WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Sabtu, Desember 23

"Mengapa Papua Tidak Begitu Penting Dari Palestina ?."

Foto Merdeka.Com : Protest kasus Papua berakhir ricuh 
Ini pertanyaan kritis, yang kadang dianggap propaganda atau bahkan tidak penting untuk dipertanyakan, saya berpandangan sederhana saja sesuai visi blog ini bahwa pada pokoknya “setiap orang bebas berbicara dan mengemukakan pendapat”, termasuk bertanya dalam konteks judul ini. Justru medialah yang patut dikoreksi mereka pihak yang propaganda atau Pro (paganda) kebutuan fakta dan informasi masyarakat atau entahlah media yang sebenarnya tidak penting.

Penting sebelumnya untuk menyentuil hal ini, Kasus Kejahatan Hak Asasi Manusia di Papua tidak ubahnya dengan Kasus Palestina yang (Katanya) heboh dalam pemberitaan, saya tidak terlalu memahami Palestina, seperti halnya headline news media-media asing dan dalam Negeri memberitakan itu, entah nanti pemberitaan itu sudah berimbang (netral) mengkonfirmasi pejabat Negara Izrael dan Palestina atau pernyataan sepihak dari Pejabat Palestina saja, akan tetapi kita tahu kasus Papua tidak pernah dihebohkan oleh media seperti halnya Palestina. Saya sekedar pastikan, jika seakurat pemberitaan mengenai Palestina hal ini tentu tidak lepas dari Pers dalam Indonesia dan luar Negeri bebas dan dengan mudah mengakses wilayah Palestina, berbeda halnya dengan Papua yang tertutup bagi Pers dan hanya satu sumber yang mengkonfirmasi berita yaitu aktor keamanan. Oleh sebab itu berbedanya Papua dan Palestina dapat disimpulkan bahwa heboh Papua sumber kesaksian (berita) langsung dari masyarakat sipil tetapi heboh Palestina dari Pers.

Saya kembali ke konteks pertanyaan diatas, siapa sebenarnya pihak propaganda itu ? maklum karena Izrael dan palestina terlalu jauh dari Papua barat, saya mengetahui sepintas saja versi Media yang kadang sa juga tidak tahu apakah media netral, atau miliki ada motif tertentu dalam tiap pemberitaan konflik Palestina – Izrael soal Yerusalem, yang sa dengar versi Palestina : Al Quds itu.

Ada tiga analisa untuk hal tersebut diatas, agar mengantar pemikiran mengenai “mengapa terkesan Papua tidak begitu penting dari palestina?”

Pertama, saya bayangkan saya sebut (Mungkin) saja Papua kafir (mengikuti mantan Gubernur Kristen etnis china, Ahok yang dituduh kafir dan diturunkan dalam satu skenario usai memenangkan Pemilukada DKI Jakarta putaran pertama saat itu), paling fatal Papua berada di Negara muslim terbesar di dunia inilah mengapa case Pelanggaran hak asasi manusia dianggap terkesan bukan case yang harus diperhatikan pemerintah.

Kedua, case Papua, bergabungnya Negara (Indonesia) ke isu Yerusalem adalah wujud (koalisi baru) untuk memperkuat pendudukan atas wilayah Papua Barat dengan dampingan Negara-Negara kawan pendukung Palestina. Dalam pengertian bahwa kasus Papua bukan lagi kasus hukum tetapi kasus Politik dan memerlukan pendukung (negara) Kawan, kasus Palestina membentuk kumpulan perkawanan baru.

 Ketiga, Permainan politik pencitraan menjelang tahun politik 2018 – 2019, sepanjang satu decade terakhir pola ini terbaca oleh masyarakat sipil, bagaimana pemimpin politik mengambil dan merebut hati rakyat dimulai dari Politik pencitraan model ini, isu palestina telah dibuat oleh media Indonesia sebagai isu muslim dunia, dan Di Negara ini yang mayoritas muslim, politik memainkan isu yang berpihak pada kalangan mayoritas adalah jualan paling laris. Dengan demikian maka dukungan pemimpin melalui pemerintah terhadap Palestine adalah upaya untuk meraih kekuasaan pada pelaksanaan pesta demokrasi tahun 2018 – 2019.

