WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Senin, Oktober 2

"Cerpen : Sa Bukan Pilihan”



      Karya : Julio Sandia 



Sebagai seorang mahasiswa tingkat pertama di sebuah perguruan tinggi ternama di Kota Bandung tentulah perasaan bangga Nimbrot sangat besar…. Betapa tidak…terpilih dari ribuan orang seluruh Indonesia, dan Nimbrot adalah mahasiswa dari ujung timur Indonesia, Papua. Daerah yang dianggap tertinggal, namun Nimbrot bisa eksis di Universitas ternama di negeri ini.

Tahun tahun pertama kuliah, layaknya mahasiswa lain, adalah masa masa pencarian jati diri.. Nimbrot aktif disetiap organisasi kemahasiswaan, hingga kelompok kelompok belajar yang notabene terdiri dari para mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai daerah Di Indonesia, dan tentulah sebagai seorang lelaki Papua, Nimbrot Nampak sangat berbeda secara fisik, namun semua itu tidak menyurutkan semangatnya untuk mempertahankan rasa bangga sebagai orang Papua.


Nimbrot  termasuk mahasiswa yang aktif dalam berbagai kegiatan kegiatan kemahasiswaan. Dan semua teman teman kampus menerima kehadirannya dengan baik. Hal yang sempat dicemaskan Nimbrot, bahwa dia berbeda secara fisik.

Walau harus jujur diakui, tidak semua teman teman di Kampus bersikap welcome padanya, ada beberapa memang, yang menunjukan sikap tidak suka, entah mengapa, namun Nimbrot menerima itu sebagai sebuah keniscayaan dalam perbedaan.


“Brott….(begitu biasanya teman teman kampus memanggil Nimbrot)”.

“Nanti sore kita kumpul di kostnya Rina”, demikian pesan dari Lola, salah satu teman kampus yang bersikap baik padanya.

(Ini sudah merupakan kebiasaa kita untuk kumpul di kost salah satu teman untuk mengerjakan tugas sambil berdiskusi)


“Ok…aku pasti datang, jangan lupa kontak Heru…!

Ia..nanti smsan ya…ucap Lola sambil meninggalkan Nimbrot menuju tempat parker. Lola gadis melayu peranakan Betawi, sikapnya yang wajar memancarkan ersahabatan yang tulus.

Sementara, Rina termasuk kembanngnya kampus, betapa tidak, tubuhnya yang seksi dengan rambut sebahu dan wajahnya yang cantik benar benar jadi primadona. Terselip juga rasa minder di hati Nimbrot bila melihat Rina.


Sore itu Nimbrot agak terlambat datang, teman teman kampus sudah pada berkumpul di rumahnya Rina. Nimbrot susul kemudian, lalu Sebelum masuk ke rumah Rina, Nimbrot sempat mendengar namanya  disebut. Akhirnya Nimbrot memberanikan diri perlahan lahan menguping pembicaraan mereka.

Heru : Nimbrot ini…benar benar ngaret..!

Lola : Ia..tuh, tadi siang sudah gw ingetin buat kesini. Dasar papua satu tuh, sebel deh.

Rina : si Nimbrot? Yang orang papua itu ya ? emang gpp gitu, dia gabung di kelompok kita ? orang orang sana..sangar sangar ..ngeri gw.


Nimbrot yang sedari tadi menguping, merasa sedih dan agak tersinggung juga mendengar omongan si Rina, namun karena sudah terlanjur di situ, Nimbrot memberanikan diri untuk masuk dan bergabung, seolah – olah tidak mendengar apa apa.

Haripun berlalu, sikap rina yang kurang menerima kehadirannya, ditambah dengan omongan omongan yang sempat didengar, betul betul membuatnya kecewa. Sikap rina kian lama kian kentara, kadang pas kumpul kumpul, dia selalu berusaha mengambil posisi yang jauh dari Nimbrot, seolah olah ingin menegaskan bahwa mereka memang tidak selevel.


Kadang terbesit sesak di hati,….kenapa sa harus hitam..kenapa sa harus kariting, kalo sa sama deng mereka, mungkin tidak begini perlakuan yang sa terima…Ahhhh….


Namun sebagai mahasiswa yang terdidik, Nimbrot pun tetap berpikir positif dan berbesar hati. Ahh..sudahlah mau apa lagi, sa memang berbeda (bathin NImbrot di dalam hati).


Lama kelamaan semangatnya dalam kegiatan kelompok mulai menurun. NImbrot pun mulai menjaga jarak dengan temannya Rina, kalaupun mereka berkumpul, NImbrot berusaha untuk tidak perlu bicara, tapi ketika Rina memerlukan sesuatu atau ada apa apa, Nimbrotlah yang paling cepat menawarkan diri untuk membantu. Biarlah dia menghina, biarlah..dia tra suka sa, sebagai sahabat sa iklas. Pikir NImbrot dalam hati.

Semesterpun berganti, kehidupan kampus berjalan apa adanya, kelompok study Nimbrot dan teman temannya sudah jarang berkumpul karena kesibukan masing masing. DI saat Rina sakit, Nimbrot, Heru, maupun Lola menyempatkan diri untuk berkunjung. Bahkan ketika beberapa kali Rina pindah Kost, NImbrot pula yang membantu mengangkut barang barangnya. Semua dilakukan dengan iklas, walau Nimbrod tau rina tidak pernah menghargai semua itu dan menganggap Nimbrot hanyalah teman yang siap dimanfaatkan tenaganya.


