WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Selasa, Februari 28

“Soekarno, Jokowi dan Freeport”






 





 







Saya bukan orang pebisnis juga bukan kalangan politisi, tapi dalam artikel ini bagi saya menarik untuk membaca secara awam dan sederhana dan singkat perusahan yang beroperasi di tanah Amungsa  melalui thema “Soekarno Jokowi dan Freeport”.

Langsung saja ..! kumpulan catatan-catatan sejarah terdahulu rupanya telah menyingkap dan seakan menubuatkan penggenapan thema diatas untuk hari ini, “Soekarno Jokowi dan Freeport.

kita sebelumnya juga sudah tahu hubungan Coorporate Freeport dan Jakarta selama 50 tahun (1967 – 2017) terakhir ini paling harmonis, tapi kini keceriaan relasi mesra itu telah diiringi irama desakan mengubah Kontrak Karya Freeport menjadi Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) puluhan ribuan pekerja Freeport yang dapat berdampak pada beban pemerintah daerah (Papua) dan pemerintah Jakarta (Indonesia).

Lintasan sejarah, fakta memang memperlihatkan keberadaan Freeport semacam kerikil tajam dalam sepatu yang terus menusuk sepenjang kaki terus melangkah. Pasca Soekarno lengser dari jabatan (Presiden), Freeport boleh dikata ibarat duri dalam daging. Maret 1967, Ir. Soekarno turun dari kursi kepresidenan, lalu sebulan kemudian Jenderal Soeharto yang belum sah/resmi sebagai Presiden secepatnya langsung menerima penandatangan kontrak karya Freeport. Penandatanganan ini sendiri paling kontroversial, pertama : mengingat kapasitas Jenderal Soeharto saat itu hanyalah sebagai Ketua Presidium Kabinet Ampera, belum resmi menjabat sebagai Presiden menggantikan Soekarno, semestinya penandatangan kontrak investasi dengan pihak asing seharusnya selevel kepala Negara atau Presiden.

Kontoversi Kedua, yaitu pada April 1967, Irian Barat tidak ada dalam Peta Wilayah Propinsi di Indonesia, tetapi penandatangan Kontrak Karya yang didasari Undang-Undang PMA No.1/1967 tetap saja dilaksanakan oleh Jakarta bersama Freeport selama 30 tahun (1967 – 1991). Kontrak Karya Kontroversial diatas akhirnya memberi akses bagi Freeport untuk dengan leluasa masuk ke tanah adat masyarakat Amungsa dan menyingkirkan mereka dengan racun-racun tailing sejak 1967 hingga hari ini.


Kembali pada konteks, ketika Selepas I yang dilanjutkan dengan Kontrak Karya II, Tahun 1991 sepuluh tahun kemudian, Juli 2001 putri mendiang Ir. Soekarno, Megawati berhasil merebut kursi kekuasaan yang ditinggal sang ayah 30an tahun silam. Megawati Soekarno Putri selama 3 tahun (2001 – 2004) menduduki poisis 01 di Negara tetapi, anehnya tidak banyak mengorek Freeport yang pernah ditolak dan menyingkirkan mendiang ayahnya sendiri tahun 1967 silam, nanti dengan tahun 2017 barulah rezim berikutnya, Jokowi yang mulai bangkit mengeluarkan moncong banteng untuk mengamuki Freeport. 

 Segera, kurang dari lima tahun sebelum Kontrak berakhir, perbaiki   Kontrak Karya dengan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)
  • ·        Segera dibangun smelter.
  • ·        Segera divestasi saham hingga 51% secara bertahap

Kalau Freeport sulit diajak berunding, saya akan ambil sikap… demikian amukan banteng atas Freeport yang tidak ingin patuh pada undang-undang Indonesia, Freeport sebelumnya juga mengumbar ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) puluhan ribu pekerja tambang atau mengarbitrasekan Pemerintah Jakarta.

Kembali ke Sejarah diatas, perseteruan ini sesungguhnya lagu lama yang dinyanyikan ulang dalam lyric yang berbeda.
 
Ir. Soeakrno mungkin menyadari bahwa Irian Barat bukanlah wilayah yang tepat atau masih berstatus daerah perwalian UNTEA sehingga tidak layak disediakan meja penandatangan Kontrak Karya dan Ia, Soekarno paling selektif, agar dana asing harus menguntungkan Indonesia diatas 50%. Jokowi menyanyikannya kembali dalam lyric IUPK, Smelter dan Divestasi Saham 51% secara bertahap.

Berbeda dengan tahun 1960an, Freeport kini membalas, bak sebuah pantun, Pemutusan hubungan kerja 30an ribu tenaga kerja dan Persidangan Arbitrase Internasional Pemerintah RI terhadap sikap mereka atas kenyamanan Freeport.

Siapa yang akan salah dan siapa yang benar? Siapa yang akan kalah dan siapa yang akan menang? Jikalau jujur, Freeport dan Indonesia pernah salah, Grasberg Amungme bukanlah wilayah Indonesia, Jenderal Soehartopun belumlah Presiden yang resmi terhadap wilayah yang juga belum resmi bergabung (Integrasi) ke Indonesia.

Soekarno – Jokowi dan Freeport siapakah yang akan tersingkir di episode kedua iniBlack_fox


Tulisan ini diolah, melanjutkan dari artikel sebelumnya http://banundisimon.blogspot.co.id/2017/02/freeport-jakarta-dalam-pusaran-kisruh.html