Disinilah alasan mengapa Papua tidak begitu penting dari palestina ?***Black_Shark

Posting ini, bukan upaya memprovokasi atau apapun yang sejenisnya melainkan wahana pengembangan berpikir kritis di dalam Negara Demokras dan tidak memiliki kaitan apapun yang bertalian dengan politik.



Senin, Desember 18

"Jejak Sejarah Rahasia CIA atas West Papua"


Doc Pribadi

Saya kira penggila sejarah, pengamat Politik, keamanan dan Hak Asasi Manusia, khususnya tentang West Papua pasti tidak akan menghindari buku yang satu ini, “Bayang Bayang Intervensi”, terjemahan dari “the incubus of intervention conflicting indonesia strategies of Jhon f. Kenedy and Allen Dules”, karya Greg Poulgrain, Penerjemah : Philip Mahnken, Halim Nataprawira dan Dian, Buku setebal kurang lebih 254 halaman ini mengulas mengenai, apa yang saya pilih (menurut saya) secara praktis untuk menyebutnya “Membaca Jejak Sejarah Rahasia CIA atas West Papua”.

Sesungguhnya ada banyak fakta menarik diungkap Poulgrain dalam buku ini, misalnya saja yang paling heboh, motif terbunuhnya Dag Hammarskjold (Sekjen PBB) melalui celeste operations di Kongo 1961, terbunuhnya Kenedy (US President) Di Dallas US, November 1963, hingga tergulingnya Soekarno dari kursi Presiden, Oktober 1965, dan banyak lagi yang disebut ”semua berkaitan erat dengan efek gunung emas, Tembagapura yang dikuasai Freeport 1967”.

Saya tidak melihat dari scope yang lain, tetapi begitu menarik untuk melihat dari sudut spionase, maklum saya paling tertarik dengan hal-hal berbau Intelijen, bagi saya hal spionase (intelijen/ agency) adalah berkaitan dengan kegiatan-kegiatan cerdas dan kejeniusan, disini tak lagi menggunakan alutsista entah kuno maupun mutakhir melainkan bagaimana kecerdasan sebuah otak untuk berpikir, dalam bertaktik and strategi yang benar-benar sa bilang jitu…!

Dulles, adalah orangnya. Dia salah satu orang paling cerdas dijagat ini saat itu, untuk terlibat melewati perang dunia I hingga perang dunia II. Dulles, saya mengetahui berdasarkan Wikipedia pemilik nama lengkap Allen Welsh Dules, dia lahir pada 7 April 1893 di Watertown, New York (US), dia tamatan Princeton University, sebelum bergabung ke CIA, Dulles adalah Advokat paling hebat di Amerika dan Eropa, dia bekerja untuk Sullivan & Cromwell, firma hukum dari Wall-street yang bertugas mengadvokasi perusahan minyak, didirikan oleh penguasaha Amerika, Rockfeller. dari sinilah dia kemudian direkrut untuk menjadi ikon dalam sejarah dinas intelijen AS sepanjang empat decade (1916 – 1962).

Sewaktu berusia 23 tahun, Dulles sudah terlibat dalam kerja Intel tingkat tinggi, Kejeniusanya tidak berjalan sendirian disatu sisi, melainkan ditopang dengan biaya, Kolonel Flietcher Prouty mengatakan “operasi CIA di Indonesia (termasuk untuk kepentingan emas Papua) adalah operasi dengan ongkos paling besar selain Vietnam”, sebagian besar dana rupanya untuk operasi pemberontakan PRRI/Permesta 1958. Dia amat cerdas, membantu pemberontak tanpa menciptakan pemberontakan dibawah kendalinya, scenario PKI, PRRI/Permesta dikemas dalam strategi besarnya untuk mengusir Belanda keluar dari Papua, dalam menata pemberontakan – pemberontakan ini, dulles berdiri didua kaki, satu di Perusahan Standar oil dan satunya di Intel, Dulles berhasil memadukan aspek militer dan politik dengan rapih di Indonesia, Kolonel Zulkifli Lubis bahkan cukup menyesal usai belakangan menyadari terlibat dalam (membantu) operasi CIA, ”Dulles-lah yang menetapkan profile Negeri itu (Indonesia) dan memilih bagaimana melukiskannya”.

