WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Senin, Februari 22

"Ini 10 Calon Masalah di Papua Barat Pasca Pemilukada"


Skema Pemekaran Daerah PP No. 78 Tahun 2007

Pemerintah Propinsi Papua Barat saat ini menerima 10 calon DOB di wilayah Propinsi Papua Barat, masing-masing :
1.                 Propinsi Papua Barat Daya
2.                 Raja Ampat Utara
3.                 Raja Ampat Selatan
4.                 Imeko
5.                 Kokas
6.                 Malamoi
7.                 Maybrat Sauw
8.                 Manokwari Barat
9.                 Moskona
10.               Kuri Wamesa
selengkapnya mengenai 10 wilayah ini dapat dibaca pada link berikut : http://banundisimon.blogspot.co.id/2015/07/10-wilayah-ini-menjadi-target-pemekaran.html

Di wilayah Papua dan Papua Barat pada umumnya wacana pemekaran daerah kerap ramai pasca Pemilu legislative dan Pemilukada Kabupaten/Kota. Banyak isu digulir para elit politik lokal yangt kalah dalam pemilukada ke masyarakat, sehingga aspirasi pemekaran justru bukan datang dari masyarakat melainkan kepentingan elit untuk merahi dan memperpanjang episode kekuasaan.

Salah satu syarat prosedur pemekaran DOB yang kerap diabaikan elit yakni, terutama syarat administratif yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007, sebagai berikut :

1.     Persetujuan lokasi calon kabupaten
2. Persetujuan pelepasan kecamatan/Distrik menjadi calon cakupan wilayah
3.   Persetujuan pemberian hibah untuk calon kabupaten dari Kabupaten induk, minimal dua (2) tahun berturut - turut
4.   Persetujuan pemberian hibah pendanaan untuk pemilakada kabupaten Baru.  

Syarat diatas kerap diabaikan, berdampak pada pembentukan Kabupaten baru justru memicu konflik yang menelan kerugian Negara bahkan korban jiwa dari masyarakat. Kabupaten Tambrauw dan Maybrat di Papua Barat adalah dua kabupaten yang memberi fakta adanya konflik antar masyarakat terjadi pasca dimekarkan. Saat ini konflik masih terjadi meski dalam tensi yang kondusif dari kaca mata keamanan, namun tidak ada garansi penyelesaian jangka panjang yang tuntas.

Kabupaten lainnya meski lebih dari 10 tahun telah eksis, namun masalah tapal batas tidak pernah selesai, Teluk Bintuni, Sorong Selatan, Fak-fak, Pegunungan Arfak adalah daerah-daerah yang miliki masalah tapal batas wilayah.

Sementara Kabupaten lainnya di Papua Barat, akibat lemahnya system pengawasan yang memadai, praktik penyimpangan keuangan Negara terjadi dalam skala yang cukup massif seperti yang pernah terjadi di Teluk Wondama, dan berbagai daerah lainnya di Papua Barat.

Kabupaten lain pasca di mekarkan justru menjadi sarang persembunyian cukong pebisnis illegal loging, mining and fishing perusak lingkungan seperti yang terjadi di sebagian wilayah Raja Ampat, Kaimana, Sorong Selatan.

Kabupaten Manokwari mengalami masalah anggaran yang cukup menguras energi untuk mendanai  Kabupaten Manokwari selatan dan Pegunungan Arfak. Klub sepak Bola Perseman Manokwari, uang lauk Pauk PNS Pemda Manokwari, biaya pembebasan hak ulayat tanah masyarakat untuk perkantoran pemerintah mengguncang system keuangan Pemda Manokwari.

Praktis kepentingan elit yang disebut berasal dari rakyat, faktanya rakyat hanya jadi penonton sekaligus sebagai korban yang menderita dibawah kepentingan Daerah Otonom Baru.***Black_Fox  

“Posting ini diolah dari berbagai sumber, hanya untuk pengembangan wawasan berpikir yang konstruktif”

Minggu, Februari 21

“Media Mempropaganda Kantor Pembebasan Papua”


Karikatur Ist Pers
Manokwari City, “Itu hanya kegiatan ibadah peresmian kantor DAP, lalu moment itu dimanfaatkan untuk propaganda..” kalimat ini terlontar tegas dari seorang Kapolda Papua, Paulus Waterpau, terkait persemian secretariat Dewan Adat Papua wilayah La-Pago di Wamena, 15 Februari 2016 lalu. 

