WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Senin, Desember 18

"Jejak Sejarah Rahasia CIA atas West Papua"


Doc Pribadi

Saya kira penggila sejarah, pengamat Politik, keamanan dan Hak Asasi Manusia, khususnya tentang West Papua pasti tidak akan menghindari buku yang satu ini, “Bayang Bayang Intervensi”, terjemahan dari “the incubus of intervention conflicting indonesia strategies of Jhon f. Kenedy and Allen Dules”, karya Greg Poulgrain, Penerjemah : Philip Mahnken, Halim Nataprawira dan Dian, Buku setebal kurang lebih 254 halaman ini mengulas mengenai, apa yang saya pilih (menurut saya) secara praktis untuk menyebutnya “Membaca Jejak Sejarah Rahasia CIA atas West Papua”.

Sesungguhnya ada banyak fakta menarik diungkap Poulgrain dalam buku ini, misalnya saja yang paling heboh, motif terbunuhnya Dag Hammarskjold (Sekjen PBB) melalui celeste operations di Kongo 1961, terbunuhnya Kenedy (US President) Di Dallas US, November 1963, hingga tergulingnya Soekarno dari kursi Presiden, Oktober 1965, dan banyak lagi yang disebut ”semua berkaitan erat dengan efek gunung emas, Tembagapura yang dikuasai Freeport 1967”.

Saya tidak melihat dari scope yang lain, tetapi begitu menarik untuk melihat dari sudut spionase, maklum saya paling tertarik dengan hal-hal berbau Intelijen, bagi saya hal spionase (intelijen/ agency) adalah berkaitan dengan kegiatan-kegiatan cerdas dan kejeniusan, disini tak lagi menggunakan alutsista entah kuno maupun mutakhir melainkan bagaimana kecerdasan sebuah otak untuk berpikir, dalam bertaktik and strategi yang benar-benar sa bilang jitu…!

Dulles, adalah orangnya. Dia salah satu orang paling cerdas dijagat ini saat itu, untuk terlibat melewati perang dunia I hingga perang dunia II. Dulles, saya mengetahui berdasarkan Wikipedia pemilik nama lengkap Allen Welsh Dules, dia lahir pada 7 April 1893 di Watertown, New York (US), dia tamatan Princeton University, sebelum bergabung ke CIA, Dulles adalah Advokat paling hebat di Amerika dan Eropa, dia bekerja untuk Sullivan & Cromwell, firma hukum dari Wall-street yang bertugas mengadvokasi perusahan minyak, didirikan oleh penguasaha Amerika, Rockfeller. dari sinilah dia kemudian direkrut untuk menjadi ikon dalam sejarah dinas intelijen AS sepanjang empat decade (1916 – 1962).

Sewaktu berusia 23 tahun, Dulles sudah terlibat dalam kerja Intel tingkat tinggi, Kejeniusanya tidak berjalan sendirian disatu sisi, melainkan ditopang dengan biaya, Kolonel Flietcher Prouty mengatakan “operasi CIA di Indonesia (termasuk untuk kepentingan emas Papua) adalah operasi dengan ongkos paling besar selain Vietnam”, sebagian besar dana rupanya untuk operasi pemberontakan PRRI/Permesta 1958. Dia amat cerdas, membantu pemberontak tanpa menciptakan pemberontakan dibawah kendalinya, scenario PKI, PRRI/Permesta dikemas dalam strategi besarnya untuk mengusir Belanda keluar dari Papua, dalam menata pemberontakan – pemberontakan ini, dulles berdiri didua kaki, satu di Perusahan Standar oil dan satunya di Intel, Dulles berhasil memadukan aspek militer dan politik dengan rapih di Indonesia, Kolonel Zulkifli Lubis bahkan cukup menyesal usai belakangan menyadari terlibat dalam (membantu) operasi CIA, ”Dulles-lah yang menetapkan profile Negeri itu (Indonesia) dan memilih bagaimana melukiskannya”.