Dulles move-on terus usai menjabat sebagai DCI, dua menteri luar Negeri Indonesia, Roeslan Abdulgani dan Sunario menyebut “sejumlah duit telah diterima dari AS untuk menaikan tuntutan mereka atas kedaulatan Indonesia di west Papua” hanya saja sumber dana ini belum jelas dari CIA atau perusahan minyak AS (kemungkinan informasi ini disensor saat ini). Demi memuluskan misi ini, Dulles kadang kala membypass laporan-laporan dari kantor Kedubes AS Jakarta ke Washington melalui laporan tandingannya, akibatnya Washington lebih memihak pada laporan-laporan CIA ketimbang laporan Kedubes.

Dia juga memainkan tingkat kemahirannya dibidang intelijen untuk menyebrang ke Australia dan meyakinkan Negeri kanguru itu agar tidak mendukung Belanda di west Papua dengan dalih ancaman komunisme.

Sayangnya Belanda tidak menyadari, AS telah diseret Dulles untuk berpihak ke Indonesia dalam proyek pengusiran Belanda dari west Papua, pada 24 April 1962, Josef Luns (Menlu Belanda) mengunjungi Washington dan membahas status west Papua dengan JFK, Luns benar-benar kaget sikap sekutunya berubah. 

Padahal “Luns merasa perlu dukungan AS karena Belanda telah menginvestasikan lebih dari 1 miliyar guilden untuk mendidik dan menyiapkan rakyat Papua menentukan nasib sendiri”, Belanda selanjutnya berjalan sendirian berupaya mendorong Proposal West Papua ke PBB namun selalu mengalami penolakan melalui voting . Efek El Dorado, sebegitunya mempengaruhi perebutan west Papua pada masa itu, perusahan-perusahan Belanda yang beroperasi di Indonesia termasuk minyak (Shell), pertambangan, perkapalan, penerbangan, perkebunan demi kepentingan pasar akhirnya mendukung klaim Indonesia atas West Papua.

Sekitar tahun 1961 – 1963, kedudukan Belanda di West Papua benar-benar dilucuti oleh jaringan Dulles di Perusahan minyak dan CIA, akhirnya act of free choice (Pepera) 1969 hanya formalitas belaka dari sang sekutu AS untuk menyelamatkan muka Belanda ditingkat global.

Mundur ke belakang, yang melatari sejarah bagaimana Dulles bisa berambisi atas west Papua, dia rupanya bukan intel tulen. Profite oriented tentu adalah sasarannya sebab Dulles adalah bussines-man, saya perkirakan dia telah menggunakan gabungan duit dari CIA dan perusahan minyak untuk membayar operasi yang mahal atas West Papua.

Jean Jaques Dozy karyawan NNGPM (Nederlandsche Niew Guinea Petroleum Maatscappij), mungkin menyimpan hasil temuannya di Grasberg, west Papua bersama Wissel dan Collijn (1936), iya, walaupun perusahan ini bernama Belanda namun 60% sahamnya dikuasai Standar Oil perusahan minyak AS yang melibatkan Dulles, Ia lantas praktis mengetahui temuan gunung emas di west Niew Guinea. sejak tahun 1950an hingga 1960an, Dulles sang intel CIA ini kemudian mengerahkan segenap kejeniusannya bekerja melakukan takeover wilayah west Papua dari Belanda, ada dua alasan yang pertama Dulles akan merasa rugi andai Freeport harus berbagi saham emas 60/40 seperti halnya NNGPM – Standard Oil, dan kedua seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa ongkos pengeluaran yang teramat besar telah dihabiskan untuk biaya operasi intelijen ini mengharuskan perlu adanya pemasukan dari gunung emas ini. Disinlah Belanda kemudian dipaksa keluar entah dengan cara apapun dari west Papua.