Persemian kantor dewan adat ini kemudian menjadi booming dalam pemberitaan nasional ditengah Presiden Jokowi tengah berada di US. Mayoritas media terlihat memberitakan kegiatan ini dengan kalimat “peresmian kantor pembebasan Papua”,  istana kepresidenan kemudian menyebut kantor pembebasan Papua. http://banundisimon.blogspot.co.id/2016/02/benarkah-kata-istana-tidak-ada-kantor.html

Pernyataan Kapolda di atas sementara tidak layak dikritisi tetapi Pertanyaan kristis, mengapa media, aparat keamanan dan pemerintah tidak menyebut dan menulis kantor perwakilan ULMWP ? tentu “tidak benar” jika aparat keamanan, media dan pemerintah tidak mengetahui secara resmi maupun melalui pemberitaan pers asing maupun dalam negeri pada, juni 2015 di Honiara pada MSG Summit ada wadah perjuangan Papua Barat yang diterima menjadi observer, itulah ULMWP (United Liberation Movement for West Papua).
ULMWP tentu bukanlah wadah kriminal (penjahat) sehingga diakui dan diterima oleh rakyat dan pemerintah Vanuatu, PNG, Solomon Island, New Caledonia (French) and Fiji. 

Situasi berbanding terbalik, pada saat 15 Februari 2016 di Wamena sebuah papan nama diberitakan dengan “kantor pembebasan Papua”. Selama ini di Papua ada Dewan Adat Papua (DAP), KNPB, WPNA dan organ perjuangan rakyat Papua kerap kali diperhadapkan dengan tuduhan pelaku criminal oleh penegak hukum dan separatis oleh militer. Lantas demikian, pendukung ULMWP akan diseret ke stigma kriminal untuk seterusnya oleh Negara.  ? media melalui wartawan pasti mengetahui, memberitakan informasi yang tidak independen, akurat, berimbang serta tidak beritikad buruk bagi pihak lain pasti melanggar kode etik jurnalis yang disusun dewan pers dengan berpedoman pada undang – undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Mengenal lebih jauh tentang suatu pengertian propaganda, menurut kamus besar bahasa indonesia/KBBI, Propaganda secara umum mengandung pengertian, "rangkaian pesan yang bertujuan untuk mempengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok orang". Propaganda tidak menyampaikan informasi secara objektif, akan tetapi memberitakan informasi yang diranang "untuk mempengaruhi pihak yang mendengar atau melihat suatu peristiwa".***Black_Fox  

Rabu, Februari 17

"Benarkah kata Istana, Tidak Ada Kantor ULMWP Di Papua ?"

Johan Budi foto : http://nasional.rimanews.com
Manokwari, Pihak Istana melalui juru bicara kepresidenan, Johan Budi membantah adanya isu pembukaan kantor ULMWP yang disebut   versi istana "kantor perwakilan Papua Merdeka", saya sudah konfirmasi dengan Menkopolhukan bahwa tidak benar membuka kantor yang katanya disupport". Pemerintah tidak setuju dengan adanya gerakan separatis yang membuka perwakilan mengatasnamakan kelompok tertentu, yang pasti tidak ada perwakilan Papua merdeka, jelas tidak bisa..!! tegas Johan Budi.http://nasional.rimanews.com/keamanan/read/20160217/262337/Presiden-Jokowi-Pastikan-Tidak-Ada-Pembukaan-Perwakilan-Papua-Merdeka-

Pernyataan pihak istana diatas berbanding terbalik dengan fakta dilapangan, Pada Senin, 15 Februari 2016, Gedung Honai dua tingkat telah diresmikan sebagai sekretariat Dewan Adat La-Pago dan juga diresmikan Papan nama "Office United Liberation Movement for West Papua" (ULMWP) pada sekretariat Dewan Adat La-Pago. Tabloid Jubi menulis 5000an massa menghadiri persemian, meski di bantah aparat keamanan yang menyebut 200 orang yang menghadiri kegiatan, melainkan Tabloid jubi memiliki bukti dokumemntasi proses peresmian. http://tabloidjubi.com/2016/02/18/pembukaan-kantor-ulmwp-yang-hadir-ratusan-atau-ribuan-ini-foto-fotonya/

Sehari pasca persemian sekretariat Dewan Adat La-Pago tersebut, Selasa (16/02), Tantowi Yahya, Anggota Komisi I DPR RI asal partai golkar mengatakan, pemerintah kecolongan, "mestinya tidak perlu ada peresmian kantor gerakan yang meminta merdeka dan ada di Indonesia".