Tak terasa, akhir perkuliahan pun tiba. Nimbrot mengisi waktu dengan beres beres dan mengirimkan sebagian buku bukunya ke Papua, biar nanti pas pulang, tra terlalu repot, piker Nimbrot di hati.


“Mama….sa su kirim buku buku lewat Tik, nanti mama suruh bapade pi cek ee…,?”,mungkin 7 hari su sampe”…

“Io…nanti mama bilang, niby  ingat makan ee…jang suka keluar malam, ingat sembayang, supaya Tete Manis jaga dan lindungi sampe kembali ke Papua.  cara ibunya memanggil dengan panggilan special, caranya memperhatikan nimbrot adalah hal yang paling indah di dunia, rasanya Nimbrot ini selalu menjadi bayi kecil tak berdaya ketika berhadapan dengan ibunya.

Aahhh….mama sayang seehhh………. Nimbrot tersenyum sendiri.

“Io…Mam…Resbe…..”

Seminggu menjelang wisuda, Nimbrot diberitahu Heru bahwa Rina menanyakan kabarnya. Nimbrot tertawa saja mendengarnya.

Karena pasti saja Heru mengerjainnya. Memang kebiasaan bagi Heru dan Nimbrot bercanda sambil menghayalkan gadis gadis cantik di kampus.

Ternyata benar, rina memang menanyakan Nimbrot.

Brott… , gimana kabar Heru dan Nina ? (ih baru ketemu bukannya menanyakan kabar ku, gerutu Nimbrot dalam hati)

“Baik saja…kemarin nina ke Jakarta, Heru tadi ada, katanya mau ke simpang..”

“…Ooohh..”

“Eehh…Brott… aku bisa ngomong sama kamu..?

“…oh.iya..ada..apa ya…?(Nimbrot penasaran, grogi dan senang juga,..hihiihi)

Di warung sana yuuk..sambil minum, aku haus, ajar rina sambil menunjuk warung di pojok, tempat ngobrol apa saja.



Singkat cerita…. Sore itu rina mencurahkan segala isi hatinya tentang dia baru habis putus, berkali kali dikihanati, dan dia frustasi, juga mengenai sikapnya yang tidak pantas pada Nimbrot dan satu hal lagi, rina mengakui bahwa nimbrotlah yang paling tulus bersahabat dengannya, yang lain bersahabat karena ada kepentingan tertentu dan ada niat lain dibalik semua itu (sa ..kira pembaca su tau suda..).


Di akhir cerita, rina meneteskan air mata, meminta maaf dan mengatakan dia mau jadi kekasih Nimbrot dan setelah wisuda dia akan minta ijin orang tuanya, ingin ke Papua mencoba mengaplikasikan ilmunya di Tanah Papua tentunya bersama sama Nimbrot.

Bukan main….sa bisa mempunyai pacar secant Bidadari kappa…mama ee…. Ini betul ka trada ee.., pikiran Nimbrot melambung seketika ke langit ketujuh !!


Namun sekedar untuk menjaga image dan wibawa…..Nimbrot meminta rina memberikannya waktu untuk memberikan jawaban.


Nimbrot kini, bukanlah Nimbrot 4 tahun lalu, nimbrot yang polos, dan kadang merasa rendah diri. Nimbrot kini adalah seorang sarjana, penuh wibawa dan siap pulang untuk menerapkan segala ilmunya membangun Papua tercinta.


Dua hari menjelang wisuda…Nimbrot dan Rina kembali bertemu…..

Nimbrot menolak dengan halus semua keinginan Rina, dengan mengatakan bahwa dirinya sudah punya Josefine, yang sudah dipacarinya dua tahun terakhir ini. Dan Rina pun mendengar semua penolakan itu dengan deraian air mata, entah karena merasa tidak percaya bisa ditolak Nimbrot ataukah mungkin sebagai ungkapan sesal di dada atas segala sikapnya selama ini ke Nimbrot.

Rina kemudian memeluk dan mencium Nimbrot,

Nimbrot membalas dengan ciuman sopan (dipipi..baah..kam pikir tuu…), dan secara halus melepaskan dekapan rina, dan mereka pun berpisah, kembali tenggelam dalam aktifitas masing masing.


Selesai wisuda, masing masing kembali ke daerah asal, kontak pun terputus.

Nimbrot kembali ke Papua. Rina kembali ke ulau sumatera, ke sebuah kota yang begitu terkenal.


“Efinn….”

Kaka..duluan ee…, ko cepat selesai supaya pulang tong dua nikah.

Kaka sangat saying ko, biar artis ka  bintang film datang menawarkan segala cinta, kaka tra kaget, Cuma ko saja yang mengerti kaka, jang curiga kaka deng rina ee…

Trada apa apa sama skali…

Itulah..bunyi sms Nimbrot ketika akan kembali ke Papua. Maklum Jossefine dan Nimbrot saling berbeda kota.

Dalam hatinya Nimbrot mendoakan Rina sahabatnya itu, agar sukses dalam perjalanan cintanya dan meniti masa depan.***_Black_Fox

----------------------------------------------------------------------------------------
April 2009, di tepian Teluk Youtefa, Julio.

Ini adalah cerita rekaan semata, jika ada kesamaan tempat dan tokoh, mohon maaf sebesar besarnya. Foto pada cerpen adalah ilustrasi semata.

Sumber Cerpen ini, diakses dari Media Sosial Facebook Julio Sandia dan telah mengkonfirmasi ijin membagi ke blog ini, seluruh materi (isi) dan foto adalah karya yang bersangkutan