WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Jumat, Agustus 23

Sawit, Politik Reboisasi Lahan Deforestasi

TOFOI (TELUK BINTUNI) : Puluhan Ribu Hektar lahan milik masyarakat adat Sumuri di Pesisir Barat Teluk Bintuni boleh jadi saksi bisu ganasnya politik reboisasi lahan. Awalnya lahan sawit ini adalah hutan, oleh masyarakat disebut padang agoda, lahan ini membentang dari Agoda hingga Tomage (Sumuri). Pertama kalinya, kedatangan perusahan ke wilayah ini hanya melakukan penebangan pada kayu Agatis, antara tahun 1980, sekitar tahun 1990-an operasi berubah dan menyasar berbagai macam kayu yang ada disekitar hutan masyarakat adat sumuri tersebut.

Kampung Tofoi, Distrik Sumuri
Kayu merbau, damar dan –lain lain telah dirobohkan oleh alat-alat berat milik perusahan, kayu-kayu ini telah dipasok (ekspor) oleh perusahan PT. Agodawaihitam Jobsite ke luar negri baik dalam potongan kayu bulat maupun log. Meluasnya operasi kayu yang masif dalam jangka waktu yang lama akhirnya stok pohon penghasil kayu-kayu tersebut berkurang bahkan habis di tahun 1996. menurut informasi seorang tokoh masyarakat adat Sumuri Yan Ateta, “Agodawaihitam melancarkan operasi pada tahun 1981an hanya fokus pada kayu agatis, selanjutnya tahun 1990an Jayanti Group masuk dan membabat semua kayu yang ada dilahan- lahan tersebut, tidak hanya agatis, kayu merbau, damar dan-lainnya juga jadi sasaran operasi Jayanti Group”.

Puluhan ribu lahan inipun akhirnya menjadi lahan yang hampa akibat laju deforestasi tanpa kendali oleh perusahan pemegang HPH tersebut. Akhirnya untuk melaksanakan amanat peraturan dan ijin oleh pemerintah terhadap penebangan hutan kayu,. Perusahan yang kala itu lakukan investasi kayu di hutan masyarakat adat sumuri akhirnya berpikir untuk dilakukan reboisasi (penanaman ulang pepohonan) hutan yang telah mengalami deforestasi itu.

Upaya reboisasi akhirnya membelit masalah bagi perusahan, yaitu soal pengadaan pembibitan pohon. Mahalnya ongkos reboisasi ini, akhirnya membuat perusahan ambil jalan pintas dalam politik reboisasi. “Reboisasi lahan diubah dengan penanaman sawit pada puluhan ribu hektar lahan yang mengalami kerusakan”, sekitar tahun 1998 sawit ini tumbuh dan dikelolah tanpa rancangan AMDAL terhadap lahan tersebut. Kondisi ini makin memprihatinkan, puluhan tahun masyarakat adat sumuri Teluk Bintuni diduga dibohongi dengan politik lahan sawit ini.


Dorisara, Inanosa, Ateta, Bayuni, Siwana, Muerena dan Sodefa adalah marga marga yang seharusnya berhak atas kompensasi hutan tersebut, sayangnya marga-marga ini sampai saat ini hanya menjadi penonton yang dengan sedih melihat hutan mereka dibabat habis dan diubah dengan sawit sebagai politik reboisasi.

Sumber : Ditulis dari perjalanan ke Tofoi.