ULMWP diketahui adalah induk organ perjuangan rakyat Papua Barat terhadap pendudukan Indonesia atas wilayah Papua pasca act of free chooice 1969 yang penuh kecurangan, ULMWP resmi berdiri pada, 6 Desember 2014 melalui suatu deklarasi yang disebut Saralana Decration di Vanuatu, pada Juni 2015, MSG (Melanesian Spearhead Group) Summit yang berlangsung di Honiara, Solomon Island, proposal usulan keanggotaan ULMWP di MSG dibahas dan diterima untuk mengisi kursi observer MSG.

Senayan makin khawatir posisi observer MSG, Tantowi Yahya, Anggota Komisi I DPR RI mengatakan faktanya Indonesia memang kalah looby dalam diplomasi pada KTT MSG. Terakhir ini, Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan dalam rapat bersama Komisi I dan Komisi III DPR RI mengatakan "tidak perlu khawatir dengan situasi Papua", wakil Ketua I DPR RI justru mempertanyakan dasar pernyataan Luhut.***Black_Fox

Sumber : diolah dari berbagai media on-line


Senin, Februari 15

"KEMENKOPOLHUKAM DAN BIN MULAI SINGGUNG DANA OTSUS PAPUA"

Sumber Tabel :  https://victormambor.wordpress.com

Situs http://www.republika.co.id/berita/dpd-ri/berita-dpd/16/02/09/o2a0um219-bpkp-akan-audit-dana-otsus-papua merilis komentar Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan dalam rapat bersama komite I DPD RI, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, 9 Februari 2016.  "JANGAN HARAP KITA MAIN-MAIN DENGAN DANA RAKYAT YANG SUDAH DIGUNAKAN SECARA TIDAK JELAS INI", kata Menkopolhukam. 

Senada dengan Menkopolhukam, Kepala Badan Intelijen Negara  (BIN) Sutiyoso mengatakan, sangat mendukung langkah Kemenpolhukam untuk mengaudit dana Otsus Papua dan Papua Barat. "DATA KAMI, DITEMUKAN 218 KASUS PENYIMPANGAN DANA OTSUS PAPUA SELAMA 2002 - 2010. 

 Dana Otsus (Otonomi Khusus) Dana yang diterima dari Jakarta dalam rangka penyelenggaran Otonomi kusus Papua melalui regulasi Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi kusus Papua, untuk Propinsi Papua, sejak tahun 2002 dana ini sudah diterima, sementara untuk Propinsi Papua Barat, pasca dimekarkan dari Papua tahun 2003, sekitar tahun 2009 baru kemudian dana Otsus diterima untuk dikelolah di Manokwari, Ibu kota Propinsi Papua Barat. 

 Menurut prakiraan awam, sekitar lebih dari 50 trilyun rupiah dana ini telah digelontorkan Kementrian Keuangan RI ke Jayapura dan Manokwari sejak tahun 2002 hingga saat ini, meski diduga Papua dan Papua Barat tidak menyiapkan perangkat regulasi lokal untuk mengatur pengelolahan anggaran ini.  Dana ini hanya didatangkan melalui regulasi PMK (Peraturan Menteri Keuangan) RI.

 
foto : www.papua.us

Pada tahun 2014 lalu, Rizal Djalil, Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengatakan, "KENAIKAN DANA OTSUS IKUT BERPENGARUH TERHADAP PERBAIKAN IPM (INDEX PEMBANGUNAN MANUSIA) PAPUA, NAMUN KORELASI ANTARA SETIAP KENAIKAN DANA OTSUS DAN IPM TERNYATA SANGAT KECIL" kata Ramli pada, kegiatan Forum Ilmiah tentang Dana Otsus tahun 2014 di Universitas Cenderawasih.

Indikasi penyimpangan dana Otonomi khusus Papua diatas merupakan fakta antara otoritas negara yang mulai tidak menyukai permainan dana, lantas publik di Papua juga tahu dana ini banyak disalahgunakan dan dengan mudah pelaku mengakses impunity dari penegak hukum. BPK RI melalui Rizal Djalil telah menyampaikan secara santun namun kini saat yang tepat untuk pelaku penyimpangan dana Otsus ini harus dituntut pertanggungjawaban.***black_fox

Sumber : diolah dari berbagai sumber media on-line.