Josef Luns, Menlu Belanda berkali-kali mengatakan dalam wawancara bersama Poulgrain “Belanda dipaksa keluar dari west Papua, lalu menyerahkannya ke Indonesia”.

Sa mo bilang .. Good Job, sang jenius Allen Welsh Dulles, Jejak sejarah rahasia CIA atas west Papua.  ***black_shark

Sumber Posting diakses dari Buku Bayang Banyang Intervensi
 

Kamis, Desember 14

"Papua Dalam Pusaran Berbagai Kebetulan Global"

Ilyushin II 76-MB Di Lanud Biak, Foto diambil dari Media Sosial

Oleh : Yosef Rumasef


Kebetulan Pertama, 

Kunjungan delegasi Rusia ke Biak. pada kunjungan itu dikabarkan bahwa dleegasi rusia mengunjungi Lanud Manahua. Mau dijadikan pangkalan militer ? Menarik bahwa sesudah kunjungan militer Rusia dengan pesawat Bombers modern itu, Di Jakarta, Jokowi mengumumkan Panglima TNI dari AURI, ada hubungan ka ?

apakah ini suatu kegiatan Profesional militer semata atau langkah Politik Jokowi sebagai early warning bagi US, bahwa dia (Indonesia) bisa saja melakukan counter move dengan mengubah kiblat dari sekutu US menjadi sekutu Rusia (meski Indonesia Non-block) ? Saya jadi mengingat Sejarah ketika Soekarno mendekati Uni sovyet, di masa lalua untuk mengancam US.

Kebetulan Kedua,

Freeport dan Dinamika politik di Indonesia akhir-akhir ini menarik untuk diikuti, kalau membaca buku "Bayang-bayang Intervensi" nampak jelas, Sejarah masuknya freeport ke Papua merupakan akibat konspirasi Politik, tingkat tinggi. Beberapa dinamika yang perlu dikritisi sedang berlangsung. Indonesia sedang mendorong divestasi saham Freeport. Ini yang dulu hendak dilakukan oleh Soekarno (dibawah thema Nasionalisme investasi asing) dan didukung Presiden US Jhon F Kenedy, akan tetapi ditentang Allen Dules ketika itu tengah menjabat sebagai Direktur CIA, Allen diduga membunuh Kenedy di US dan di Indonesia, dia menumbangkan Soekrano dari Jabatannya dan menaikan Jendral Soeharto sebagai Presiden RI dengan menggunakan isu PKI.

Saya sering bertanya, apakah aksi 212 yang bernuansa politik untuk melengserkan Jokowi itu orisinil atau by -design, seperti design isu PKI (lihat buku bayang-bayang Intervensi) untuk lengserkan Soekarno dan menaikan Soeharto ? jika ini perulangan Sejarah (de-Javu) di mana Jokowi ibarat Soekarno, lalu siapa pemeran Soehartonya ? apakah dari TNI AD ? apakah exit strateginya Freeport sedang mengulang cara-cara entrance strateginya ?

Kebetulan Ketiga,

Sesuatu yang luar biasa terjadi dalam pembentukan opini publik Internasional di US. Harian TheWashington Post gencar beritakan isu Papua terkait dokumen-dokumen peralihan Papua ke Indonesia. Berbagai media internasional, Nasional dan lokal mempublikasikannya. ini hanya implikasi dari kebebasan pers atau imbas dari Politik luar negeri Amerika merespon kisruh desakan divestasi Freeport.

Kebetulan Ke-empat,

sebuah kebetulan yang paling mengkuatirkan adalah kemungkinan "konflik horizontal" bersenjata yang dapat memicu dilakukannya operasi pengamanan bersenjata di wilayah pegunungan tengah.

Kebetulan, basis masa militan Benny Wenda dan Mote sebagai pimpinan ULMWP yang pada sidang umum PBB ke-71 September 2017 lalu berhasil mendorong isu Papua memasuki ruang PBB melalui beberapa Negara pasifik dan sekarang terus melakukan looby termasuk ke Negara-negara Afrika adalah wilayah pegunungan. Untuk menghancurkan basis massa itu guna melemahkan dukungan bagi ULMWP diperlukan justifikasi kuat.