Dulles move-on terus usai menjabat sebagai DCI, dua menteri luar Negeri Indonesia, Roeslan Abdulgani dan Sunario menyebut “sejumlah duit telah diterima dari AS untuk menaikan tuntutan mereka atas kedaulatan Indonesia di west Papua” hanya saja sumber dana ini belum jelas dari CIA atau perusahan minyak AS (kemungkinan informasi ini disensor saat ini). Demi memuluskan misi ini, Dulles kadang kala membypass laporan-laporan dari kantor Kedubes AS Jakarta ke Washington melalui laporan tandingannya, akibatnya Washington lebih memihak pada laporan-laporan CIA ketimbang laporan Kedubes.

Dia juga memainkan tingkat kemahirannya dibidang intelijen untuk menyebrang ke Australia dan meyakinkan Negeri kanguru itu agar tidak mendukung Belanda di west Papua dengan dalih ancaman komunisme.

Sayangnya Belanda tidak menyadari, AS telah diseret Dulles untuk berpihak ke Indonesia dalam proyek pengusiran Belanda dari west Papua, pada 24 April 1962, Josef Luns (Menlu Belanda) mengunjungi Washington dan membahas status west Papua dengan JFK, Luns benar-benar kaget sikap sekutunya berubah. 

Padahal “Luns merasa perlu dukungan AS karena Belanda telah menginvestasikan lebih dari 1 miliyar guilden untuk mendidik dan menyiapkan rakyat Papua menentukan nasib sendiri”, Belanda selanjutnya berjalan sendirian berupaya mendorong Proposal West Papua ke PBB namun selalu mengalami penolakan melalui voting . Efek El Dorado, sebegitunya mempengaruhi perebutan west Papua pada masa itu, perusahan-perusahan Belanda yang beroperasi di Indonesia termasuk minyak (Shell), pertambangan, perkapalan, penerbangan, perkebunan demi kepentingan pasar akhirnya mendukung klaim Indonesia atas West Papua.

Sekitar tahun 1961 – 1963, kedudukan Belanda di West Papua benar-benar dilucuti oleh jaringan Dulles di Perusahan minyak dan CIA, akhirnya act of free choice (Pepera) 1969 hanya formalitas belaka dari sang sekutu AS untuk menyelamatkan muka Belanda ditingkat global.

Mundur ke belakang, yang melatari sejarah bagaimana Dulles bisa berambisi atas west Papua, dia rupanya bukan intel tulen. Profite oriented tentu adalah sasarannya sebab Dulles adalah bussines-man, saya perkirakan dia telah menggunakan gabungan duit dari CIA dan perusahan minyak untuk membayar operasi yang mahal atas West Papua.

Jean Jaques Dozy karyawan NNGPM (Nederlandsche Niew Guinea Petroleum Maatscappij), mungkin menyimpan hasil temuannya di Grasberg, west Papua bersama Wissel dan Collijn (1936), iya, walaupun perusahan ini bernama Belanda namun 60% sahamnya dikuasai Standar Oil perusahan minyak AS yang melibatkan Dulles, Ia lantas praktis mengetahui temuan gunung emas di west Niew Guinea. sejak tahun 1950an hingga 1960an, Dulles sang intel CIA ini kemudian mengerahkan segenap kejeniusannya bekerja melakukan takeover wilayah west Papua dari Belanda, ada dua alasan yang pertama Dulles akan merasa rugi andai Freeport harus berbagi saham emas 60/40 seperti halnya NNGPM – Standard Oil, dan kedua seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa ongkos pengeluaran yang teramat besar telah dihabiskan untuk biaya operasi intelijen ini mengharuskan perlu adanya pemasukan dari gunung emas ini. Disinlah Belanda kemudian dipaksa keluar entah dengan cara apapun dari west Papua.

Josef Luns, Menlu Belanda berkali-kali mengatakan dalam wawancara bersama Poulgrain “Belanda dipaksa keluar dari west Papua, lalu menyerahkannya ke Indonesia”.

Sa mo bilang .. Good Job, sang jenius Allen Welsh Dulles, Jejak sejarah rahasia CIA atas west Papua.  ***black_shark

Sumber Posting diakses dari Buku Bayang Banyang Intervensi