WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Selasa, Juni 25

Nestapa Di Lumbung Medco (Merauke)


Foto : Yulankurimakeke
Proyek pembangunan pangan dan energi skala luas "MIFEE" yang diluncurkan oleh pemerintah tahun 2010 ini dibayangkan akan menjadikan Merauke sebagai lumbung pangan nasional dan bahkan untuk memberi makan masyarakat dunia yang jumlahnya miliyaran jiwa.

Semenjak tahun 2007 hingga saat ini, sudah ada 80-an perusahan skala nasional dan internasional yang diberikan izin lokasi untuk investasi pengembangan MIFEE. Ada sekitar 18 perusahan yang aktif beroperasi di Merauke, didominasi oleh perkebunan kelapa sawit dan tebu. Salah satu perusahan dalam skema MIFEE yang sangat aktif beroperasi adalah perusahan hutan tanaman PT. Selaras Inti Semesta (SIS), anak dari perusahan MEDCO Group.

PT. SIS sudah melahap isi semesta alam dilingkungan kampung zanega, distrik Malind, Merauke. ribuan hektar hasil hutan kayu dirobohkan dan diangkut ke pabrik PT. Medco Papua Industri Lestari di Kampung Buepe, Distrik Kaptel. Potongan kayu - kayu dari hutan alam masuk ke dalam mesin pabrik penggiling untuk menghasilkan jutaan kayu serpih. SIS mentargetkan dapat menghasilkan 2 - 10 juta ton kayu serpih per-tahun dan diperlukan bahan baku kayu sebesar 3 juta kubik per-tahun, tentunya membutuhkan tanah luas ratusan ribu hektar untu menghasilkan kayu serpih.

minat investasi bisnis serpih kayu, sangat diminati investor, apalagi pemerintah telah memberikan kemudahan dalam bisnis hutan tanaman ini. Perusahan asal Korea Selatan LG International dan Y Han - International, menaruh sahamnya dalam bisnis investasi SIS. Nilai harga patokan ekspor kayu serpih kayu di dunia juga tinggi, pada tahun 2010, harga patokan kayu serpih sekitar USD 350 perkubik. jutaan ton kayu serpih asal hutan kampung Zanegi diangkut ke luar tanah Papua untuk kebutuan energi masyarakat dunia yang mengalami krisis.

PT. SIS datang menguras dan mengubah hutan Zanegi untuk menyelamatkan krisis energi dunia, sekaligus mendatangkan peluang bisnis yang menghasilkan dan menjanjikan keuntungan miliyaran dan mungkin triliyunan rupiah.

Berbeda dengan orang Malind di Kampung Zanegi pemilik hutan dan dusun - dusun di wilayah konsensi PT. SIS, mereka masih hidup miskin, makan susah, terkadang hanya makan sekali sehari. Masyarakat kebanyakan pergi meninggalkan kampung dari senin sampai jumat, tinggal di "bevak" Mayo pada hutan sisa yang belum tergusur, memangkur sagu, mencari ikan dari kali, mencari hewan buruhan berhari-hari jauh dari "bevak" tempat tinggal mereka. Para pemuda kampung pergi ke camp Perusahan menjadi buruh survey dan buruh pengangkut dengan upah rendah Rp. 70.000 per-hari. di kampung mungkin hanya meninggalkan guru dan anak - anak sekolah.

Janji perusahan PT. SIS untuk merubah nasib orang Malind di kampung Zanegi dari tertinggal menjadi maju, dari kesulitan hidup menjadi kemudahan hidup, dari penonton menjadi pelaku pemilik, tidak pernah terbukti. isi hutan sudah habis dan kehidupan masyarakat sama saja dengan sebelum ada perusahan, cerita Amandus Gebze. Masyarakat Zanegi menuntut kenaikan harga kompensasi kayu Rp. 2.000 per-kubik menjadi Rp. 10.000 per-kubik, tapi perusahan tidak pernah menggubris.

Kini, kesulitan dan penderitaan yang baru mulai muncul dan diraskan masyarakat di Kampung Zanegi. Semenjak Januari hingga april 2013, sudah ada empat orang anak meninggal di kampung Zanegi, karena masalah gangguan ISPA, muntah berak dan kekurangan gizi. Puluhan anak lainnya menderita busung lapar dan penyakit kulit.