Apakah aksi "penyanderaan Di banti dan aksi KKB menyerbu Polisi di Lani Jaya" suatu insiden murni atau suatu yang sesuai dengan kebutuan akan justifikasi untuk lakukan operasi ?

Jika ini suatu "kebetulan" maka saya bayangkan tahun 2018 akan terjadi lebih banyak lagi kebetulan yang "dipicu" konflik horizontal dalam persaingan Pilgub Papua yang dapat menjadi justifikasi suatu operasi keamanan yang rentan terhadap terjadinya pembungkaman pada basis politik ULMWP..mudah-mudahan tidak demikian.

Jakarta, 13 Desember 2017

Sumber tulisan ini diakses, dari acount FB yang bersangkutan #papuarisk diposting setelah memperoleh konfirmasi dari yang bersangkutan.
 

Selasa, Desember 5

"Point Papers Insiden Banti"



Specials forces (Foto Ist)
Ada hal menarik di Bulan November 2017 ini bila menyimak insiden kekerasan di areal PT. Freeport. Pertama, adanya kelompok yang dituduh KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata), kedua munculnya senjata canggih milik mereka, ketiga deklarasi perang melawan petugas keamanan pemerintah, ke-empat tertembaknya anggota Brimob, ke-lima adanya penyanderaan ribuan wrga sipil dib anti dan ketujua TNI dan Brimob kompak menyerbu KKB dan menyelamatkan sandera. 


Berikut fakta-fakta 


Pertama : tahun 2005, Berdasarkan Kepres 64 tahun 2004, TNI ditarik dari PAM-OBVITNAS. Bila saat ini, TNI masuk di Mile / Restrict area Freeport , sebelum hingga sesudah isu penyanderaan apakah itu permintaan Polda ke kodam atau tidak ? kalau tidak TNI sendiri ilegal, berada disitu.


Kedua , bagaimana para penambang itu masuk. Ke sungai yang (disebut) dialiri taling tambang ? kemungkinan proses penambangan ini masuk sudah salah, akan ketahuan jika mereka dipulangkan (keluarkan) baik-baik, kecuali dipulangkan secara rahasia, tentu juga sulit ratusan orang diplangkan secara serempak dalam sekali waktu secara rahasia, kecuali ada cara tersendiri. Silahkan anda menjawab caranya apa ? 


Sebelumnya ada operasi penertiban penambang ilegal oleh petugas polisi local Mimika direstrict area freeport, dan diketahui (tertangkap tangan) ada ratusan penambang ilegal tidak hanya masuk akan tetapi mereka juga telah bermukim di restrict area secara melawan hukum selama bertahun-tahun.


Ketiga, otoritas Keamanan Papua memutuskan menyerbu attack sebuah kelompok yang disebut KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata), mereka disebut sebagai actor penyanderaan masyarakat yang disebutkan pada point kedua diatas (penambang ilegal), akan tetapi dalam penyerbuan tidak ada yang ditangkap untuk dibawah ke persidangan. Padahal petugas penyerbu adalah penegak hukum (Polisi) yang tentu dalam melaksanakan tugas mereka hanya satu tujuan  law enforcement, siapa sebenarnya yang diserbu, ?silahkan anda menjawab


 Ke-empat, ok, baik jika kita menyetujui berita yang menyebut “Kopasus dan Raider” yang menyerbu kelompok penyandera (lantaran mereka bukan penegak hukum), akan tetapi bagaimana mungkin mereka oleh pihak yang disebut oleh seorang atas nama Sebby Sembom memakai senjata Berat roket pelontar granat, padahal alutsista militer sejenis itu justru biasa bukan digunakan oleh elite forces sekelas “Kopasus dan Raider” yang pergerak operasinya silience and faster, anda bisa baca referensi operasi pembebasan sandera Prabowo untuk peneliti Lorenz di maupnduma Mei 1996, terlepas dari kontroversinya.


