WELCOME TO MY PERSONAL BLOGER : "FOY, TABEA, TAOP SONG, MAHIKAI, SWEII, AMULE MENO, NAYAK, WAINAMBEY, ACEM AKWEI, ABRESO..!!

Rabu, Agustus 5

Mencermati Tuduhan Pidana (Penghasutan) Sebagai Delik Materiil terhadap “Demonstrasi KNPB Wilayah Mnukwar”




Komite Nasional Papua Barat [KNPB] didirikan pada tahun 2008 di Jayapura, secara khusus di Manokwari atau biasa disebut kalangan aktifis-nya sebagai “KNPB wilayah Mnukwar”[mengutip nama asli Manokwari, wos byak : “Mnu-kwar”]. Sejak Juni tahun 2012 sampai saat ini KNPB Wilayah Mnukwar di ketuai oleh seorang anak muda Papua, Alex Nekenem yang dipilih atau diangkat melalui mekanisme internal organisasi.


Alex. N, Paling Depan Memakai Topi - KNPB Mnukwar
Di Manokwari, ibu kota Propinsi Papua Barat, eksistensi KNPB sama halnya dengan aktifis pada berbagai daerah lain di Tanah Papua dan juga belahan wilayah lain di Indonesia yang kerapkali melakukan aksi turun jalan long march menuntut ketidakadilan sosial, politik, ekonomi termasuk hak asasi manusia dan lainnya yang bersentuhan dengan kebutuan, kepentingan dan aspirasi rakyat kecil grass-roots.

Secara prinsip, berbagai bentuk apapun aksi-aksi ini dibenarkan, artinya legal sebagai bagian dari kehidupan bernegara citizen yang menganut system demokrasi, demikian halnya Indonesia yang disebut meraih predikat negara demokrasi terbesar ke-tiga di dunia. “kegiatan [aksi] menyampaikan pendapat dimuka umum [the freedom of speech and expression] di Indonesia, pemerintah melegitimasinya melalui konstitusi UUD 1945 amandemen ke -II pasal 28 E ayat (3), kemudian juga ratifikasi kovenant hak-hak sipil dan politik [the International Covenant on Civil and Political Rigts] melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005 tentang Hak – hak sipil dan politik, Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang “kemerdekaan menyampaikan pendapat”, secara khusus undang-undang kemerdekaan menyampaikan pendapat pasal 1, disebutkan bahwa “setiap warga negara Indonesia bebas menyampaikan pendapat dimuka umum baik secara lisan maupun tulisan dengan tentu memperhatikan kewajiban dan hak-hak orang lain, dan juga pemberitahuan kegiatan secara tertulis terhadap otoritas Kepolisian setempat”.

Keberadaan undang-undang diatas dalam tataran implementasinya secara khusus Propinsi Papua dan Papua Barat faktanya sangat bermanfaat positif bagi masyarakat, menjadi stimulan yang menggerakan masyarakat untuk dengan bebas tanpa rasa takut mengeluarkan pikiran dan pendapat secara terbuka. Riwayat aksi [kegiatan] menyampaikan atau menyatakan pendapat di muka umum oleh mayoritas orang Papua kepada Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI] telah dimulai semenjak tahun 1998, dari sebelumnya pemerintah Jakarta sangat anti-penyampaian pendapat orang Papua dalam bentuk apapun.

Pada 26 Februari 1999 misalnya, “Presiden RI, Prof Dr. B.J Habibie di istana Negara pernah menerima langsung tim 100, wakil – wakil rakyat Papua yang menyampaikan aspirasi politik rakyat Papua” yang menuntut kemerdekaan secara politik dari pemerintah atau memisahkan diri dari NKRI”.

Pemerintah RI pasca dipimpin Presiden Ke-IV “K.H Abdurahman Wahid atau Gusdur bahkan justru secara resmi membolehkan rakyat Papua mengekspresikan berbagai pendapat mereka melalui simbol – simbol berupa bendera dan lagu” melalui legitimasi Undang-Undang No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Secara kontekstual dapat dipahami berbagai kegiatan menyampaikan pendapat yang sangat progresif di Papua seperti berikut ; bahwa pertama Pemerintah RI sebagai negara demokrasi nyatanya telah melegitimasi [mengesahkan secara hukum] berbagai bentuk kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum dari berbagai gerakan aktifis di tanah Papua, entah KNPB maupun organisasi apapun yang pada prinsipnya memperjuangan kepentingan dan aspirasi masyarakat kecil di tanah Papua.

