), dan secara halus melepaskan dekapan rina, dan mereka pun berpisah, kembali tenggelam dalam aktifitas masing masing.


Selesai wisuda, masing masing kembali ke daerah asal, kontak pun terputus.

Nimbrot kembali ke Papua. Rina kembali ke ulau sumatera, ke sebuah kota yang begitu terkenal.


“Efinn….”

Kaka..duluan ee…, ko cepat selesai supaya pulang tong dua nikah.

Kaka sangat saying ko, biar artis ka  bintang film datang menawarkan segala cinta, kaka tra kaget, Cuma ko saja yang mengerti kaka, jang curiga kaka deng rina ee…

Trada apa apa sama skali…

Itulah..bunyi sms Nimbrot ketika akan kembali ke Papua. Maklum Jossefine dan Nimbrot saling berbeda kota.

Dalam hatinya Nimbrot mendoakan Rina sahabatnya itu, agar sukses dalam perjalanan cintanya dan meniti masa depan.***_Black_Fox

----------------------------------------------------------------------------------------
April 2009, di tepian Teluk Youtefa, Julio.

Ini adalah cerita rekaan semata, jika ada kesamaan tempat dan tokoh, mohon maaf sebesar besarnya. Foto pada cerpen adalah ilustrasi semata.

Sumber Cerpen ini, diakses dari Media Sosial Facebook Julio Sandia dan telah mengkonfirmasi ijin membagi ke blog ini, seluruh materi (isi) dan foto adalah karya yang bersangkutan