Ke-lima, mengapa akibat dari ke-empat point yang sudah diungkap diatas, ada dua perwira Kopasus dan tiga Perwira TNI AD lainnya menolak kenaikan pangkat, ? padahal aksi heroic ini diklaim sebagai prestasi oleh banyak kalangan. Sekali lagi . silahkan anda menjawab sendiri.**Black_Fox

Sumber Posting diolah dari berbagai sumber media sosial, untuk kalangan pengamat isu Hak Asasi Manusia, Politik dan Keamanan di Papua.

Jumat, Oktober 6

“Kertas Kertas Rindu Untuk MRP Papua Barat”


Model : Monalisa Sembor/Karya EJI FOTO
Tabea…Mahikai…Acem Akweeii… MRP Papua Barat…

Ada Kabar yang dibilang Pak Gubernur bukan hoax, 14 Nama dari Perempuan Papua, seterusnya 14 Nama dari adat dan 14 nama dari perwakilan Agama Agama Di Papua Barat sudah diserahkan kepada Kemendagri ka…untuk discreening sebelum duduk dikursi empuk MRP ?. Pasti kami kemudian tidak akan tahu 42 orang ini siapa saja.  Iya, beberapa orang kami kenal dari 84 Nama calon anggota MRP yang telah dipublikasikan sebelumnya, mereka miliki kredibilitas dan capability termasuk cukup standar layak memasuki rumah MRP, namun seterusnya kami tidak akan mengetahui 42 Nama yang akan dipulangkan dari 84 nama itu pace dan mace siapa saja e?.

Sio saja….

Sebelumnya, kami menikmati aroma tak sedap dari proses seleksi yang telah diungkap beberapa media massa termasuk juga medsos soal dugaan kemungkinan money politics dari proses tahapan seleksi MRP itu. Kami juga menikmati, isu ijasah palsu yang melibatkan beberapa orang saja namun penuh tanda tanya untuk keseluruhan yang ada saat ini ? … kesemuaan aroma ini layak dipercaya ka.. tidak ka…, entahlah yang jelas belum ada penegakan hukum  yang melakukan sterilisasi aroma tak sedap itu supaya bersih dan sehat.

Lembaga ini,  wadah kultur paling luhur untuk memperjuangan keberlangsungan kami sebagai orang Papua diatas tanah Melanesia dalam kebijakan Negara,  yang disebut pada tahun 2001 sebagai “Otonomi Khusus”.  “Keluhuran itulah kemuliaan jati diri orang orang Melanesia sisa yang masih hidup di tanah west Papua”, andai keluhuran itu menjadi tiada atau ditiadakan, haruskah kita menolak mengakui kita semua sebagai orang beradab ? dan beragama ?

Kita terbuka saja, pada masa lalu kita pernah punya MRP diperiode sebelumnya yang ikut rame memboboti RUU Perubahan Otsus /Otsus Plus, sekitar Oktober – November 2013, andai kegiatan itu tak masuk akal, lantas apa berikutnya untuk menggantikan proses itu dengan yang lebih bermartabat bagi konstituen ? Kita juga mengevaluasi lebih dari 10 tahun kebijakan otonomi khusus untuk Propinsi Papua Barat, di aula Universitas Negeri Papua, pada maret 2014 lalu.  sungguh sayang…pasukan MRP saat itu, gagal menggunakan kapasitasnya memperjuangakan capaian dari kegiatan kegiatan  itu.

Pada masa itu juga, tahun 2013, hal aneh yang paling menggelikan pernah terjadi, MRP kita terpecah menjadi dua kubuh, antara yang balik menyatu dengan MRP Jayapura (MRP Papua) dan MRP yang tetap kokoh bertahan di markasnya taman ria rendani, ini menjadi kisruh terhebat yang pernah terjadi, hanya soal sepele internal lembaga yang gagal diinternalisir secara bijaksana antara sesama.