Kedua, Pemerintah RI mengakui bahwa “adalah benar berbagai pendapat atau aspirasi  masyarakat pribumi Papua”, undang-undang otonomi khusus Papua sesungguhnya merupakan wujud nyata pengakuan recognize pemerintah terhadap berbagai aspirasi rakyat Papua, sehingga pemerintah sejak 2001 telah merancang berbagai bentuk affirmative action untuk Papua melalui kebijakan Otonomi khusus Papua. Ketiga, Pemerintah RI bahkan berencana tengah bersiap memberi grasi terhadap tahanan politik Papua yang faktanya mayoritas mereka menjalani masa penahanan sebagai tahanan/narapidana di penjara pemerintah “karena di dalam hak asasinya telah berpendapat dan memiliki pandangan politik yang berbeda dengan Pemerintah dan Negara”. 

Kembali ke pembahasan mengenai KNPB wilayah Mnukwar, mereka KNPB dalam agenda aksinya tidak jauh beda dengan aspirasi yang pernah diterima oleh mantan Presiden B.J Habbibie 1999, atau Gusdur 2000 – 2001. Namun, sejak tahun 2012 KNPB wilayah Mnukwar sudah menerima label dan streotipe sebagai pelaku kriminal dalam hak dan kebebasan mereka di Negara demokrasi Indonesia. tuduhan pidana terhadap aktifis KNPB Mnukwar dalam catatan LP3BH Manokwari, sebelumnya telah dilakukan kepolisian Resort Manokwari pada, tahun 2012 lalu. Pada saat itu kegiatan damai KNPB dan masyarakat sekitar yakni “mendukung dimukan umum kegiatan IPWP [the International Parliment for West Papua] yang tengah mendiskusikan permasalahan Papua di London - UK”, sayangnya kegiatan damai ini dibubarkan secara paksa oleh petugas kepolisian, Alex Nekenem, sebagai ketua KNPB saat itu diberondong dituduh oleh penyidik melakukan “kejahatan makar, penghasutan dan bersekutu melakukan perlawanan terhadap petugas” sebagaimana keseluruhan tindak pidana diatur di dalam pasal 106, 110 ayat (2), Pasal 160, pasal 214, pasal 213, pasal 212, jo. Pasal 55 dan pasal 56 KUHPidana. Tuduhan pidana Alex.Cs berangkat. Pada, 6 November 2012, polisi sempat menyidik Alex Nekenem sebagai tersangka, namun kemudian membebaskan yang bersangkutan dari tuntutan pidana ke pengadilan.

Tidak lama ini, 20 Mei 2015, Alex Nekenem mengkoordinir kegiatan yang dalam selebaran, agenda aksi disebut “mendukung pertemuan MSG [the Melanesian Spearhead Group] di Honiara, Fiji dalam rangka membahas aplikasi ULMWP [United Liberation Movement for West Papua] untuk diterima sebagai assosiasi member MSG, dan menuntut ruang demokrasi serta kebebasan akses jurnalis asing untuk masuk meliput Papua”.

Pelaksanaan kegiatan ini telah dibuka dan berlangsung dengan aman dan tertib. Beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan, KNPB Mnukwar telah mendahului amanat Undang-undang kemerdekaan menyampaikan pendapat dengan mengirimkan surat pemberitahuan dan agenda aksi pada 20 mei 2015 terhadap kepolisian. Kegiatan tersebut nyatanya berlangsung namun menjelang akhir, kegiatan ini dibubarkan dengan paksa oleh Polisi dibantu satuan Brimob. Alex Nekenem pada kesempatan itu ditangkap dan ditahan, dalam penyidikan dituduh bersalah melakukan tindak pidana “penghasutan” sebagaimana diatur dalam pasal 160 KUHPidana, tuduhan pidana penghasutan saat itu juga diterima oleh Narko Murib, Maikel Asso dan Yoram Magai aktifist KNPB yang bersama-sama dalam kegiatan di hari  20 Mei 2015 tersebut..[BERSAMBUNG]...

Artikel Bisa diakses di majalahselangkah.com dan Media Cetak Manokwari Express Edisi, Jumat, 24 Juli 2015