Vitalis Gebze, memperlihatkan anaknya yang sudah dipulangkan dokter dari salah satu rumah sakit di Kota Merauke. Anak perempuan Vitalis bernama Agustina, usianya 3 Tahun tapi berat badanya cuma tiga kilo, semestinya anak itu berwajah riang tetapi wajahnya cemberut seperti orang dewasa, lingkar kepalanya besar dan mata melotot sayu, tubuhnya kurus dengan tulang berbalut kulit yang keriput, perutnya besar dan susah berjalan. "Dokter kasi pulang sa pu anak karena trada masalah penyakit", kata Vitalis. Pelayanan medis sangat buruk disini dan tidak ada tanggapan pemerintah daerah terhadap situasi luar biasa ini. Perusahan PT. SIS juga punya tenaga dokter dan klinik pengobatan, tapi terbatas untuk karyawan perusahan. Janji PT. SIS membangun sarana dan fasilitas kesehatan tidak pernah terealisasi.

Kebanyakan warga di Kampung Zanegi yakin penyakit dan penderitaan yang di alami anak - anak ini berhubungan dengan kehadiran perusahan PT.SIS, Perusahan (SIS) kerja di atas, air mengalir ke bawah masuk ke rawa, dusun sagu dan kali sakau di Kampung. Masyarakat minum, makan dan mandi dari air itu, cerita Mama Magdalena Mahuze.

Air hujan membawa limbah racun pestisida dari penyemperotan bibit dan tanaman masuk ke rawah tanah, kali hingga ke kampung yang bercampur dengan limbah minyak buangan beracun dari alat dan kendaraan perusahan. Air dan rawa tercemar dikonsumsi masyarakat mengakibatkan anak - anak yang lemah daya tahan tubuhnya menderita sakit perut, kulit gatal - gatal, penyakit gangguan pernapasan, banyak ikan juga mengalami mabuk dan mati, air pu rasa juga berubah, kata Mathias Kaize.

Aktifitas pembukaan hutan yang luas dengan mesin - mesin pemotong dan pembelah pohon kayu yang bising membuat hewan - hewan melarikan diri ke tempat jauh. "Saat ini sulit mendapat daging hewan buruan. Jalur tempat mencari makan hewan terganggu dan sumber makanan tidak ada dalam hutan, disekeliling kampung telah berubah. Isi tanaman kebun pun kadang - kadang tidak bisa dipanen karena hewan babi dan rusa yang terlebih dahulu memanen.

Satu - satunya sumber pangan yang sering digunakan masyarakat dari program pemerintah untuk bantuan beras orang miskin dan program pengadaan makan tambahan. Meskipun beras bantuan yang diterima kurang baik tapi masyarakat tidak pernah protes, sumber pangan lainnya dari kios di kampung yang dimiliki penduduk pendatang, dengan harga yang sangat mahal. Upah buruh Rp. 70.000 per-hari, hanya digunakan untuk membeli beras dua kilo Rp. 22.000,-, daging rusa Rp. 25.000 se-kilo, bumbu masak Rp. 5.000, sekali masak, kopi, teh, gula Rp. 15.000 sehari, sisanya untuk pinang kering tiga bungkus Rp. 3.000, biasanya warga terpaksa berhutang untuk memenuhi tambahan kebutuan, seperti supermi, biskuit, susu, rokok dan lain sebagainya.

"Tidak semua orang di Zanegi kerja dengan perusahan (PT.SIS), saat ini hanya ada 26 orang yang menjadi karyawan CSR perusahan, pada bulan maret lalu hanya 9 orang saja", cerita Vitalis Gebze, yang kerja dengan PT. SIS sejak tahun 2012 lalu. kebanyakan warga tidak bekerja, tidak punya pendapatan dan makan sekedarnya, biasanya sagu bakar dan pisang rebus saja. ketidakcukupan pangan dan kelaparan paling sering terjadi.

Bayi dan anak - anaklah yang selalu menjadi target korban kelaparan dan gizi buruk, dampak dari situasi buruk tersebut antara lain : pertumbuhan fisik anak menjadi lebih kecil, dan pendek, gangguan kecerdasan, penurunan IQ sehingga merendah kemampuan belajar, menurunya daya tahan tubuh, menurunya produktifitas dan kesehatan sering terganggu. Orang - orang Malind yang fisiknya tinggi, besar, kuat dan jago berperang terancam akan tersingkir, punah dan akan menjadi orang yang lemah. Situasi ini juga ditemukan di sekitar Distrik animha dan distrik Malind.

Pantas saja orang Malind di kampung Zanegi mempertanyakan apa tujuan dan manfaat MIFEE. Bagaimanapun persoalan busung lapar, kekurangan gizi, kemiskinan dan kehancuran lingkungan adalah masalah serius yang harus di selesaikan.

Sumber : dikutip dari rekan anky- pusaka (jakarta) - ank, juni 2013/melalui email