Walau lembaga ini kemudian hebat, menyukseskan fungsi mereka dalam mendorong dan mengawal hingga ke Pemerintah Pusat beberapa Raperdasus, misalnya saja Raperdasus wilayah Adat di Propinsi Papua Barat, Raperdasus Pilkada dan lainnya.

Akan tetapi ada substansi pokok Otsus yang paling bersentuhan langsung dengan hajat hidup OAP, yang tidak pernah oleh majelis rakyat papua barat di dalam diskusi maupun statement soal “hak asasi manusia di Papua Barat”. lantas apa memang tidak pernah ada masalah hak asasi manusia di Propinsi Papua Barat ?..

Tunggu dulu, bro, ternyata cukup banyak fakta peristiwa hak asasi manusia terjadi di Papua Barat saat itu. Sebut saja, kasus Aimas berdarah April 2013, Sanggeng berdarah tidak hanya disitu ada 11 orang dituduh sebagai pelaku kejahatan maker dan dihukum penjara oleh Pengadilan Negeri Sorong dan Manokwari sejak 2013 sampai tahun 2015, tapi kok.. MRP biasa biasa saja dan bisa tidak peduli ! #..

Kenapa lagi, HAM lagi yang ditanya? Maklum, makhluk satu ini (HAM) selalu paling banyak bikin tersinggung oknum oknum yang aneh.

menjawabanya sederhana saja, hak asasi manusia tentu menjadi penting dan wajib dalam buku agenda para anggota MRP, sebab MRP itu sendiri adalah kandungan otsus, dan hanya persitiwa hak asasi manusia lah yang membuat Indonesia mengakui reqognize perlunya affirmative action policy bagi sisa sisa orang Melanesia ini dalam wujud nyata “Otonomi Khusus” di Propinsi Papua dan Papua Barat, lihat saja (dalam) konsideran Undang-undang Otsus itu sendiri,  kesimpulannya jika kau berbicara implementasi (otsus) hanya dapat terjadi dengan parameter pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia “orang pribumi”.

Pertanyaanya, siapa itu orang pribumi, ? mereka pribumi dalam Otonomi kusus adalah, mereka yang dicurigai, dicemburui dan ditakuti sebagai orang yang berbeda pendapat dengan Negara, itu aja, gak ada lain…(maf dialek jawanya..biar enak dibaca wong jowo).

Kayaknya Sungguh ironis, pertama, mungkin kalangan MRP terlalu hati hati dari sentimen kecurigaan ini hingga sengaja melupakan kebijakan strategis implementasi hak asasi manusia, kedua atau saja mereka tak pernah memahami Otsus alias sok pintar ngomong terlihat keren padahal abutiiiee dan lemon saja . ketiga mereka (MRP) terlanjur sudah direkrut dengan misi lainnya hanya diselimuti kemasan Otsus.

Pada point ini roh keluhuran itu diuji, loh… menjadi diri sendiri di dalam hitam kulit dan rambut kariting atau tidak perlu sama sekali, toh ..biarkan orang lain, ORASI (orang sakit hati)  yang pikirkan itu, sibuk protes, berkomentar dan tulis malulu di media massa, medsos, spanduk spanduk demo dan teriakan terikan aneh di megaphone. 

Hai, Bro dan sis..! 48 orang (MRP) yang nantinya direstui Badan Intelijen Negara, ini adalah tahun periode terakhir 2017 – 2022, asumsinya menggunakan pasal 34 ayat (3) Undang Undang Otsus (boleh berasumsi lainnya lagi menurut pasal itu).   Tahun di mana keluhuran mu selayaknya berani untuk mempertahankan sisa sisa saudarai Melanesia mu hidup dengan bebas dan tanpa masalah kesehatan dan pendidikan, terutama saudara saudarai mu yang berbeda pandangan politik dengan Negara.

 “Kertas Kertas Rindu Untuk mu”.

===========================================
 
Congratulation to you ..!

Di Suatu Mendung, Oktober 2017.

Sumber foto model : Monalisa Sembor, 
posting foto  diakses dari EJI Fotograper diambil setelah mengkonfirmasi ijin membagi ke blog ini dari yang bersangkutan